Imam Marcellus 'Khalifah' Williams Terancam Dieksekusi Hari Ini

Imam keturunan Afrika-Amerika akan disuntik mati, meski bukti DNA ia tak bersalah.

Republika.co.id
Imam Marcellus 'Khalifah' Williams (55 tahun), terancam dieksekusi hari ini, padahal bukti terbaru menunjukkan ia tak bersalah.
Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, MISSOURI -- Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), organisasi advokasi dan hak-hak sipil Muslim terbesar di Amerika Serikat (AS), terus berupaya menghentikan eksekusi terhadap Imam Marcellus 'Khalifah' Williams (55 tahun), yang dijadwalkan berlangsung di Missouri pada Selasa (24/9/2024) waktu setempat. Lebih dari 35 ribu orang telah menandatangani seruan aksi dari CAIR. 

Baca Juga


CAIR pun menetapkan target baru yakni 50 ribu panggilan dan pesan kepada Gubernur Missouri Mike Parson untuk mendesaknya agar menghentikan eksekusi dan mengubah hukuman Williams. CAIR ingin menggerakkan 50 ribu suara aspirasi pubik yang menyerukan keadilan, dengan mengajak masyarakat untuk bertindak sebelum terlambat.

Imam Williams terus bersikukuh bahwa dirinya tidak bersalah. Hal itu didukung bukti DNA penting yang tidak cocok dengannya terkait kasus yang menjeratnya. Hal itu telah menimbulkan kekhawatiran serius tentang keadilan dalam putusan pengadilan..

Dengan adanya bukti baru yang signifikan dan keprihatinan publik yang meluas, CAIR mendesak Gubernur Parson untuk segera bertindak guna memastikan bahwa kesalahan yang tak dapat diperbaiki, yaitu hukuman mati, tidak sampai terjadi. CAIR mengingatkan Gubernur Parson untuk tidak sampai mengeksekusi Imam dengan bukti terbaru.

"Tidak dapat diterima jika eksekusi dilanjutkan ketika ada bukti kuat tentang ketidakbersalahan. Gubernur Parson memiliki kekuatan untuk mencegah eksekusi yang salah, dan kami mengajak semua orang untuk bergabung dalam aksi mendesak ini," kata Wakil Direktur Nasional CAIR, Edward Ahmed Mitchell dalam laman resmi organisasi.

"Tidak ada seorang pun yang seharusnya dihukum mati ketika masih ada keraguan mengenai kesalahan, terutama dalam kasus yang penuh dengan bias rasial dan kegagalan sistemik," ucap Mitchell menambahkan.

Kasus Williams telah menarik perhatian publik secara luas terkait kesenjangan rasial dalam kasus hukuman mati dan potensi terjadinya vonis salah, terutama bagi orang-orang kulit berwarna di AS. Williams adalah seorang Muslim keturunan Afrika-Amerika yang menjabat sebagai imam di unit penjara tempatnya saat ini ditahan di Bonne Terre, Missouri.

Dia dijadwalkan akan dieksekusi dengan cara suntikan mematikan di penjara negara bagian. Hal itu dilakukan setelah pengadilan setempat menolak permintaan jaksa wilayah untuk membatalkan vonis mati berdasarkan bukti DNA yang membebaskannya dan kesalahan konstitusional pada persidangan 1998.

Bukti DNA terbaru...

Pengujian DNA terbaru "secara tegas membebaskan" Williams sejak 2017, ketika Gubernur Eric Greitens saat itu memblokir eksekusinya. Gubernur Greitens berpegang hasil tes DNA terbaru yang menunjukkan adanya individu yang tidak teridentifikasi pada senjata pembunuhan.

Jaksa Wilayah S Louis, Wesley Bell, mengajukan mosi untuk membatalkan vonis Williams setelah hasil pengujian DNA baru mengungkapkan, senjata yang diduga digunakan dalam pembunuhan tersebut telah disalahgunakan selama persidangan. Hal itu membuktikan jika bukan Williams pelaku pembunuhan.

Meskipun ada bukti baru dan kesalahan konstitusional yang jelas dalam kasusnya, Hakim Bruce Hilton menolak permintaan jaksa untuk membatalkan vonis dan hukuman mati bagi Williams. Mahkamah Agung Missouri tetap melanjutkan hukuman sesuai tanggal eksekusi, setelah terjadi pergantian gubernur dari Greitens ke Parson.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler