Apa yang Janggal dari Perang Israel VS Hizbullah? Ya, Israel Sembunyikan Kerugiaannya

Israel menyembunyikan dampak serangan Hizbullah

AP Photo/Mohammed Zaatari
Orang-orang dengan menggunakan kendaraan terjebak kemacetan ketika hendak melarikan diri dari dari serangan usara Israel di jalan raya penghubung kota Beirut, di selatan kota pelabuhan Sidon, Lebanon, Selasa (24/9/2024).
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM— Israel telah menerapkan sensor militer yang ketat untuk menyembunyikan kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh garis depan Israel di bagian utara sejak Hizbullah melancarkan Operasi Pembalasan Terbuka (al-Hisab al-Maftuh), pada saat pemerintah Israel dan media-media mereka dengan sengaja menyoroti serangan-serangan yang dilancarkan oleh tentara Israel di Lebanon selatan dan pinggiran selatan Beirut.

Baca Juga


Tidak seperti di garis depan dengan Jalur Gaza, di mana IDF mengizinkan publikasi kerugian dan kerusakan sipil dan militer yang disebabkan oleh tembakan roket Hamas dan serangan faksi-faksi perlawanan Palestina - Israel menolak untuk mengungkapkan kerugian akibat pengeboman Hizbullah.

Gunting sensor

Di depan gunting sensor militer Israel, perilaku dan perkembangan perang di front utara menunjukkan bahwa Hizbullah memiliki intelijen yang tampaknya lebih unggul, dan tidak kalah dalam hal kapasitas dan aktivasi dengan dinas intelijen tentara Israel, menurut pembacaan para analis politik dan peneliti urusan Israel.

Para analis sepakat bahwa ada perbedaan kemampuan dan persenjataan antara Hamas dan Hizbullah, yang menunjukkan keunggulan intelijen dalam perang, sebuah keunggulan yang mengarah pada hasil yang sangat penting, yaitu masalah menantang apa yang disebut sebagai “pikiran Israel yang tak terkalahkan.”

Perkiraan para analis menunjukkan bahwa aparat intelijen Hizbullah lebih unggul, bukan lebih rendah, daripada badan intelijen IDF.

Para analis memperkirakan bahwa badan intelijen Israel, yang selalu membanggakan diri sebagai negara yang unggul secara regional dan global serta berperang di mana-mana, mengadopsi metode kontrol militer pada tahap ini untuk meminimalkan dampak kekalahan, di hadapan intelijen lain, Hizbullah, yang lebih baik dalam merencanakan, mengakses informasi, dan mengarahkan serangan di waktu yang tepat.

Pukulan telak

Peneliti urusan Israel, Antoine Shalhat, meyakini bahwa sejak dimulainya eskalasi di front utara, kontrol militer yang lebih ketat telah diberlakukan terhadap perkembangan peristiwa-peristiwa di dalam negeri Israel, dan kekuatan telah digunakan pada dua tingkat: Yang pertama adalah eksternal, tercermin dalam genosida di Gaza dan upaya untuk memindahkannya ke Lebanon, dan tingkat kedua adalah internal, memberlakukan sensor terhadap berita, fakta, dan kebebasan berpendapat.

Dia menjelaskan kepada Aljazeera.net bahwa pemberlakuan sensor militer semakin memburuk dengan meletusnya perang di Lebanon dan dimulainya operasi militer, yang oleh tentara penjajah disebut “Panah Utara”, dibandingkan dengan apa yang berlaku di front depan perang di Gaza, sebagai upaya untuk membuat perbedaan pada tahap saat ini di front utara.


Peneliti urusan Israel itu menekankan bahwa ada banyak perkembangan, kerugian dan kerusakan yang disembunyikan di front utara, setelah pukulan berat yang ditimpakan kepada Israel selama putaran eskalasi dengan Hizbullah.

Shalhat mengaitkan pemberlakuan dan pengetatan kontrol dengan keberhasilan perlawanan di garis depan dengan Lebanon dalam membangun sabuk keamanan di dalam wilayah dan wilayah yang berada di bawah kendali Israel, untuk pertama kalinya sejak peristiwa Nakbah, yang merupakan pukulan bagi doktrin keamanan Israel, yang mengandalkan prinsip “memindahkan pertempuran ke tanah musuh,” sementara dalam perang ini pertempuran terjadi di arena Israel sendiri.

Dia tidak mengecilkan..

Dia tidak mengecilkan jumlah korban jiwa dan kerusakan harta benda di pihak Lebanon sebagai akibat dari serangan Israel, namun ia menekankan bahwa “sebuah realitas baru yang belum pernah terjadi sebelumnya telah muncul di wilayah Israel utara dengan mengungsinya hampir 100 ribu warga Israel.

Peneliti urusan Israel ini menunjukkan bahwa daerah perbatasan dan kota-kota yang menjadi saksi pengungsian warga Israel benar-benar hancur, dan kehidupan serta siklus ekonomi telah berhenti sama sekali, dan kota-kota yang dievakuasi dari penduduknya saat Hizbullah memperluas jangkauan tembakan roket telah mengalami kerusakan dan kerugian, sementara kebenaran tentang apa yang terjadi di sana disembunyikan.

Shalhat mengatakan bahwa Israel menyoroti apa yang terjadi di Lebanon dalam upaya untuk memperkuat euforia dalam opini publik Israel setelah pencapaian taktis yang dipromosikan oleh tentara dan tingkat politik.

Menurut dia, menjelaskan perilaku Israel ini dengan mengatakan bahwa pengetatan kontrol ini terutama disebabkan oleh persenjataan Hizbullah yang berkali-kali lipat lebih besar daripada persenjataan Hamas, di samping apa yang telah terbukti selama perang bahwa Hizbullah memiliki informasi intelijen di situs-situs Israel, di saat Tel Aviv membanggakan bahwa mereka memiliki dua persenjataan terbaik di dunia: angkatan udara dan intelijen, di samping sistem pertahanan.


Kondisi psikologis

Penulis dan analis politik Amir Makhoul mengaitkan perilaku Israel yang memperketat pengawasan untuk mengaburkan daftar target, serta untuk memperkuat kondisi psikologis warga Israel, terutama karena Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berusaha keras untuk mempromosikan bahwa Hizbullah merupakan ancaman eksistensial bagi Israel, untuk membenarkan Perang Lebanon Ketiga.

BACA JUGA:  Israel Larang Adzan Berkumandang di Masjid Ibrahimi Sudah Lebih dari 8 Hari

Makhoul, seorang peneliti di Pusat Kebijakan Kemajuan Arab, mengatakan kepada Aljazera.net bahwa ancaman ini tidak ada dalam pola pikir Israel sebelum 7 Oktober 2023, sehingga mempromosikannya pada tahap ini adalah upaya Netanyahu untuk menunjukkan kepada masyarakat Israel bahwa Hizbullah sedang dihalangi dan kemampuan militernya sedang dirusak, dengan tujuan untuk mengkonsolidasikan hal ini dalam pola pikir Israel.

 

Dia juga percaya bahwa dengan memperketat kontrol atas jalannya perang, Israel percaya bahwa faktor psikologis sangat penting untuk meningkatkan moral masyarakat Israel melalui penyembunyian dan pengaburan fakta-fakta dan realitas yang dihadapi front terdepan di utara.

Dia menunjukkan bahwa dengan perilaku ini, Israel sengaja berusaha menyoroti serangan-serangannya di Lebanon dan target-target serta pembunuhan yang dilakukannya, yang telah menargetkan para pemimpin politik dan militer Hizbullah, dan untuk mengkonsolidasikan adegan-adegan pengungsian warga Lebanon terhadap isu pengungsian warga Israel dari kota-kota di utara, dan untuk menciptakan sebuah jalur keamanan yang kosong dari warga sipil di Lebanon selatan.

Makhul memperkirakan...

Makhoul memperkirakan bahwa dengan memperketat pengawasan IDF dan menyembunyikan kemajuan dan perkembangan pertempuran serta realitas lapangan, sebagian besar wilayah yang menjadi sasaran rudal Hizbullah adalah wilayah militer, dan oleh karena itu secara implisit tunduk pada pengawasan.

Analis politik menunjukkan bahwa apa yang membantu menyembunyikan kerugian penembakan Hizbullah adalah pendekatan media Israel, yang hidup dalam keadaan “euforia” seperti dalam setiap perang, dan menahan diri untuk tidak mengajukan pertanyaan yang sulit, terutama karena perang di Lebanon menikmati konsensus peta politik Israel pada tahap ini.

Sumber: aljazeera

Persenjataan Hizbullah - (CSIS)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler