Iran akan Anggap Musuh, Negara yang Berani Buka Ruang Udaranya untuk Israel
Menlu Iran berharap tidak ada negara di kawasan yang memberikan izin udara ke Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan, otoritas Iran akan menganggap negara mana pun yang memberikan ruang udaranya kepada Israel sebagai musuh. Araghchi pun berharap tidak ada negara di kawasan yang memberikan izin udaranya dilalui pesawat tempur Israel.
"Lebih dari 90 persen rudal kami berhasil mencapai target dan tidak dapat dicegat. Kami sudah memberi tahu perwakilan negara lain bahwa kami akan menganggap (musuh) siapa pun yang memberikan ruang udara mereka kepada Israel," kata Araghchi seperti dilansir oleh kantor berita Iran, SNN.
Pada Senin (30/9/2024), Israel mengumumkan dimulainya operasi militer darat yang "terbatas" di Lebanon selatan, dengan laporan bahwa tidak ada rencana untuk menduduki wilayah negara tersebut secara permanen. Sejak pekan lalu, Angkatan Udara Israel telah melakukan serangan besar-besaran terhadap target-target gerakan Lebanon, Hizbullah, di berbagai lokasi di negara tersebut.
Hizbullah telah merespons dengan peluncuran rudal, yang terutama menargetkan Israel utara, tetapi jangkauan serangan tersebut telah meningkat secara signifikan dalam beberapa hari terakhir. Pada Selasa, Iran meluncurkan beberapa ratus rudal balistik ke arah Israel sebagai respons terhadap pembunuhan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, pemimpin politik gerakan Palestina Hamas Ismail Haniyeh, dan komandan senior Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Abbas Nilforoushan. Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyatakan bahwa pemerintahnya tidak mencari perang dengan Israel, tetapi akan menghadapi ancaman apa pun dengan tegas.
Berbicara di Doha, Qatar saat menghadiri KTT Dialog Kerja Sama Asia (ACD), pada Rabu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan bahwa Iran menginginkan perdamaian. Namun, Iran akan menanggapi dengan keras jika Israel membalas serangan rudal yang telah dilancarkan Teheran.
"Jika Israel balas menyerang, balasan kami akan lebih keras," ujar Pezeshkian.
"Kami sangat menentang pertumpahan darah. Kami selalu bilang; Kami ingin damai, kami ingin tenang. Kami tidak ingin terjadi pertumpahan darah di negara manapun. Namun, Israel mendesak kami melakukan ini," katanya, menambahkan.
Pezeshian menyoroti pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran oleh Israel, dengan mengatakan bahwa tindakan oleh rezim Zionis itu telah memaksa Iran untuk memberikan respons.
"Tidak ada negara atau pihak yang dapat menerima ini. Tidak ada wilayah yang dapat berkembang atau makmur di bawah bayang-bayang perang," katanya.
"Saya mengimbau kepada Barat: Tolong tarik Israel kembali, Anda menempatkan Israel di jantung wilayah ini. Anda juga ikut bertanggung jawab atas pertumpahan darah ini," lanjutnya.
Pezeshkian menyampaikan pula komitmennya untuk bekerja sama dengan Qatar mendorong keamanan dan stabilitas regional. Dia menggambarkan pembicaraan dengan Emir Qatar Sheihk Tamim bin Hamad Al Thani sangat membangun, bertujuan mencapai perdamaian regional dan dan kepentingan bersama, dan mengumumkan bahwa Iran-Qatar meningkatkan kerja sama dalam perdagangan, energi, dan keamanan.
Al Thani juga membahas ketegangan yang terjadi di kawasan. "Kami melihat bahwa meningkatnya ketegangan akan berdampak buruk bagi semua orang. Meredakan ketegangan ini adalah prioritas utama kami,” ucap Al Thani, sambil berdiri di samping Pezeshkian.
"Kami mencapai kesepakatan untuk membangun negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Solusi lain akan berakhir gagal," tambahnya.
Pezeshkian tiba di Doha pada pagi hari untuk kunjungan dua hari, yang pertama sejak menjabat pada Juni. Kunjungan presiden Iran tersebut dilakukan beberapa jam setelah Iran meluncurkan serangkaian rudal ke Israel pada Selasa, dengan Tel Aviv memperkirakan 180 misil menghantam daratan Israel.
Serangan rudal balistik Iran ke Israel tak menyebabkan korban jiwa, namun mengakibatkan kerusakan properti, dan penutupan wilayah udara Israel, dengan jutaan warga di wilayah Zionis tersebut bergegas mencari tempat berlindung. Iran menyatakan serangan tersebut merupakan balasan atas pembunuhan Haniyeh dan Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah oleh Israel, serta pembantaian yang dilakukan Tel Aviv di Jalur Gaza dan Lebanon.
Atas serangan itu, Israel bersumpah akan membalas pada waktu yang tepat dan menyebutnya eskalasi yang parah dan membahayakan. Namun, Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Rabu menegaskan bahwa ia tidak mendukung serangan apa pun oleh Israel terhadap fasilitas nuklir Iran.
"Jawabannya adalah tidak," ujar Biden ketika ditanya apakah dia mendukung serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran, sebelum menuju North Carolina.
Biden mengatakan bahwa Israel berhak membalas serangan Iran pada Selasa namun harus dilakukan secara proporsional. Biden mengatakan dia telah melakukan pembicaraan dengan para pemimpin G7 dan kelompok itu sedang menyusun pernyataan sebagai tanggapan atas serangan tersebut.
Gedung Putih mengatakan pernyataan Biden dan pemimpin G7 "dengan tegas" mengutuk serangan Iran.
"Presiden Biden menyampaikan solidaritas dan dukungan penuh AS kepada Israel dan rakyatnya, dan menegaskan kembali komitmen kuat AS terhadap keamanan Israel," kata pernyataan itu.