Menteri ESDM Sebut Dunia Sekarang Butuh Green Energy dan Industry
Ke depan, keberlangsungan pembangunan yang berorientasi pada lingkungan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia terus menyinggung standar yang menjadi kebutuhan dunia saat ini. Hal itu terkait dengan tuntutan agar kondisi lingkungan yang lebih hijau.
Secara global, kata dia, semua negara berproses menuju ke sana. Hal itu juga berlaku di berbagai aktivitas. Termasuk yang paling disorot adalah di kawasan industri.
"Ada beberapa hal yang terkait dengan kondisi bangsa kita. Yang pertama, hari ini semua berbicara tentang green energy dan green industry," kata Bahlil saat menjadi pembicara di Acara Anugerah ESG Republika 2024 di Hotel Westin, Jakarta Selatan, Kamis (19/9/2024) sore WIB.
Menurut dia, semua itu perlu dituju karena orientasi ke depan tentang aspek keberlanjutan. Dia mengakui, di lingkungan Kementerian ESDM banyak sekali bersentuhan dengan isu energi baru terbarukan (EBT).
Bahlil menyebut, ada sejumlah aktivitas operasi di bawah pengawasannya yang bisa dimaknai 'merusak lingkungan'. Baik itu pertambangan, penggunaan energi fosil, batubara, dan sebagainya.
Bukan berarti, sambung dia, pemerintah dan berbagai stakeholder terlelap dengan kondisi seperti itu. Kini pemerintah terus menggalakkan upaya menuju transisi energi. Sehingga nantinya ada masa, dunia dan Indonesia secara khusus lebih mengutamakan untuk menggunakan EBT.
"Saya pikir bahwa tidak ada pilihan lain. Ke depan, keberlangsungan pembangunan yang berorientasi pada lingkungan, itu harus kita jadikan bagian penting," ujar Bahlil.
Menurut mantan kepala BPKM itu, manfaat dari kebijakan menggunakan EBT bakal dirasakan generasi mendatang. Indonesia mempunyai target besar pada 2060 atau lebih cepat bisa mewujudkan net zero emission (NZE).
Bahlil bersyukur, Indonesia mempunyai sumber daya alam melimpah. Potensi EBT di negeri ini juga sangat besar. Khusus geothermal saja, sambung dia, potensinya sekitar 40 persen dari total cadangan bumi atau setara 26 gigawatt (GW).
Hal itu yang harus dimaksimalkan demi mendukung proses transisi energi. "kita baru produksi geothermal hanya sekitar 1,6 GW, jadi masih gede sekali," ujar Bahlil. Dia pun Republika menggelar acara apresiasi untuk perseroan yang peduli lingkungan. Dia mengucapkan selamat kepada BUMN dan perusahaan swasta yang mendapat penghargaan Anugerah ESG Republika 2024.