Waspadai Kepala Daerah Manipulasi Data Inflasi, Ekonom: Harus Ada Hukuman!

Pemerintah ke depan juga harus mampu menjaga optimisme masyarakat.

ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Petugas membawa alat timbang milik pedagang untuk ditera ulang di pasar Wonokusumo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (16/10/2024).
Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Dr. Teguh Dartanto menyatakan terobosan-terobosan ekonomi yang dilakukan pemerintah harus dapat dikomunikasikan dengan baik kepada pemangku kepentingan.

Baca Juga


Selain itu, katanya, pemerintah ke depan juga harus mampu menjaga optimisme masyarakat. Caranya, pemerintah baru harus melakukan transisi yang smooth dan berkelanjutan tanpa ada gejolak yang berarti.

“Pemerintah baru sebaiknya tidak banyak melontarkan janji-janji yang tidak realistis serta melontarkan berbagai statement yang tidak produktif. Selain itu, pemerintah harus dalam waktu cepat memberikan solusi terhadap penurunan jumlah kelas menengah dan juga protes kelas menengah dengan program yang realistis,” kata Teguh di Depok, Jawa Barat, Kamis (24/10/2024).

Teguh pun berharap pemerintah dapat menjaga data riil ekonomi hingga ke daerah untuk menjaga stabilitas ke depan. Pasalnya, saat ini ada sejumlah daerah yang diduga memanipulasi data inflasi di daerah. Padahal, data ekonomi yang riil dari daerah dapat membantu pemerintah di pusat untuk merumuskan solusi ekonomi yang tepat bagi seluruh masyarakat.

Menurutnya, kepala daerah yang melakukan gaming the system terkait dengan manipulasi data inflasi sangat berbahaya untuk pengambilan keputusan karena data yang kurang tepat.

Langkah yang perlu diambil adalah punishment kepada daerah yang melakukan manipulasi data melalui pencabutan insentif atau bahkan penurunan Dana Alokasi Umum (DAU). “Cara lainnya penggunaan teknologi big data memantau dan mencatat data transaksi di suatu wilayah, sehingga akurasi bisa lebih mudah diperoleh serta dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi anggaran pemerintah,” ujarnya.

Teguh menjelaskan, berbagai tantangan tersebut harus segera diantisipasi dari sekarang. Harapannya antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah baru bisa menciptakan rebound pertumbuhan ekonomi pada 2025.

“Kebijakan jangka pendek bisa dengan penundaan implementasi PPN 12 persen serta perluasan bantuan sosial untuk kelompok kelas menengah yang terkena PHK. Setelah itu, jangka panjang, pemerintahan Prabowo-Gibran harus fokus pada penciptaan lapangan pekerjaan di sektor formal,” lanjut Teguh.

Selain itu, kata dia, dana bantuan sosial sampai saat ini masih dibutuhkan bukan hanya bagi kelompok ekonomi bawah. Namun bantuan sosial diperlukan juga bagi kelas menengah yang terkena PHK agar mereka tidak jatuh miskin.

Dalam konteks saat ini, penyaluran bantuan sosial nontunai dan melalui by name dan by address adalah salah satu solusi yang baik agar tidak terjadi kebocoran.

Bisa juga penyaluran bantuan sosial dilakukan dengan ditawarkan seperti melalui skema on demand application. Di mana kelompok kelas menengah dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan bantuan sosial ketika mereka terkena PHK.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler