Daya Beli Masyarakat yang Sedang Turun Dinilai Saat Tepat Naikkan Cukai dan Harga Rokok
Dengan naiknya harga rokok, masyarakat bisa alihkan pengeluaran untuk hal bermanfaat.
REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Abdillah Ahsan mengatakan bahwa kondisi daya beli masyarakat yang tidak stabil atau menurun, merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan tarif cukai dan harga rokok guna menekan jumlah orang berhenti merokok. Dengan harga yang ditingkatkan pada saat kondisi tersebut, masyarakat justru dapat berpikir untuk menggunakan dana yang tadinya dibelikan untuk rokok dapat dialihkan ke hal-hal yang lebih bermanfaat.
“Kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat yang rendah merupakan waktu yang ideal untuk meningkatkan harga jual rokok, agar yang mengkonsumsi rokok menurun. Ini sebenarnya tujuan naiknya tarif cukai,” kata Abdillah Ahsan dalam sebuah diskusi, Jumat (20/9/2024).
Dari data yang disampaikan oleh Abdillah Ahsan, kenaikan cukai atas konsumsi dan produksi rokok di Indonesia sangat berpengaruh besar. Sehingga, para pengambil kebijakan tidak termakan oleh para pengusaha rokok di Indonesia.
“Idealnya itu adalah tarif naik, harga naik, kemudian konsumsinya turun dan penerimaan negara naik,” jelas dia.
Hingga saat ini, perokok aktif yang ada di Indonesia memiliki jumlah yang cukup banyak dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura. Di Indonesia sebanyak 37,9 persen dari total populasi sebesar 270 juta jiwa. Angka tersebut memasukkan nama Indonesia, menjadi negara nomor 13 dengan konsumsi rokok terbanyak di seluruh dunia.
Degan banyaknya konsumsi perokok di Indonesia, serangan dari penyakit yang dihasilkan dari konsumsi rokok aktif dan pasif juga menghantui masyarakat Indonesia, seperti jantung, kanker hingga stroke. Hingga saat ini, masyarakat muda yang ada di Indonesia sudah dekat dengan sakit jantung akibat konsumsi makanan yang tidak sehat, gaya hidup tidak baik hingga konsumsi rokok yang berlebihan.
Bahkan, tingkat kematian yang disebabkan konsumsi rokok sebanyak 8 juta orang setiap tahun. Sebanyak 7 juta orang yang meninggal merupakan perokok aktif, sedangkan 1,2 juta sisanya merupakan perokok pasif.
Senada, Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes RI, Benget Saragih mengatakan, menaikkan harga cukai tembakau merupakan upaya positif untuk menyelamatkan kesehatan masyarakat Indonesia dari dampak konsumsi rokok yang berlebihan akibat harga murah dan akses mudah untuk mendapatkannya.
“Urgensi menaikkan cukai ini kan untuk mencegah kemudahan masyarakat mendapatkan rokok, rokok batangan, harga rokok yang masih terlalu murah di Indonesia,” kata Banget dalam diskusi yang sama.
Sehingga, Kemenkes perlu menjaga kualitas kesehatan masyarakat dengan cara memperluas cakupan yang nantinya bisa menyulitkan masyarakat Indonesia dalam memiliki hingga mengkonsumsi rokok secara berlebihan. Oleh karena itu, peraturan dan juga kebijakan untuk menaikkan harga rokok melalui meningkatnya tarif bea cukai penting digalakkan demi menyelamatkan generasi muda untuk menyongsong Indonesia Emas pada 2045 nanti.
“Kami rekomendasikan yang pertama adalah kita mengurangi akses rokok dengan menaikkan cukai, menyederhanakan hasil tembakau, konsisten melalui kebijakan peningkatan cukai,” ujar Banget.
Sehingga target pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan. Salah satu tujuan utama dari peraturan ini adalah meningkatkan layanan promotif dan preventif untuk mencegah masyarakat jatuh sakit.
Hal tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi jumlah perokok aktif di bawah usia 21 tahun, melalui berbagai kebijakan yang kongkret baik dari segi fiskal maupun nonfiskal yang harus terus digalakkan kedepannya.
“Jadi kalau kita membuat target 2025-2029 sesuai dengan PP 28 tahun 2024, kita akan menurunkan prevalensi rokok usia 21 tahun ke bawah ini perlu kebijakan baik itu nonfiskal dan fiskal ini harus berjalan,” ucap dia.
Kampanye antirokok
Sebelumnya, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dr. Mega Febrianora, Sp.JP(K), FIHA, FAPSC, CRFC mengemukakan bahwa kampanye anti rokok bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah bertambahnya perokok khususnya di kalangan remaja. “Coba buat campaign baru, misalnya, 'Keren tanpa merokok' dan itu dilakukan oleh para remaja," kata Mega dalam sebuah diskusi yang digelar Kemenkes belum lama ini.
Mega menilai, metode dengan melarang atau hanya sekadar memberitahukan dampak negatif rokok tak cukup efektif untuk mencegah para remaja mencoba rokok. Bahkan, banyak remaja yang umumnya semakin dilarang maka rasa ingin tahunya akan semakin tinggi.
Karena itu, membuat kampanye atau tren baru tentang hidup tanpa rokok dapat menjadi cara yang bisa dicoba. Selain itu, sekolah dan keluarga juga memiliki peranan yang besar dalam mendukung remaja untuk tidak merokok.
Apabila seorang remaja hidup di lingkungan yang menormalisasi kebiasaan merokok, maka akan lebih sulit untuk membuat remaja tak mencoba rokok. Hal ini justru akan membentuk pola pikir bahwa merokok adalah sebuah kebiasaan yang wajar, apalagi di kalangan laki-laki.
Selain itu, Mega juga mengimbau kepada para remaja agar tak terjerumus dalam lingkaran pertemanan yang tidak sehat. Sebab saat ini, ada pula sebutan social smoker di kalangan generasi muda dan mereka hanya merokok saat sedang berkumpul dengan teman-teman demi harga diri.
"Masih banyak lingkungan pertemanan yang positif. Misalnya, sekarang lagi tren grup lari kan. Itu lebih sehat daripada ikut-ikutan tren merokok," kata Mega.
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif terus bertambah. Pada data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5 persen), diikuti usia 10-14 tahun (18,4 persen).
Mega menjelaskan, saat ini sudah terdapat pula beberapa peraturan baru yang diharapkan bisa menurunkan jumlah perokok di Indonesia. "Kita punya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Itu dikatakan bahwa usia minimal merokok dinaikkan dari 18 menjadi 21 tahun," kata Mega.