Seminar di UNU Yogya Soroti Pentingnya Cina Sebagai Sumber inspirasi Peradaban Islam
Seminar ini membuka rangkaian peringatan 75 tahun persahabatan Indonesia-Cina.
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta bersama Perhimpunan Indonesia–Tionghoa (INTI) menggelar seminar internasional bertajuk 'Dari Jalur Sutra hingga Nusantara: Sejarah, Perkembangan, dan Faktor Islam dalam Relasi Indonesia-Tiongkok' di Kampus Terpadu UNU Jogja, Gamping, Sleman, Rabu (8/9/2024). Seminar ini membuka rangkaian peringatan 75 tahun persahabatan Indonesia-Cina yang akan jatuh pada tahun 2025 mendatang.
Dalam pembukaan acara, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Muhammad Najib Azca, menekankan pentingnya seminar ini dalam melihat sejarah kolaborasi peradaban, terutama di era perubahan global yang cepat. “Peradaban dunia, yang dulu berpusat di Barat, kini bergerak ke Timur, khususnya Asia. Dalam Asian Century ini, Indonesia dan Tiongkok memegang peran sentral,” ujar Najib.
Najib juga menyoroti pentingnya Cina sebagai sumber inspirasi dalam peradaban Islam. “Hadits menyebutkan, ‘tuntutlah ilmu ke negeri Cina.’ Ini menandakan bahwa sejak masa Nabi, Tiongkok telah menjadi pusat pengetahuan dan peradaban yang besar," katanya.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan INTI, Candra Jap, mengungkapkan harapannya agar seminar ini memperkuat pemahaman tentang kontribusi Islam dalam relasi Indonesia-Cina. Ia juga menyampaikan, INTI telah memberangkatkan 300 pemuda Indonesia untuk mendapatkan beasiswa pendidikan ke Cina sebagai bagian dari upaya mempererat hubungan kedua negara.
Dalam sesi utama seminar, Prof Li Lin dari Chinese Academy of Social Sciences memaparkan perjalanan panjang perkembangan Islam di Cina, mulai dari kedatangan utusan Arab pada tahun 651 di masa Dinasti Tang hingga era modern. "Islam masuk ke Tiongkok sejak masa Dinasti Tang, dan pada masa Dinasti Yuan, banyak masjid dibangun. Sistem pendidikan Islam terus berkembang di masa Dinasti Ming dan Qing, hingga era Republik Rakyat Tiongkok,” jelas Prof Li.
Wakil Rektor UNU Jogja, Suhadi Cholil, menambahkan bahwa jejak hubungan Indonesia-Cina dapat dilihat dari artefak budaya dan arsitektur, yang menggambarkan adanya pertukaran budaya dan agama antara kedua bangsa. "Kita bisa menemukan pengaruh Islam dalam arsitektur di tempat-tempat ibadah Tionghoa, dan ornamen Tiongkok di pusat-pusat budaya Islam di Indonesia. Ini menunjukkan saling hormat dan pengakuan terhadap tradisi yang berbeda,” ujarnya.
Suhadi juga menekankan bahwa relasi antara Indonesia dan Cina, baik melalui Jalur Sutra maupun Jalur Rempah, hanya dapat berkembang dalam suasana damai dan beradab. “Kolaborasi peradaban tidak bisa berjalan sendiri. Ini menjadi fondasi penting bagi kedua negara,” katanya.