Setahun Genosida, Macron Hentikan Bantuan Senjata Prancis untuk Israel

Prancis sebelumnya memberikan bantuan senjata senilai jutaan dolar AS untuk Israel.

EPA-EFE/CHRISTOPHE PETIT
Para pengunjuk rasa memegang spanduk bergambar Emmanuel Macron, Joe Biden, dan Benjamin Netanyahu dengan tulisan, Membunuh Kemanusiaan dalam aksi bela-Palestina di Paris, Prancis, 5 Oktober 2024.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Sabtu menyerukan penghentian pengiriman senjata ke Israel di tengah kritik terhadap operasi militer di Gaza. Seruan ini baru dikeluarkan meski sejak belasan LSM sejak Februari lalu telah menyoroti bahwa bantuan senjata Prancis untuk Israel berpotensi digunakan melakukan genosida.

“Saya pikir prioritasnya saat ini adalah kita kembali ke solusi politik, bahwa kita berhenti mengirimkan senjata untuk berperang di Gaza,” kata Macron dalam wawancara dengan France Inter. Ia juga menegaskan bahwa Prancis tidak lagi mengirimkan senjata ke Israel.

Macron menyatakan keprihatinannya atas perang genosida Israel di Gaza, yang terus berlanjut, meskipun ada seruan berulang kali untuk gencatan senjata. “Saya pikir kami tidak didengarkan,” kata Presiden Prancis, sambil menambahkan, “Saya pikir (agresi militer Israel di Gaza) ini adalah sebuah kesalahan, termasuk demi keamanan Israel.”

Euro News melansir, Saat Macron berbicara, ribuan pengunjuk rasa pro-Palestina berkumpul di pusat kota Paris untuk menuntut diakhirinya perang di Gaza dan Lebanon. Macron juga dilaporkan menggarisbawahi pentingnya mencegah eskalasi di Lebanon, dan menyatakan bahwa “Lebanon tidak bisa menjadi Gaza baru.”

Komentar Macron tersebut memicu tanggapan cepat dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. “Saat Israel melawan kekuatan barbarisme yang dipimpin oleh Iran, semua negara beradab harus berdiri teguh di sisi Israel,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya.

“Namun, Presiden Macron dan para pemimpin Barat lainnya kini menyerukan embargo senjata terhadap Israel. Mereka memalukan.” Israel sedang berperang di beberapa front melawan kelompok-kelompok yang didukung oleh musuh bebuyutannya, Iran, tambah pernyataan itu.

Seruan Macron disampaikan setelah korban genosida oleh Israel di Gaza mendekati 42 ribu jiwa, kebanyakan anak-anak dan perempuan. Senjata-senjata dari Prancis diketahui ikut digunakan dalam genosida tersebut.

Menurut informasi yang dikumpulkan oleh Anadolu Agency, laporan ekspor senjata pada bulan Juli 2023 yang disampaikan kepada parlemen oleh Kementerian Pertahanan Prancis menunjukkan bahwa Prancis telah mengeluarkan sekitar 767 izin ekspor untuk Israel sejak 2015.

Selain itu, Prancis rata-rata menjual peralatan militer senilai 21,9 juta dolar AS ke Israel setiap tahun. Laporan tersebut menyatakan bahwa nilai peralatan militer yang dikirim dari Prancis ke Israel antara tahun 2013 dan 2022 mencapai 266 juta doalr AS. Selain itu, Prancis mengeluarkan izin ekspor untuk Israel senilai total 2,7 miliar dolar AS antara tahun 2014 dan 2022.

Dalam surat terbuka pada 20 Februari, Jean-Claude Samoullier, presiden Amnesty International Perancis, menyoroti risiko “genosida” di Gaza dan meminta Emmanuel Macron untuk menghentikan penjualan senjata ke Israel.

Pada bulan April, 11 LSM di Paris, termasuk Amnesty International, mengajukan kasus ke pengadilan untuk menghentikan penjualan senjata Prancis ke Israel, dengan alasan bahwa Israel menargetkan warga sipil di Gaza dan melanggar hak asasi manusia. Pada Mei, pengadilan sepenuhnya menolak permintaan organisasi-organisasi tersebut.

Saat ini, Amerika Serikat memberi Israel senjata senilai sekitar 3 miliar dolar AS setiap tahunnya. Pada bulan Mei, Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa tidak ada cukup bukti genosida untuk menghentikan pengiriman senjata ke Israel. Meskipun mereka menyatakan bahwa “menilai secara masuk akal” bahwa beberapa tindakan Israel mungkin tidak sejalan dengan standar hukum kemanusiaan. 

Demikian pula, Inggris mengumumkan pada September bahwa mereka menangguhkan ekspor senjata tertentu ke Israel, dengan alasan kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat berkontribusi terhadap pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler