Eks Anggota Partai Komunis Dapat Hidayah: Ajak Tiga Ribu Tentara AS Peluk Islam

Dr Bilal Philips juga membuka pintu hidayah bagi orang tuanya.

Tangkapan Layar
Dr Bilal Philips
Rep: Mgrol153 Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Bilal Philips 'memeluk' komunisme saat studi di Kanada karena konsepnya yang tampak adil. Pria asal Jamaika yang menempuh studi biochemistry ini bahkan sempat menjadi anggota tidak resmi partai komunis di negara yang berada di utara benua Amerika tersebut.

Baca Juga


Ketika itu, Philips berpandangan bahwa semua kesulitan manusia di dunia bisa diselesaikan oleh paham komunisme. "Saya berpikir komunisme bisa menjadi jawaban dari kesengsaraan manusia,"ujar dia dalam sebuah wawancara di Channel Youtube Towards Eternity.

Dalam perjalanan hidupnya, ia menyadari kelemahan ideologi komunisme yang dianggapnya tidak mampu bersaing dengan kapitalisme dalam praktik nyata. Pengalaman spiritual yang mendalam, termasuk mimpi tentang kematian dan ketidakberdayaan, menjadi titik balik yang mengubah keyakinannya.

"Awalnya saya tertarik pada komunisme karena konsepnya yang tampak adil, kemudian menyadari bahwa manusia secara alami menginginkan imbalan yang sesuai dengan usaha mereka, sehingga  mempertanyakan komunisme,"ujar Bilal 

Setelah mempelajari berbagai agama seperti Buddha dan Hindu yang dianggapnya tidak praktis, ia menemukan Islam melalui buku "Islam: Agama yang Disalahpahami". Buku tersebut membuka matanya tentang kelebihan Islam yang menggabungkan kebaikan dari berbagai ideologi dan agama tanpa kelemahan-kelemahan mereka. Pengalaman hidupnya di Malaysia, di mana Islam dipandang sebagai budaya, juga memperkuat pemahaman dan kesadarannya hingga akhirnya ia memutuskan untuk memeluk Islam.

Philips yang tumbuh di Malaysia pada masa ketika Islam tidak tampak secara terbuka karena pengaruh penjajahan Inggris, akhirnya menemukan kedamaian dalam Islam setelah melalui perjalanan spiritual yang mendalam. 

Dia mengatakan, meski awalnya merasa asing dengan praktik ibadah Muslim, seperti posisi sujud dalam sholat yang dilakukan oleh saudara angkatnya, rasa penasarannya terhadap Islam semakin tumbuh setelah membaca berbagai buku tersebut.

Pengalaman spiritualnya semakin kuat setelah mengalami mimpi yang menggambarkan ketakutan akan kematian dan rasa ketidakberdayaan, yang mengarahkan hatinya pada Islam dan akhirnya membawanya untuk mengucapkan syahadat.

 

Membawa orang tuanya bersyahadat

 

Perjalanan spiritualnya semakin mendalam setelah mengalami mimpi yang mengajarkannya tentang ketidakberdayaan dan penyerahan diri, yang memperkuat keyakinannya akan keberadaan Tuhan dan mendorongnya untuk memeluk Islam. Kedua orang tuanya, meskipun bukan Muslim, tidak memandang Islam secara negatif. 

Mereka pernah mempelajari agama-agama dunia di universitas dan memiliki banyak teman Muslim. Ibunya bahkan membela Islam di ruang kuliah saat seorang dosen Yahudi memberikan pandangan buruk tentang agama tersebut. Meskipun keluarga mereka adalah Kristen nominal, pemahaman yang lebih dalam tentang Islam akhirnya membuat orang tuanya memeluk agama ini. Sang ibu, yang sejak usia 13 tahun merasa bahwa konsep agama Kristen tidak masuk akal, lebih memilih untuk berdoa langsung kepada Tuhan tanpa perantara, yang kemudian membawanya menerima Islam.

Perjalanan orang tua menuju Islam berlangsung selama 21 tahun setelah anak mereka memeluk agama tersebut, dipenuhi dengan interaksi positif dengan umat Islam selama mengajar di negara-negara mayoritas Muslim seperti Nigeria, Yaman, dan Arab Saudi. Ayahnya, yang sejak usia 13 tahun hanya menyembah Tuhan tanpa berdoa kepada Yesus, mengalami transisi yang lebih mudah ke Islam. Namun, bagi ibunya, pengalaman spiritual menjadi kunci. 

Saat tinggal di Jeddah, Philips merasakan kehadiran aneh di rumah yang tidak bisa diusir meski dengan simbol-simbol Kristen. "Keberadaan itu hilang setelah anaknya membacakan Surah Al-Baqarah, yang meyakinkannya bahwa Islam adalah agama yang benar,"ungkap dia.

Setelah ibunya memeluk Islam, ayahnya pun mengikuti jejaknya, menunjukkan bagaimana pengalaman spiritual dan interaksi yang baik dengan Muslim dapat menjadi faktor penting dalam perjalanan seseorang menuju Islam.


Philips juga berperan aktif dalam kegiatan dakwah selama Perang Teluk Pertama atas ajakan seorang sersan Saudi. Mereka mendirikan tenda "informasi budaya Arab Saudi" di kamp tentara Amerika. Melalui tenda ini, ia dan timnya memperkenalkan Islam sebagai bagian dari budaya Arab Saudi, membagikan pamflet, Alquran terjemahan, dan menjawab berbagai pertanyaan dari tentara mengenai agama Islam.

Selama lima bulan, lebih dari 3.000 tentara Amerika menerima Islam berkat kegiatan dakwah ini, termasuk interaksi antara tentara wanita dengan wanita Muslim Saudi yang membantu menghilangkan stereotip tentang penindasan wanita dalam Islam.

Setelah memeluk Islam, pandangan hidupnya mengalami transformasi signifikan. Sebelumnya, sebagai seorang ateis dan komunis, ia merasa hidupnya tanpa tujuan. Namun, setelah menerima Islam, ia menyadari bahwa tujuan hidupnya adalah untuk beribadah kepada Allah dan meraih surga (Jannah) di akhirat. Islam memberikan makna dan arah yang jelas, menunjukkan bagaimana dakwah yang dilakukan dengan bijaksana dapat memengaruhi banyak orang, serta bagaimana agama ini menawarkan panduan hidup bagi mereka yang mencarinya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler