Israel tak Henti Memprovokasi, Presiden Iran Isyaratkan akan Beri Serangan Lebih Besar
Serangan rudal Iran pada Selasa (1/10/2024) merupakan respons atas kekejaman Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan, serangan rudal pada Selasa (1/10/2024) merupakan respons atas kekejaman yang terus dilakukan Israel. Ia mengingatkan bahwa kesalahan sekecil apa pun yang dilakukan Tel Aviv akan memicu balasan yang lebih kuat dan menghancurkan.
Pada Rabu (2/10/2024) malam, Pezeshkian bertemu dengan delegasi tingkat tinggi gerakan perlawanan Palestina, Hamas, di Doha, Qatar, bersamaan dengan kunjungan dua hari presiden Iran itu di Qatar. Pezeshkian menggambarkan pembunuhan kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran sebagai salah satu peristiwa paling menyakitkan dalam hidupnya.
Pezeshkian mengenang saat ia memeluk Haniyeh pada upacara pelantikannya, hanya untuk mengetahui beberapa jam kemudian tentang pembunuhan pengecut terhadap Haniyeh oleh rezim Israel.
Presiden Iran itu mengutuk kekejaman yang dilakukan oleh Israel di Gaza dan Lebanon, serta mengkritik kemunafikan Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang mengaku mendukung demokrasi dan hak asasi manusia, namun mendukung rezim Israel.
Merujuk pada Operasi Janji Sejati 2 pada Selasa malam, Pezeshkian menyebutkan bahwa Barat telah membuat janji-janji palsu kepada Iran untuk tidak membalas pembunuhan Haniyeh sebagai imbalan atas gencatan senjata di Gaza.
“Kelanjutan kekejaman yang dilakukan oleh rezim Israel telah memicu tanggapan tegas dari angkatan bersenjata Republik Islam Iran, dan tentu saja, rezim ini akan menerima balasan yang lebih kuat dan menghancurkan jika mereka melakukan kesalahan sekecil apa pun lagi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Presiden Iran menyerukan persatuan di antara negara-negara Muslim, memperingatkan bahwa kurangnya persatuan itu telah membuat rezim Israel semakin berani melakukan lebih banyak kejahatan terhadap rakyat Palestina dan Lebanon.
Israel menyerang rumah sakit secara brutal.. baca di halaman selanjutnya.
Israel tak henti secara brutal menyerang fasilitas kesehatan di Lebanon. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, 28 petugas kesehatan telah terbunuh dalam 24 jam terakhir di Lebanon.
"Banyak pekerja kesehatan tidak melapor untuk bertugas karena mereka menyelamatkan diri dari daerah tempat mereka bekerja karena pemboman," kata Tedros dalam konferensi pers, Kamis (4/10/2024).
"Kondisi sangat membatasi penyediaan manajemen trauma massal dan keberlangsungan layanan kesehatan," ujarnya menegaskan.
Ia mengatakan, 37 fasilitas kesehatan di Lebanon selatan telah ditutup. Sementara di Ibu Kota Beirut, tiga rumah sakit terpaksa mengevakuasi seluruh staf dan pasien, dan dua rumah sakit lainnya dievakuasi sebagian.
Lebih lanjut dia mengatakan, WHO terus bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Masyarakat Lebanon untuk mendukung manajemen trauma dan korban massal yang efektif di rumah-rumah sakit.
"Kami berencana untuk mengirimkan pasokan trauma dan medis dalam jumlah besar besok. Sayangnya, ini tidak mungkin dilakukan karena penutupan bandara Beirut yang hampir menyeluruh," ujar Tedros.
Tedros meminta semua mitra untuk memfasilitasi penerbangan guna mengirimkan "perlengkapan penyelamat yang sangat dibutuhkan" ke Lebanon.
"WHO menyerukan de-eskalasi konflik, agar layanan kesehatan dilindungi dan tidak diserang, agar rute akses diamankan dan persediaan dikirimkan, dan untuk gencatan senjata, solusi politik, dan perdamaian," kata dia.
Ia pun menyebut serangan Iran ke Israel adalah eskalasi berbahaya yang memiliki konsekuensi serius bagi Timur Tengah.