Dana Pihak Ketiga BSI Tumbuh 14 Persen, Didominasi Tabungan
Produk tabungan mendominasi komposisi DPK sebesar Rp 130 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah ketatnya kompetisi likuiditas bank, Bank Syariah Indonesia (BSI) berhasil menumbuhkan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 14,92 persen, mencapai Rp 301,22 triliun hingga September 2024. Produk tabungan mendominasi komposisi DPK, yang tumbuh 13,40 persen (yoy) menjadi Rp 130,18 triliun, dengan rasio dana murah (CASA) berada di posisi 61,69 persen.
Kenaikan tabungan sejalan dengan peningkatan basis nasabah yang sejak merger bertambah rata-rata 2,5 juta nasabah per tahun. Di sisi lain, DPK dari Tabungan Bisnis BSI mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 34,83 persen (yoy). Tabungan Bisnis BSI dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan finansial usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Kami tetap tumbuh dua digit hingga Triwulan III meskipun menghadapi kondisi makroekonomi yang cukup menantang dengan tingginya suku bunga acuan. Namun, Bank Indonesia mulai menurunkan suku bunga acuannya,” ungkap Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, dalam paparan kinerja BSI secara daring pada Selasa (29/10/2024).
Tabungan Wadiah juga mencatat pertumbuhan 19,04 persen, dan BSI menawarkan produk khas syariah seperti Tabungan Haji BSI, yang melonjak hingga 16,47 persen dengan penetrasi sebanyak 5,39 juta rekening. Jumlah ini terus meningkat, mengukuhkan posisi BSI sebagai pemimpin pasar dalam produk Tabungan Haji di Indonesia.
Dengan struktur pendanaan yang baik, BSI dapat menawarkan pembiayaan kepada nasabah dengan kualitas terjaga. Hingga Triwulan III 2024, total pembiayaan BSI mencapai Rp 267,06 triliun, tumbuh 15,28 persen, di atas rata-rata industri sebesar 11,30 persen per Agustus 2024.
Hingga September 2024, laba bersih BSI mencapai Rp 5,11 triliun, naik dibandingkan Rp 4,20 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan laba yang berkelanjutan ini merupakan hasil dari penerapan strategi bisnis yang tepat, dengan fokus pada pembiayaan yang sehat di segmen konsumer dan ritel, yang mencakup 72,17 persen dari total pembiayaan. Sementara itu, dana murah (CASA) menyumbang 61,69 persen dari total DPK, dengan total customer base saat ini mencapai 21 juta nasabah.
Hery menambahkan bahwa semua segmen pertumbuhan tumbuh positif dengan double digit, di mana segmen Wholesale tumbuh 12,17 persen, Retail 17,30 persen, dan Consumer 16,27 persen. Kualitas pembiayaan tetap terjaga, dengan NPF gross sebesar 1,97 persen.
Salah satu produk pembiayaan yang menonjol adalah Cicil Emas, yang mengalami pertumbuhan luar biasa sebesar 143,41 persen dengan NPF sebesar 0,00 persen. Produk ini memiliki potensi untuk terus berkembang seiring meningkatnya tren investasi emas. Pembiayaan Cicil Emas BSI naik 5-6 kali lipat sejak merger, didorong oleh kenaikan harga emas yang signifikan.
Hery juga menambahkan bahwa disiplin dalam fokus bisnis meningkatkan Pendapatan Margin Bagi Hasil bank sebesar Rp 18,41 triliun, tumbuh 11,98 persen (yoy), sementara Fee Based Income tumbuh 30,14 persen (yoy) menjadi Rp 3,94 triliun. Hal ini menghasilkan PPOP BSI sebesar Rp 8,52 triliun, tumbuh 7,61 persen (yoy).
Dengan kualitas yang terjaga, NPF gross menurun ke level 1,97 persen dan cost of credit mencapai 0,97 persen. Aset BSI per September mencapai Rp 371 triliun, tumbuh 15,91 persen (yoy), dengan Return on Equity (ROE) berada di posisi 17,59 persen.