SGAR Resmi Beroperasi, Dirut MIND ID Pastikan tak Lagi Impor Alumina
SGAR akan memberikan dampak signifikan terhadap penghematan devisa negara.
REPUBLIKA.CO.ID, MEMPAWAH -- Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, kini resmi beroperasi dan membawa harapan besar bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada impor alumina. Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, memastikan beroperasinya SGAR akan memberikan dampak signifikan terhadap penghematan devisa negara, serta memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi industri dalam negeri.
"Indonesia saat ini mengkonsumsi sekitar 1,2 juta ton aluminium setiap tahun, dengan lebih dari setengahnya masih harus diimpor dari luar negeri, termasuk dari Australia," jelas Hendi saat ditemui di Mempawah, Selasa (24/9/2024).
Hendi mengatakan Presiden sudah berkali kali menekankan hilirisasi. Termasuk melalui proyek SGAR, akan memungkinkan Indonesia menghemat devisa dan memberikan nilai tambah pada sektor industri.
"Dengan produksi aluminium di dalam negeri, kita tidak hanya akan menghemat devisa, tetapi juga menciptakan multiplier effect yang sangat besar. Aluminium merupakan bahan baku utama bagi banyak industri, sehingga potensinya masih sangat luas," tambah Hendi.
Terkait dengan ketersediaan bahan baku, Hendi menjelaskan bahwa potensi cadangan bauksit di Kalimantan Barat masih mencukupi untuk jangka panjang. "Dari perhitungan kami, cadangan bauksit yang ada saat ini masih cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 19 tahun ke depan. Namun, kami tidak tinggal diam. Kami terus memastikan agar cadangan ini tetap terjaga dengan menggantinya melalui penambangan yang berkelanjutan." kata Hendi.
Melihat ke depan, Hendi menegaskan bahwa prioritas utama MIND ID adalah memenuhi kebutuhan aluminium dalam negeri. "Visi kami adalah memastikan pasar domestik terpenuhi terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan pasar luar. Dengan begitu, kita bisa menghentikan impor aluminium dan memfokuskan produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," ujarnya.
Namun, ia juga mencatat bahwa hal ini tergantung pada tingkat konsumsi di masa mendatang. "Jika konsumsi domestik stabil, kami berharap bisa sepenuhnya menghilangkan impor dan menjadi mandiri dalam hal produksi aluminium," kata Hendi.