Merajut Identitas: Pelestarian Batik Lewat Literasi di Era Modern
Literasi merupakan kunci untuk pelestarian batik sebagai warisan budaya bangsa.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan Hari Batik Nasional setiap 2 Oktober bukan hanya sekadar merayakan pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan budaya dunia, tetapi juga menjadi momentum penting untuk meningkatkan literasi batik di kalangan masyarakat.
Literasi batik, yang mencakup pemahaman mendalam tentang sejarah, teknik pembuatan, hingga filosofi di balik setiap motif, merupakan kunci untuk pelestarian batik sebagai warisan budaya bangsa.
Menurut Sofia Nuraini, kepala perpustakaan Universitas Nusa Mandiri (UNM) bahwa perpustakaan sebagai pusat informasi dan pengetahuan berperan krusial dalam upaya ini. Dengan koleksi buku, jurnal, dan berbagai sumber daya digital tentang batik, perpustakaan menjadi rujukan penting bagi siapa saja yang ingin menggali lebih dalam tentang keindahan dan kompleksitas batik.
“Literasi batik tidak hanya sekadar mengenal berbagai motif dan nama-nama batik. Konsep ini meliputi pemahaman tentang sejarah, teknik, makna simbolis, dan peran batik dalam masyarakat,” katanya dalam rilis yang diterima, Senin (7/10/2024).
Sofia menekannya bahwa berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan literasi batik, seperti program literasi batik dalam kegiatan akademik, workshop, pelatihan, serta pameran dan festival batik. Pemanfaatan teknologi juga menjadi salah satu cara untuk menjangkau masyarakat luas.
“Generasi muda memiliki peran penting dalam melestarikan batik. Dengan meningkatkan literasi batik sejak dini, diharapkan mereka dapat lebih menghargai dan mencintai batik sebagai bagian dari identitas bangsa. Melalui literasi batik, diharapkan masyarakat, terutama generasi muda, dapat memahami dan melestarikan batik sebagai bagian integral dari identitas budaya Indonesia,” jelasnya.
Hari Batik Nasional ini, ungkap Sofia seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap pelestarian batik. Mari mulai dari diri sendiri dengan rajin membaca buku, artikel, atau mengikuti workshop tentang batik.
“Ajak juga keluarga dan teman-teman untuk ikut serta dalam upaya ini. Bersama-sama, kita dapat membuat batik tetap relevan dan dicintai oleh generasi muda,” tandas Sofia.
Ia menambahkan batik bukan hanya sekadar kain, melainkan cerminan identitas bangsa. Dengan meningkatkan literasi batik, kita tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga membangun masa depan yang lebih baik.
“Mari kita wariskan kecintaan terhadap batik kepada generasi mendatang agar batik Indonesia semakin dikenal dan diakui di seluruh dunia,” tutupnya.