Kalangan Akademisi UII Kritisi Putusan Hakim dalam Kasus Mardani Maming
Ketidakkonsistenan dinilai terjadi dalam penerapan hukum administrasi dan pidana.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Centre for Leadership and Law Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara bedah buku bertajuk “Mengungkap Kesalahan & Kekhilafan Hakim dalam Mengadili Perkara Mardani H. Maming” di Eastparc Hotel Yogyakarta, Sabtu (5/9/2024). Acara ini bertujuan untuk mengulas secara kritis putusan hakim dalam kasus yang melibatkan mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut.
Prof Romli Atmasasmita menegaskan bahwa hakim harus bersikap bijaksana, adil, dan proporsional dalam memutus perkara. “Hakim dituntut untuk cepat dan tepat dalam situasi dilematis, dengan tetap mempertimbangkan kemanusiaan, keadilan, dan kepentingan bersama. Namun, sebagai manusia, mereka tidak lepas dari kemungkinan melakukan kesalahan,” kata Romli.
Ia juga mengingatkan bahwa hakim harus menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan integritas dalam setiap putusan.
Dalam pembahasan lebih lanjut, Yos Johan Utama menjelaskan bahwa kesalahan dalam kasus Mardani H. Maming muncul karena adanya ketidakkonsistenan dalam penerapan hukum administrasi dan pidana.
"Permasalahan dimulai dari keputusan bupati yang tidak selaras dengan undang-undang, sehingga hakim keliru dalam menafsirkan kewenangan yang ada,” ungkapnya. Yos Johan menyoroti pentingnya memperjelas parameter hukum dalam undang-undang untuk menghindari kebingungan di tingkat peradilan.
Prof Topo Santoso, salah satu pakar yang turut hadir, menyebutkan bahwa buku yang dibahas sangat komprehensif dalam mengeksplorasi kasus ini. Ia juga menekankan pentingnya kritik terhadap putusan hakim, karena dalam beberapa kasus, hakim sering kali membuat kesalahan dalam penerapan hukum. “Kritik akademisi harus dilihat sebagai upaya untuk membantu sistem peradilan lebih akurat dan adil,” tutur Topo.
Prof Eva Achjani Zulfa menyoroti peran penting keterampilan hakim dalam menginterpretasi hukum. "Hakim harus mampu memaknai rumusan pasal dan doktrin hukum dengan tepat, terutama dalam kasus yang melibatkan suap dan gratifikasi. Kesalahan dalam interpretasi ini bisa menyebabkan ketidakadilan," ungkap Eva.
Sementara itu, Hanafi Amroni menekankan bahwa sanksi administrasi juga perlu dipertimbangkan secara hati-hati agar tidak merugikan individu secara berlebihan. Ia juga menekankan bahwa undang-undang tidak boleh digunakan untuk membunuh karakter seseorang tanpa dasar yang jelas.
Acara ini diakhiri dengan diskusi tentang pentingnya introspeksi di kalangan peradilan dalam menghadapi kritik akademisi. “Harapan kami, buku ini menjadi cermin bagi para hakim untuk memperbaiki kualitas putusan dan menghindari kekhilafan di masa mendatang,” ujar Romli.
Dalam kasus ini, para ahli berharap agar majelis hakim yang menangani Peninjauan Kembali (PK) dapat mempertimbangkan berbagai perspektif yang dihasilkan dari diskusi akademis ini untuk mencapai keadilan yang lebih baik.
Dengan adanya acara ini, CLDS Fakultas Hukum UII berharap masyarakat dapat lebih memahami pentingnya evaluasi kritis terhadap sistem peradilan dan peran hakim dalam menjaga keadilan di negeri ini.