Disebut Suswono Pengangguran Saat Menikah, Ini Jumlah Mahar Nabi Muhammad untuk Khadijah

Suswono telah meminta maaf singgung Nabi Muhammad pengangguran saat menikah.

republika
Suswono telah meminta maaf singgung Nabi Muhammad pengangguran saat menikah. Foto: Nabi Muhammad (ilustrasi)
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ramai polemik atas kontroversi pernyataan cawagub DKI Jakarta Suswono yang menyinggung soal Nabi Muhammad pengangguran saat menikahi Sayyidah Khadijah. Meskipun yang bersangkutan menyatakan hal tersebut adalah candaan dan telah meminta maaf.

Hal tersebut disampaikan olehnya saat menghadiri menghadiri deklarasi ormas yang digalang Fahira Idris dan ormas Bang Japar di Gedung Nyi Ageng Serang, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10/2024). Saat itu, dalam pernyataannya, Suswono menyamakan janda kaya dan pengangguran layaknya Khadijah kepada Nabi Muhammad SAW.

Suswono sendiri telah meminta maaf.

"Saya menyadari bahwa pernyataan saya dalam pertemuan dengan relawan Bang Japar telah menimbulkan polemik, atas hal itu saya meminta maaf, sekaligus mencabut pernyataan tersebut," ucap Suswono dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (28/10/2024).

Suswono menjelaskan, pernyataan tersebut disampaikan dalam konteks bercanda menanggapi celetukan salah satu warga dalam sebuah sosialisasi. "Tidak ada maksud sama sekali menyinggung tentang janda apalagi Manusia Agung sepanjang zaman, Rasulullah SAW. Yang menjadi teladan dalam setiap kehidupan saya," kata mantan menteri pertanian (mentan) tersebut.

Terlepas dari pernyataan Suswono, perlu diketahui kaum orientalis kerap mengidentikkan bahwa umat Muslim itu gemar menjadi orang miskin lantaran Nabi Muhammad adalah orang miskin. Pandangan ini tentu saja keliru dan membuktikan bahwa para orientalis tersebut nyatanya miskin riset dan fakir ilmu.

Dalam buku Harta Nabi karya Abdul Fattah As-Samman dijelaskan, tak sedikit kaum orientalis yang beranggapan bahwa karena Rasulullah SAW sering tidur dalam keadaan perut lapar, beliau dilabeli sebagai orang miskin. Padahal konteksnya tak begitu.

Rasulullah SAW merupakan pribadi yang berjiwa kaya, berusaha untuk kaya (dengan jalan yang benar), dan memakmurkan orang-orang yang berada di sekelilingnya (bukan artian nepotisme).

Dengan barang-barang yang diproduksi, diperdagangkan, beliau memperoleh harta kekayaanya.

Baginda Rasulullah SAW lahir dari keturunan kaum Quraisy. Sebuah kaum yang identik dengan perdagangan yang kental.

Sedari kecil, Rasulullah pun sudah terbiasa mencari hartanya dengan cara berdagang. Bukan sembarang pedagang, beliau bahkan dijuluki sebagai seorang yang terpercaya (Al-Amin).

Muhammad Al-Amin, begitu sematan di belakang nama Rasulullah SAW ketika remaja. Siapapun dagangannya yang dibawa oleh Rasulullah SAW selalu mendapatkan keuntungan secara adil dan jujur.

Tak ada yang Rasulullah sembunyikan, dan tak ada yang tak diberitahukan secara transparan.

Rasulullah bukan kaya karena harta warisan. Bukan pula kaya karena menjadi raja. Beliau memiliki usaha yang luas, Rasulullah bahkan membangun masjid raya dengan hartanya sendiri.

Dari hasil dagang ini, Rasulullah kemudian memperoleh harta kekayaannya. Namun begitu, beliau tak pernah merasa bahwa harta yang diperolehnya adalah miliknya seorang diri.

Tercatat, neraca dagang Rasulullah berupa 1,216,343 gram emas atas usaha Rasulullah, 1,251.601 gram emas atas pembiayaan (investasi dan sedekah), serta 15 bidang tanah dengan masing-masing harga jual sebesar 25,5 kilogram (kg) emas yang diwakafkan.

Dari sumber-sumber harta beliau, tak heran rasanya jika Rasulullah kerap memberikan hartanya kepada banyak orang. Beliau adalah orang yang sangat-sangat dermawan. Atas kedermawanannya yang tak tertandingi itu, malaikat Jibril bahkan pernah menyebut bahwa kedermawanan Nabi Muhammad SAW atas hartanya kepada orang lain (terlebih di bulan Ramadhan) melebihi kedermawanan angin yang berhembus sekalipun.

Rasulullah itu kaya lahir dan batin. Yang miskin adalah para orientalis yang tak memahami lebih jauh apa makna harta bagi baginda Rasulullah SAW. Kaum orientalis tetap mengira bahwa Rasulullah miskin, padahal Rasulullah adalah orang yang zuhud yang menafkahkan hartanya untuk jalan kebaikan, kemanusiaan, dan agama.

Tak berhenti sampai di situ. Kaum orientalis juga sering menuduh Rasulullah SAW bisa memiliki kekayaan berkat sumber kekayaan Sayyidah Khadijah. Padahal, Rasulullah SAW sebagai suami merupakan sosok yang berkewajiban memberikan nafkah keluarga dan kepemimpinan itu berada di tangan kaum lelaki.

Bahkan, mahar Rasulullah SAW kepada Sayyidah Khadijah bukan hanya sembarang mahar. Mahar Nabi saat menikahi Sayyidah Khadijah berupa 20 unta bakrah. Unta-unta yang diberikan Nabi Muhammad SAW merupakan jenis unta yang terbaik dan berkualitas.

Jika unta dengan kualitas terbaik itu diasumsikan seharga Rp 50 juta per ekor, maka mahar Rasulullah SAW kepada Khadijah kala itu mencapai Rp 1 miliar jika dikonversikan ke dalam mata uang Indonesia. Tentu saja, jumlah ini bukanlah hal yang mudah. Itu artinya, sebelum menikahi Khadijah, Rasulullah SAW merupakan pribadi yang siap dengan pernikahan.

Termasuk siap dengan mahar dengan maksud memuliakan calon istrinya. Sehingga, tidaklah mungkin Rasulullah SAW merupakan pribadi yang berjiwa miskin apalagi menjadi orang miskin.

 

Pekerja Keras   

Baginda Nabi Muhammad SAW adalah sosok pekerja keras. Beliau bahkan telah bekerja sejak kecil.

Baca Juga


Nabi Muhammad pernah melakukan beberapa pekerjaan sejak kecil. Salah satunya adalah sebagai penggembala kambing. Dalam buku berjudul Akhlak Rasul Menurut Al-Bukhari dan Muslim karya Abdul Mun'im al-Hasyimi, disebutkan saat diasuh oleh Sayyidah Halimah as-Sa'diyah Rasulullah pernah ikut menggembala bersama saudaranya di kampung Bani Sa'd.

Saat diasuh sang paman, ketika berusia delapan tahun, Nabi pun tetap ingin menggeluti profesinya sebagai penggembala kambing. Keinginannya ini ia sampaikan kepada sang paman dan istrinya, Fatimah binti Asad. Mendengar hal tersebut, keduanya merasa kaget dan berusaha mencegah.

Akhirnya, Abu Thalib pun menghubungi temannya dari Quraisy yang memiliki banyak kambing agar bisa digembalakan oleh Nabi Muhammad. Tak ketinggalan, sang bibi juga turut mencurahkan perhatiannya dengan menyiapkan bekal makanan sebelum Nabi berangkat kerja.

Setidaknya ada beberapa alasan yang mendasari mengapa Nabi Muhammad memiliki keinginan untuk bekerja menggembala kambing. Dalam buku berjudul Bilik-Bilik Cinta Muhammad karya Nizar Abazhah, disebutkan alasan pertama adalah untuk membantu meringankan beban ekonomi Abu Thalib.

Kehidupan sang paman dan istrinya disampaikan begitu sederhana, bahkan kekurangan. Dia memiliki delapan anak dan ditambah Nabi Muhammad.

Menggembala kambing tidak membutuhkan modal. Hal ini dirasa pas dan tepat, mengingat usia Muhammad kala itu yang masih kecil. Alasan ketiga mengapa ia ingin menggembala kambing adalah karena Nabi senang berada di padang yang luas untuk merenungkan sesuatu. Profesi ini digeluti Nabi Muhammad selama empat tahun lamanya.

Terkait hal tersebut, Nabi Muhammad tidak pernah merasa malu atau menyembunyikan masa lalunya. Dalam HR Bukhari disampaikan Nabi bersabda, "Semua nabi yang diutus Allah SWT pernah menggembala kambing. Para sahabat bertanya, "Dan engkau sendiri?" Beliau menjawab, "Ya, aku juga dulu menggembalakan (kambing-kambing) milik penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath."

Usai menggembala kambing, Nabi Muhammad diajak sang paman untuk berdagang ke Syam. Mulai saat itu, ia pun menekuni dunia tersebut.

Dari profesinya inilah Nabi bertemu dengan Sayyidah Khadijah, seorang saudagar kaya, yang kemudian menjadi istrinya. Kala itu, Khadijah tengah mencari pekerja untuk menjajakan barang dagangannya ke negeri Syam. Sang paman, Abu Thalib, lantas menawarkan lowongan pekerjaan itu kepada Nabi Muhammad.

Selama awal bekerja, Nabi Muhammad bekerja keras, siang-malam dengan harapan agar barang dagangannya laku dan mendapatkan laba yang banyak. Usahanya pun membuahkan hasil. Barang dagangan milik Khadijah yang dijajakan Nabi laku keras dan mendatangkan untung banyak. Setelah itu, Nabi Muhammad pun mulai berdagang ke beberapa negeri.

Beliau saat berusia 25 tahun menikah dengan Siti Khadijah binti Khuwailid al-Asadiah, yang kala itu berumur 40 tahun. Beberapa sumber menyebut, Khadijah berusia 28 tahun saat menikah dengan Nabi SAW.

Beberapa riwayat menyebut Khadijah berstatus janda sebelum menikah dengan Muhammad SAW. Namun, sebagian riwayat menyangkalnya sehingga berarti Khadijah belum pernah menikah sebelum akhirnya membina rumah tangga dengan Muhammad SAW.

Khadijah memang dikenal sebagai saudagar yang sukses dan kaya raya. Perempuan itu biasa membiayai suatu kafilah dagang dari Makkah ke Syam (Suriah) dan membagi hasil atau keuntungan dengan mitranya.

Suatu ketika, Muhammad SAW menjalin kerja sama dalam usaha dagang Khadijah. Sosok berjulukan al-Amin ('yang dapat dipercaya') itu membawa dagangan Khadijah ke Jursyi, suatu daerah dekat Khamisy Masyit. Begitul pula dengan wilayah-wilayah lain di luar Makkah.

Dalam menjalankan bisnis ini, Muhammad SAW ditemani oleh Maisarah, seorang budak milik Khadijah. Maisarah selalu takjub. Sebab, perniagaan yang dijalankan Muhammad SAW selalu mendapatkan untung.

Setelah kembali dari perjalanan dagang tersebut, Maisarah pun menuturkan kesaksiannya mengenai Muhammad SAW kepada majikannya itu. Khadijah sangat terkesan.

Ia merasa, semua perilaku akhlak Muhammad SAW tidak hanya hebat sebagai seorang mitra dagang, tetapi bahkan sebagai pribadi manusia. Alhasil, Khadijah kian merasa tertarik kepada beliau.

Setelah tiba saatnya, Khadijah pun melamar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hal ini, perempuan itu mengutus seorang sahabatnya, Nafisah binti Ummayyah, yang juga masih berkerabat dengan Muhammad SAW. Muhammad SAW pun menerima tawaran Nafisah untuk menikahi Khadijah.

 

 

 

 

sumber : Dok Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler