Rusia Sebut Ledakan Pager di Lebanon Tindakan Perang Hibrida

Rusia mengutuk keras serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Lebanon.

Kemenlu Rusia
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia, Maria Zakharova.
Rep: Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pemerintah Rusia ikut mengutuk keras beberapa ledakan pager atau penyeranta elektronik di Lebanon yang menewaskan sedikitnya sembilan orang dan melukai banyak warga lainnya. Negeri Beruang Merah menyebut, kejadian itu sebagai tindakan perang hibrida.


"Kami menganggap insiden ini sebagai tindakan perang hibrida melawan Lebanon yang telah berdampak pada ribuan orang tak berdosa," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia, Maria Zakharova dalam sebuah pernyataan di Moskow, Rabu (18/9/2024).

Baca: Pangdivif 2 Kostrad Pimpin Sertijab Danbrigif 18/Trisula

Rusia, lanjut dia, mengutuk keras serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Lebanon dan warganya yang merupakan pelanggaran berat terhadap kedaulatannya. Rusia menganggap, hal itu merupakan tantangan serius terhadap hukum internasional dengan menggunakan senjata nonkonvensional.

Pada Selasa (16/9/2024), sembilan orang tewas dan ratusan lainnya terluka di ibu kota Lebanon, Beirut dan wilayah lain di negara itu, setelah perangkat komunikasi nirkabel, yang dikenal sebagai penyeranta, mendadak meledak. Pemerintah Lebanon menuduh Israel berada di balik kejadian tersebut.

Baca: Wakil KSAU Kunjungi Pabrikan Simulator F-16 Simigon di AS

Zakharova mengatakan, para penyelenggara serangan itu dengan sengaja berupaya memicu konfrontasi bersenjata skala besar dan berupaya memprovokasi perang besar di Timur Tengah. Dia menyebut, tindakan tidak bertanggung jawab tersebut mempunyai konsekuensi yang sangat berbahaya karena semakin meningkatkan ketegangan di wilayah perbatasan Israel-Lebanon.

Pejabat Rusia tersebut turut menekankan pentingnya penyelidikan komprehensif untuk membawa pelaku ke pengadilan. Sehingga aksi terorisme lainnya tidak terselubung, seperti yang coba dilakukan negara-negara Barat dengan penyelidikan ledakan pipa gas Nord Stream pada 2022.

Zakharova menambahkan, Rusia menyerukan kepada semua pihak yang terlibat untuk menjauh dan menahan diri dari langkah-langkah yang akan semakin mengacaukan situasi militer dan politik di Timur Tengah.

Baca: Kim Jong-un Bersumpah Perkuat Korut dengan Senjata Nuklir

Pada hari yang sama, Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov menggarisbawahi, penyelidikan menyeluruh harus dilakukan sehubungan dengan insiden tersebut untuk mengungkap keadaan sebenarnya. Dia mengatakan, penyelidikan juga harus mengungkap siapa yang berada di balik ledakan penyeranta tersebut.

"Setelah itu, tentu saja, ini harus menjadi subjek studi oleh para spesialis untuk mengambil tindakan guna menghilangkan risiko serupa di sini (di Rusia) dan di tempat lain," ucap Dmitry di Moskow, Rabu.

Dia juga mengatakan insiden tersebut tentu saja mengarah pada peningkatan ketegangan yang kemudian menjadikan wilayah tersebut berada dalam kondisi yang meledak-ledak. "Kejadian-kejadian seperti itu, masing-masing, bisa menjadi pemicu situasi menjadi tidak terkendali," ujar Dmitry.

Baca: Pangkoopsudnas Ikut Panen Raya di Lahan Lanud Atang Sendjaja

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler