Fenomena Mantab di Kelas Menengah, Tabungan Tergerus Kebutuhan Hidup
Fenomena makan tabungan terjadi karena meningkatnya biaya hidup.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perencana keuangan Rista Zwestika mengatakan, penghasilan pas-pasan dan habis memenuhi kebutuhan dasar membuat kelas menengah sulit untuk bertahan sehingga terjadilah fenomena makan tabungan atau "Mantab". Fenomena ini merupakan suatu keadaan yang mana masyarakat berbelanja melebihi dari pendapatan yang diterimanya, sehingga terpaksa untuk menggunakan tabungannya.
Akibatnya, jutaan warga kelas menengah di Indonesia rentan 'turun kasta' ke kelas menengah rentan hingga kelompok rentan miskin. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45 persen dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13 persen. Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas.
Faktor utama yang memengaruhi fenomena tersebut, yaitu meningkatnya biaya hidup, termasuk harga barang yang kian melonjak tidak sebanding dengan pertumbuhan pendapatan masyarakat kelas menengah. "Memang, tidak mudah menghadapi situasi ini, namun ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk bertahan dan memperbaiki kondisi," ujar Rista dalam keterangannya, dikutip Rabu (25/9/2024).
Pertama, jangan pernah berpikir bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan hari ini. Karena, sesulit apapun masa depan harus tetap dipikirkan. Oleh karenanya, menyiapkan dana darurat dan investasi kecil-kecilan bisa membantu di masa depan.
Kedua, selagi masih berdaya dan punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan maka kuatkan tekad untuk mulai serius mengatur keuangan dengan memiliki tabungan, proteksi dan investasi yang sepadan dengan tujuan dan harapan. Di tengah kondisi perekonomian yang tak menentu seperti saat ini, menurut Rista terdapat beberapa amalan yang bisa dilakukan yakni kesabaran atau delayed gratification.
"Jangan buru-buru puas, harus fokus sama tujuan besar di masa depan," tegasnya.
Seseorang harus bijak....
Ketiga, sambung Rista, seseorang harus bijak memahami waktu untuk terus belajar atau mencari peluang yang bisa menambah pendapatan. "Perlu diingat, waktu yang dipakai untuk berkembang dan belajar tidak akan sia-sia. Pengorbanan kecil hari ini dilakukan untuk hasil besar di kemudian hari," ujarnya.
"Mulai sekarang lakukan dari hal kecil-kecilan saja dulu. Prioritaskan hidup yang diimpikan, keuangan lebih sehat, hidup lebih terarah dan akhirnya bisa naik kelas bukan turun," tambahnya.
Sebelumnya, Direktur BCA Santoso mengamini adanya fenomena "Mantab" di nasabah kelas menengah. Hal ini tecermin dari angka pertumbuhan rerata saldo yang cenderung merosot.
"Kami lihat tantangannya di menengah bawah, itu karena jumlah average balance mereka relatif tidak banyak tumbuh. Bahkan di segmen-segmen tertentu adalah average-nya cenderung lebih rendah 6 bulan terakhir,” katanya dalam konferensi pers Gebyar Hadiah BCA 2024 di Jakarta, Senin (23/9/2024).
“Mungkin juga ada yang terkena PHK. Atau mungkin bisnisnya lagi sepi. Jadi, memang itu adalah realita,” tambah Santoso.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pertumbuhan kredit industri perbankan sebesar 12,4 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp 7.515 triliun per Juli 2024. Secara bulanan, portofolio kredit perbankan tumbuh 0,48 persen yoy, melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni 1,39 persen yoy. Pertumbuhan kredit per Juli 2024, ditopang oleh capaian dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 8.687 trilun, naik 7,72 persen yoy. Secara bulanan DPK mengalami kontraksi sebesar 0,4 persen. Kendati pertumbuhan DPK melambat, likuiditas bank masih dalam level yang memadai. Rasio alat likuid terhadap noncore deposit (AL/NCD) sebesar 109,20 persen dan alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) 24,57 persen. Kedua indikator likuiditas tersebut mengalami penurunan secara tahunan.