Viral Video RPH Pegirian Surabaya, LPPOM MUI: Hati-hati Masih Ada RPH tak Sesuai Syariat

Saat ini di Indonesia ada 204 RPH yang sudah memiliki sertifikat halal

Dok Istimewa
RPH Pegirian. Saat ini di Indonesia ada 204 RPH yang sudah memiliki sertifikat halal
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Beredarnya video tata cara pemotongan hewan di Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirian, Surabaya yang menggunakan pemingsanan. Berawal dari video viral tersebut, sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan tanggapan.

Baca Juga


Terkait masih adanya RPH yang belum bersertifikat halal, apakah masyarakat Muslim Indonesia perlu khawatir? Menjawab pertanyaan tersebut, Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Muti Arintawati mengatakan, masyarakat dalam memilih daging harus berhati-hati karena masih ditemukan adanya RPH yang proses penyembelihannya tidak sesuai syariat Islam.

"Kehalalan daging dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat halal," kata Muti kepada Republika.co.id, Jumat (27/9/2024).

Muti menjelaskan, saat ini di Indonesia ada 204 RPH yang sudah memiliki sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), data per September 2024 pada sumber Sihalal BPJPH. Sejumlah 202 RPH di antaranya diaudit oleh LPPOM MUI.

Mengenai apa solusi agar RPH bersertifikat halal? LPPOM MUI mendorong upaya pemerintah untuk menyelesaikan sertifikasi halal di sektor hulu, terutama RPH. Jika itu sudah terpenuhi, maka pelaku usaha yang menggunakan bahan baku di hulu pun akan lebih mudah menghasilkan produk halal (end product).

"Selain itu, penting untuk melakukan edukasi secara masif kepada RPH terkait persyaratan penyembelihan serta pentingnya pelatihan dan uji kompetensi untuk pemenuhan kebutuhan Juleha (Juru Sembelih Halal). Jika itu terpenuhi, maka sertifikasi halal RPH menjadi lebih mudah," ujar Muti.

Muti mengatakan, untuk mendorong terwujudnya halal dari hulu, pada 2023, LPPOM MUI mengadakan Festival Syawal bertajuk “Jaminan Halal Dimulai dari Hulu” sebagai bentuk kepedulian LPPOM MUI terhadap kehalalan produk yang beredar di Indonesia, dimulai dari sumber awal rantai produksi halal, yakni pemotongan daging.

BACA JUGA: Berdoa Agar Allah SWT Membalas Orang yang Menzalimi Kita Boleh, Asalkan…

Acara tersebut diikuti oleh 2.282 peserta Bimbingan Teknis dan 30 Rumah Potong Hewan yang sedang dalam proses sertifikasi. Harapannya, kegiatan ini memicu pasokan daging halal dan kesadaran sertifikasi halal untuk RPH atau Rumah Potong Unggas (RPU) di seluruh Indonesia.

"Sudah ada standar penyembelihan Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal dan SNI 99003:2018 tentang Pemotongan Halal Hewan Ruminansia yang bisa menjadi referensi bagi RPH untuk memenuhi persyaratan sertifikasi halal," ujar Muti.

Halaman selanjutnya ➡️

Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh angkat bicara menanggapi beredarnya video tata cara pemotongan hewan di RPH Pegirian, Surabaya yang menggunakan pemingsanan dan penjelasan Dirut RPH yang justru malah menegur orang yang memvideokan aktivitas tersebut.

Kiai Niam mengatakan penjelasan yang disampaikan Dirut RPH Pegirian belum menjawab inti masalah yang muncul dengan beredarnya video ini. Peredaran video ini justru bisa jadi hikmah untuk menelusuri lebh jauh proses penyembelihan yang selama ini terjadi.

“Tidak justru mempermasalahkan mengapa video beredar,” kata dia dikutip dari MUI Digital, Rabu (25/9/2024).

Dia mengingatkan perlu ada penjelasan dan atau pemeriksaan secara lebih utuh, agar tidak simpang siur dan menimbulkan keresahan.

Terkait dengan proses penyembelihan yang ada di video tersebut, Kiai Niam menjelaskan video tersebut memunculkan beberapa kesimpulan yaitu proses pemingsanan menggunakan captive bolt stunner, alat pemingsanan dengan model penembakan ke otak sapi. Alat ini Ada beberapa jenis, ada yang menggunakan penetrasi dengan peluru, ada yang non-penetratif, menggunakan tekanan udara ke sasaran.

Kiai Niam menambahkan, dalam video yang sama tidak tampak jenis alat pemingsanannya, apakah penetratif atau non-penetratif. Tinggal ditelusuri lebih jauh, apakah dia jenis penetratif atau non-penetratif.

BACA JUGA: Israel Larang Adzan Berkumandang di Masjid Ibrahimi Sudah Lebih dari 8 Hari

Jika penetratif, kata dia, sangat potensial menyebabkan otak cedera permanen dan/atau kematian sapi. Jika sapi tidak disembelih tetap akan mati. Jika itu yang terjadi, maka tidak sesuai dengan standar fatwa halal.

Sedangkan jika non-penetratif, perlu dilihat seberapa besar tekanan diberikan, sehingga akan memberikan dampak yg beragam pada hewan, ada yang sekadar pingsan dan bisa pulih kembali jika tidak disembelih, ada yang hidup tapi cedera permanen, dan ada yang mati tanpa disembelih.

“Aman tidaknya, sangat tergantung pada tekanan udara dari peluru, dan keahlian operator,” ujar dia.

Halaman selanjutnya ➡️

Sementara, kata dia, ketentuan yang dibolehkan, sesuai fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal, jika penyembelihan didahului dengan stunning (pemingsanan) maka proses stunning hanya menyebabkan pingsan sementara, dan seandainya tidak disembelih dia akan kembali pulih serta hidup kembali.

Kesimpulan selanjutnya dalam gambar, kata Kiai Niam, tampak sapi langsung pingsan serta tidak bergerak. Tetapi belum bisa dinilai apakah dia sekadar pingsan dan hidup kembali normal dalam beberpa waktu (biasanya 2 menitan), cedera permanen, atau mati meski tanpa disembelih.

Dalam penjelasan lisan pada gambar, petugas tidak memiliki keahlian khusus mengoperasikan alat stunning sehingga potensial menyebabkan sapi cedera permanen dan/atau kematian jika tdak disembelih. “Tapi perlu juga dilihat kepastiannya, apakah hal itu bercanda atau benar begitu adanya,” ujar dia.

Kiai Niam menggarisbawahi alat stunning dengan captive bolt stunner, model seperti yang terlihat dalam video viral tersebut di beberapa negara sudah ditinggalkan, seperti Selandia Baru.

Sebagai alternatif digantikan dengan yang model pnuematic (menggunakan tekanan angin) atau elektrik, relatif lebih aman dari sisi syari, hanya menyebabkan shock hewan, pingsan sementara.

Karenanya, kata Kiai Niam, harus ada informasi utuh, tidak sepenggal, audit total oleh pemerintah dalam proses penyelenggaran penyembelihan hewan yang menggunakan alat captive bolt stunner untuk menjamin kehalalan daging yang beredar.

Secara internal, RPH juga berbenah untuk memastikan proses penyembelihannya sesuai dengan ketentuan syari. MUI secara khusus akan melakukan pendalaman praktik penyembelihan, khususnya yang menggunakan stunning, dan kesesuaiannya dengan fatwa.

BACA JUGA: Ini Kalimat Singkat Nabi Adam Pertama Kali Sesaat Setelah Dihidupkan Allah SWT

Lebih lanjut dia menjelaskan ketentuan Fatwa MUI tentang Standar Penyembelihan Halal mengatur bahwa stunning (pemingsanan) untuk mempermudah proses penyembelihan hewan hukumnya boleh, dengan syarat:

  1. Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen
  2. Bertujuan untuk mempermudah penyembelihan
  3. Pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan
  4. Peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya tiga syarat di atas
  5. Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli.        

Sumber: mui.or.id

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler