ICW: Harta ZR Janggal, di Laporan Rp 51 Miliar, tapi Aset di Rumah Nyaris Rp 1 Triliun

Penangkapan ZR dinilai gerbang untuk menyikat habis para mafia peradilan

Dok Istimewa
Tangkapan layar dari video penggeladahan yang dilakukan penyidik Jampidsus di rumah tersangka Zarof Ricar (ZR), diduga bukti upaya pengaturan kasus Ronald Tannur di MA.
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, penangkapan mantan pejabat tinggi di Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), semestinya menjadi gerbang terbuka bagi tim penyidik kejaksaan untuk mengungkap semua yang terlibat dalam sistem kejahatan korupsi suap-menyuap, dan gratifikasi di lingkungan peradilan.

Baca Juga


ICW mengatakan, tertangkapnya ZR, merupakan petunjuk yang terang-benderang tentang adanya sistem mafia di lingkungan peradilan Indonesia, bahkan sampai menyentuh level tertinggi di MA.

“Petunjuk tersebut dengan temuan barang bukti berupa timbunan uang ratusan miliar (Rp 922 miliar), dan puluhan (51) kilogram emas yang ditemukan di kediaman Zarof Ricar dari hasil penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung,” kata pernyataan ICW dalam siaran pers yang diterima Republika, di Jakarta, Selasa (29/10/2024).

Peneleti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, temuan aset hampir Rp 1 triliun di rumah ZR tersebut wajib ditelusuri sumbernya. ICW, kata Kurnia, meyakini aset yang disita penyidik dan menjadi barang bukti tindak pidana tersebut, bersumber dari praktik penyimpangan jabatan.

Dalam penelusuran ICW atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terakhir milik ZR periode Maret 2022, kata Kurnia, hanya sekitar Rp 51,4 miliar. “Tentu saja uang yang ditemukan (hampir Rp 1 triliun) tersebut, terbilang janggal dan patut ditelusuri lebih lanjut,” kata Kurnia.

ICW, kata Kurnia melanjutkan, menelaah sedikitnya tiga potensi kejahatan ZR selama menjabat di MA, yang wajib didalami tim penyidik Jampidsus-Kejakgung. Pertama, terkait dengan tindak pidana korupsi berupa suap-menyuap.

“Suap-menyuap di sini, terjadi bilamana uang atau emas yang ditemukan di kediaman Zarof Ricar tersebut, adalah hasil dari pengurusan suatu perkara di MA, atau di peradilan yang lebih rendah lainnya,” kata Kurnia.

Menurut ICW, meskipun ZR bukanlah berprofesi sebagai hakim, tetapi patut bagi penyidik di Jampidsus untuk curiga. ZR diduga bisa menjadi makelar, atau perantara suap kepada hakim-hakim di MA.

“Tetap ada kemungkinan bahwa Zarof Ricar adalah broker, atau perantara suap kepada oknum internal MA,” begitu ujar Kurnia.

Dalam catatan ICW, praktik memperdagangkan pengaruh oleh pejabat-pejabat di MA atas perkara yang akan diputuskan oleh hakim-hakim agung, pernah terungkap ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kejahatan yang dilakukan oleh mantan Sekretaris MA Nurhadi.

Potensi kejahatan kedua yang dilakukan ZR, menurut ICW, terkait dengan gratifikasi. Kurnia mengatakan, dalam penjeratan tersangka terhadap ZR, penyidik Jampidsus turut menebalkan Pasal 12B UU Tipikor.

Sangkaan tentang gratifikasi tersebut, fondasi argumentasi yang kuat bagi tim penyidikan di Jampidsus dalam membangun dugaan tentang dari mana sumber uang dan kepingan-kepingan emas yang ditimbun ZR tersebut.

“Delik gratifikasi dalam Pasal 12B tersebut, akan memindahkan beban pembuktian dari penuntut umum (jaksa) kepada Zarof Ricar sendiri. Pembuktian terbalik ini akan menyasar terdakwa (ZR) bila tak bisa menjelaskan secara utuh dengan bukti-bukti relevan mengenai harta yang ditemukan penyidik di kediamannya (ZR),” ujar Kurnia.

Potensi kejahatan ketiga, menurut ICW, menyangkut tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam penetapan ZR sebagai tersangka, penyidik Jampidsus belum mengumumkannya sebagai tersangka TPPU.

Akan tetapi, ICW, kata Kurnia meyakini, dalam penyidikan lanjutan Jampidsus, akan menambahkan sangkaan TPPU terhadap ZR. Karena dikatakan Kurnia, dengan penjeratan TPPU, memungkinkan bagi penyidik untuk mengusut lebih jauh lagi tentang kemana saja uang-uang yang diperoleh ZR beralih bentuknya, atau disembunyikan. Pun kepada siapa saja uang-uang yang diperoleh ZR tersebut mengalir.

“Lebih jauh lagi, pelaku dalam konteks pencucian uang (TPPU), tidak hanya menjerat Zarof Ricar seorang. Melainkan juga terbuka peluang adanya pihak-pihak lain yang turut menerima dana dari hasil kejahatan yang dilakukannya itu,” kata Kurnia.

ICW, dikatakan Kurnia, meminta semua pihak untuk mendukung tim penyidikan di Jampidsus untuk mengusut tuntas praktik mafia peradilan pascatertangkapnya ZR. Dan meminta kepada MA, maupun pihak lain, tak melakukan intervensi apapun terkait dengan upaya penyidikan yang dilakukan di Jampidsus.

Penyidik Jampidsus-Kejakgung menangkap ZR di Jimbaran, Bali pada Kamis (24/10/2024). Sebelum menangkap ZR, tim penyidik Jampidsus, pada Rabu (23/10/2024) terlebih dahulu menangkap empat orang.

Tiga diantaranya adalah hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim), yakni Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH), dan satu pengacara Lisa Rahmat (LR). Ketiga hakim tersebut ditangkap karena diduga menerima uang suap-gratifikasi dari LR, selaku pengacara dari terdalwa Gregorius Ronald Tannur yang divonis bebas dari tuntutan 12 tahun penjara terkait kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.

Dari penangkapan LR, ED, M, dan HH, penyidik Jampidsus menemukan barang bukti uang dalam berbagai mata uang kurang lebih Rp 20,7 milar. Dalam kelanjutan penyidikan kasus tersebut, Jampidsus menemukan peran ZR yang diminta oleh LR, untuk ‘mengatur’ putusan kasasi di MA ajuan Jaksa Penuntut Umum (JPU), atas vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya itu.

Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan, dari pemeriksaan terhadap LR, diketahui menyerahkan uang Rp 1 miliar dalam valuta asing kepada ZR. LR juga menyerahkan valuta asing sekitar Rp 5 miliar untuk diserahkan kepada hakim agung yang memutus kasasi Ronald Tannur.

Dari penggeledahan yang dilakukan di kediaman ZR di kawasan Senayan, Jakarta Selatan (Jaksel), penyidik Jampidsus menemukan timbunan uang mencapai Rp 1 triliun dari berbagai mata uang. Penyidik juga menemukan timbunan kepingan emas sebanyak 446 keping dengan berat total mencapai 51 Kg yang jika dikonversi mencapai Rp 75 miliar.

Kasasi kasus Ronald Tannur sendiri, pada Selasa (22/10/2024) membatalkan vonis bebas PN Surabaya dengan hanya menghukum putra dari politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu dengan penjara 5 tahun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler