Menkeu Bawa Dua Kabar Berbeda Soal Ekonomi Global

Daya tahan negara-negara di Asia masih terjaga relatif moderat.

Tangkapan layar Instagram
Menkeu Sri Mulyani menyampaikan dua kabar berbeda mengenai situasi perekonomian global selama Agustus hingga September 2024. (ilustrasi)
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan dua kabar berbeda mengenai situasi perekonomian global selama Agustus hingga September 2024. Sri menyampaikan kabar gembira datang dari keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Fed yang memangkas Federal Funds Rate (FFR) atau suku bunga acuan 50 basis poin (bps).

Baca Juga


"Ini menimbulkan sentimen positif karena sudah ditunggu sejak lama, hal ini diikuti dengan penurunan inflasi AS sebesar 2,5 persen," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa edisi September 2024 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/9/2024).

Sri menyampaikan daya tahan negara-negara di Asia masih terjaga dengan baik dengan tingkat inflasi yang relatif moderat. Namun tren positif tersebut tidak terjadi di Cina yang masih mengalami pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 4,7 persen atau di bawah ekspektasi dengan tingkat konsumsi domestik yang lemah akibat krisis di sektor properti. 

"Di Eropa juga masih terjadi perkembangan kurang menggembirakan, ekonominya masih relatif stagnan meski inflasi sudah turun dibandingkan tahun lalu tapi inflasi jasanya masih relatif tinggi," ucap Sri. 

Sri menyampaikan kabar kurang menggembirakan yang masih terjadi adalah persoalan geoplitik akibat memanasnya tensi antara Rusia dengan Ukraina maupun konflik di timur tengah. Sri menilai eskalasi ini dapat menjadi bom waktu bagi perkembangan perekonomian global. 

"Penurunan FFR memberikan sentimen positif, tapi kalau geopolitik ini tidak, sentimennya masih negatif," sambung Sri. 

Sri menyampaikan Indonesia perlu mewaspadai ketidakpastian ekonomi global tersebut yang bisa berdampak terhadap pelemahan kinerja ekspor dan perdagangan, fluktuasi harga komoditas, tantangan bagi sektor manufaktur. Selain itu, potensi dampak yang bisa terjadi ialah volatilitas terhadap pasar keuangan domestik hingga penurunan investasi. 

"Kita berharap operasi APBN hingga akhir tahun dapat memberikan momentum dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Sri. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler