Kisah Maryam, Asuhan Sang Paman, dan Anak Panah yang Tertahan Aliran Sungai
Maryam diasuh sama sang paman, Nabi Zakariya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maryam merupakan salah satu wanita yang mulia dalam Islam. Dia dilahirkan dari pasangan Imran dan Hana binti Faqudz. Lalu, kemudian Maryam diasuh oleh pamannya, Nabi Zakariya.
Lalu bagaimana kisah Maryam hingga diasuh oleh Nabi Zakariya? Hal ini telah diceritakan dalam surat Ali Imran ayat 37, di mana Allah SWT berfirman:
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ وَّاَنْۢبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًاۖ وَّكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۗ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَۙ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۚ قَالَ يٰمَرْيَمُ اَنّٰى لَكِ هٰذَا ۗ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: "Dia (Allah) menerimanya (Maryam) dengan penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik, dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria masuk menemui di mihrabnya, dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, “Wahai Maryam, dari mana ini engkau peroleh?” Dia (Maryam) menjawab, “Itu dari Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan." (QS Ali Imran [3]:37).
Dalam Tafsir Tahlili Alquran Kemenag dijelaskan bahwa Allah SWT menerima Maryam sebagai nazar disebabkan permohonan ibunya. Allah SWT meridainya untuk menjadi orang yang semata-mata beribadah dan barkhidmat di Baitulmakdis walaupun Maryam masih kecil dan hanya seorang perempuan.
Padahal, orang yang dikhususkan untuk berkhidmat di Baitulmakdis biasanya laki-laki yang akil balig dan sanggup melaksanakan pengkhidmatan.
Allah SWT juga memelihara dan mendidik Maryam serta membesarkannya dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan yang diberikan Allah SWT kepada Maryam, meliputi pendidikan rohani dan jasmani. Maka dia menjadi orang yang berbadan sehat dan kuat serta berbudi baik, bersih rohani dan jasmaninya.
Allah SWT kemudian menjadikan Nabi Zakariya sebagai pengasuh dan pelindungnya. Diriwayatkan bahwa ibunya menjemput dan membawanya ke masjid, lalu meletakkannya di depan rahib-rahib yang ada di sana. Dia berkata, “Ambillah olehmu anak yang kunazarkan ini.”
Maka mereka saling memperebutkan bayi itu, karena dia adalah putri dari pemimpin mereka. Masing-masing ingin menjadi pengasuhnya. Nabi Zakaria kemudian berkata, “Aku lebih berhak mengasuhnya, karena bibinya adalah istriku.”
BACA JUGA: Sadis, Jasad Puluhan Ribu Syuhada Menguap Jadi Pertikel tak Kasat Mata Akibat Bom Israel
Tetapi mereka menolak kecuali jika ditentukan dengan undian. Maka pergilah mereka ke sungai Yordan, melepaskan anak panah mereka masing-masing ke sungai, dengan maksud siapa yang anak panahnya dapat bertahan terhadap arus air sungai dan dapat cepat naik, maka dialah yang berhak mengasuh bayi Maryam.
Ternyata kemudian anak panah Nabi Zakariyalah yang dapat bertahan dan timbul meluncur di permukaan air, sedang anak panah yang lainnya hanyut tenggelam dibawa arus. Maka dalam undian itu, Nabi Zakariya yang menang dan Maryam segera diserahkan kepadanya untuk dipelihara dan dididik di bawah asuhan bibinya sendiri.
Manakala Maryam sudah mulai dewasa, dia telah mulai beribadah di mihrab. Tiap kali Nabi Zakariya masuk ke dalam mihrab, ia dapati di sana makanan dan bermacam buah-buahan yang tidak ada pada waktu itu karena belum datang musimnya.
Nabi Zakariya pernah menanyakan kepada Maryam tentang buah-buahan itu dari mana dia peroleh padahal saat itu musim kemarau. Maka Maryam menjawab, “Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan.”
Diabadikan Alquran
Surat Maryam mempunyai sejumlah sisi yang menarik untuk dikaji. Salah satunya adalah dari sisi penamaan surat yang tergolong Makkiyah, turun di Makkah ini.
Thahir bin Asyur dalam kitabnya, at-Tahrir wa at-Tanwir menjelaskan nama surat ini dalam Alquran, kitab-kitab tafsir dan sebagian besar kitab-kitab Sunnah adalah Surat Maryam.
Nama ini diriwayatkan dari Nabi SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Thabarani, al-Dailami, Ibnu Mandah, Abu Naim, dan Abu Ahmad al-Hakim.
عن أبي بكر بن عبد الله بن أبي مريم الغساني عن أبيه عن جده أبي مريم قال : أتيت النبي صلى الله عليه وسلم فقلت : يا رسول الله إنه ولدت لي الليلة جارية ، فقال : والليلة أنزلت علي سورة مريم فسمها مريم
Abu Bakar bin Abdullah bin Abi Mariam al-Ghassani meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya, Abu Maryam, ia berkata, “Aku datang kepada Nabi SAW dan berkata, 'Wahai Rasulullah, seorang anak perempuan telah lahir untukku malam ini." Rasulullah SAW menjawab, "Dan malam ini pula surat Maryam diturunkan kepadaku." Lalu Rasulullah SAW memberikan anak perempuannya nama Maryam, sejak itulah terkenal dengan sebutan Abu Maryam, padahal nama aslinya adalah Nadzir, sahabat dari golongan Anshar.
Ibnu Abbas menamainya Surat Kaaf Haa Yaa Aiin Shaad. Penamaan yang sama terdapat dalam Shahih al-Bukhari , dan dalam kitab tafsir di sebagian besar salinan yang paling otentik.
Jalaluddin as-Suyuthi dalam al-Itqan tidak memasukkannya ke dalam surat-surat yang dinamai dengan dua nama, mungkin karena ia tidak melihat nama yang kedua sebagai sebuah nama.
Surat ini adalah surat Makkah menurut mayoritas ulama. Dan dari Muqatil: Ayat al-Sajdah adalah ayat Madaniyah. Pernyataan ini tidak benar karena ayat ini berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya, kecuali jika ayat ini disandarkan pada konteks turunnya, maka ini tidak masuk akal.
Al-Suyuthi menyebutkan dalam al-Itqan bahwa ayat tersebut adalah Madani, namun ia tidak menisbatkannya kepada siapa pun.
Surat ini merupakan surat ke empat puluh empat dalam urutan wahyu, diturunkan setelah Surat Fatir dan sebelum Surat Taha. Turunnya surat Taha sebelum keislaman Umar bin Khattab, sebagaimana diambil dari kisah keislamannya, sehingga surat ini turun pada tahun keempat dakwah, meskipun surat ini turun di Makkah.
Menurut Ibnu Asyur, Abu Maryam ini tidak termasuk dalam kelompok Muslim pertama, maka dia tidak menganggap hadis yang diriwayatkan tentangnya dapat diterima.
Alasan dari nama tersebut adalah karena kisah Maryam, putranya dan keluarganya diuraikan di dalamnya sebelum diuraikan dalam surat-surat yang lain. Dalam hal ini, surat ini mirip dengan surat Ali Imran yang diturunkan di Madinah.
Ayat-ayatnya berjumlah sembilan puluh sembilan sesuai menurut ulama Madinah dan Makkah. Sementara menurut ulama Syam dan Kufah adalah sembilan puluh delapan.