Musim Pancaroba, BMKG Ingatkan Masyarakat Jaga Kondisi Kesehatan

Warga yang tinggal di bantaran sungai harus berhati-hati jika ada luapan air sungai.

Republika/Putra M. Akbar
Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan pada layar yang menampilkan citra satelit cuaca di Kantor BMKG
Rep: Muhammad Fauzi Ridwan Red: Arie Lukihardianti

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung mengingatkan masyarakat untuk menjaga kondisi tubuh di musim pancaroba atau peralihan dari musim panas ke musim hujan. Termasuk saat ini yang masih terjadi cuaca panas.

Baca Juga


Prakirawan BMKG Bandung Neneng Sugianti mengimbau masyarakat tetap berhati-hati saat musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Ia mengingatkan masyarakat untuk menyadari kondisi kesehatan sendiri.

"Kalau rentan terhadap cuaca dingin atau air hujan sebaiknya kompromi dengan situasi saat ini," ujar Neneng, Kamis (31/10/2024).

Neneng menyebut mereka yang tinggal di bantaran sungai harus berhati-hati jika terjadi luapan air sungai. Termasuk mereka yang tinggal di lereng untuk berhati-hati sebab dikhawatirkan terjadi longsor. Apabila di depan rumah terdapat pohon besar untuk diperiksa apakah masih kokoh atau keropos. Mereka yang beraktivitas di luar rumah pun diingatkan apabila terjadi hujan berteduh di tempat aman.

"Berteduh jangan di bawah pohon atau baliho khawatir roboh," katanya.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung mengungkapkan suhu cuaca di Kota Bandung selama bulan Oktober berada di atas 30 derajat celcius. Mereka pun mengungkap alasan suhu Bandung dan sekitarnya panas.

Kepala BMKG Bandung Teguh Rahayu mengatakan suhu udara Kota Bandung selama bulan Oktober berada di kisaran 30 derajat celcius hingga 34,5 derajat celcius. Ia menyebut saat masa pancaroba atau peralihan musik kemarau ke musim hujan kondisi cuaca siang hari didominasi cerah dan terjadi proses konveksi.

"Suhu di siang hari terasa lebih panas  karena faktor kecepatan angin, tutupan awan, dan tingkat kelembapan udara," ujar Teguh, Rabu (30/10/2024).

Teguh Rahayu menyebut fenomena suhu panas terik dipicu oleh beberapa kondisi dinamika atmosfer seperti kondisi cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara (termasuk Jawa Barat) didominasi oleh kondisi cuaca yang cerah. Serta minim tingkat pertumbuhan awan terutama pada siang hari.

"Kondisi ini menyebabkan penyinaran matahari pada siang hari ke permukaan bumi tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer," katanya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler