Digitalisasi Jadi Kunci Penggerak Industri Halal Indonesia
Permintaan produk halal diperkirakan akan mencapai 3,1 triliun dolar AS pada 2027.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menekankan pentingnya digitalisasi untuk memaksimalkan potensi industri halal Indonesia. Hal tersebut ia sampaikan dalam sambutannya di acara 6th Indonesia International Halal Lifestyle (INHALIFE) Conference 2024, Kamis (31/10/2024).
“Saat ini, kita (Indonesia) berada di persimpangan antara pasar halal global yang terus berkembang dan kecepatan transformasi digital yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ungkapnya.
Mengutip laporan SGIE 2023, Juda Agung menunjukkan, permintaan untuk produk halal diperkirakan akan mencapai 3,1 triliun dolar AS atau sekitar Rp 48.600 triliun pada 2027. Kenaikan permintaan ini tidak hanya didorong oleh populasi Muslim yang terus bertambah, tetapi juga oleh minat konsumen terhadap komitmen halal yang menjamin kemurnian dan produksi yang etis. Sebagai salah satu pasar halal terbesar di dunia, Indonesia perlu terus berinovasi dan berkompetisi secara global.
"Digitalisasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Melalui transformasi digital, kita dapat memperluas jangkauan bisnis halal dan melayani konsumen secara lebih efektif," tegasnya.
Juda Agung juga menyoroti beberapa inisiatif strategis dalam digitalisasi industri halal. Pertama, e-commerce akan digunakan untuk memasarkan produk halal bersertifikat secara global, memberikan keuntungan signifikan bagi usaha kecil. Selanjutnya, sistem pembayaran QRIS diimplementasikan untuk mempermudah transaksi bagi seluruh pelaku bisnis, termasuk usaha kecil.
Di bidang keuangan, produk keuangan syariah akan memfasilitasi akses pendanaan bagi bisnis halal. Selain itu, teknologi juga digunakan untuk meningkatkan traceability produk halal dari sumber hingga konsumen melalui peluncuran platform Traceability Halal Indonesia. Terakhir, proses sertifikasi halal akan dipercepat dan diperbaiki efisiensinya melalui platform digital dan teknologi AI. Inisiatif-inisiatif ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam industri halal global.
“Jadi, ini bukan hanya tentang teknologi; ini tentang menciptakan ekosistem yang terbuka, efisien, dan adil. Kami (BI) bertujuan untuk membangun ekonomi halal di mana setiap transaksi dan sertifikasi didukung oleh teknologi dan dapat dipercaya oleh konsumen,” ujarnya.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan juga menegaskan pentingnya industri halal dalam konteks global. Haikal menegaskan, produk halal memiliki makna yang jauh lebih dalam dari sekadar label.
“Halal ini merupakan simbol keamanan, kesehatan, kesejahteraan, kebersihan, ketahanan, integritas, dan kemenangan semua,” tegas Haikal.
Ia juga menekankan produk halal bukan hanya memenuhi syarat keagamaan, tetapi juga menjamin kualitas dan keamanan bagi konsumen. Dengan pertumbuhan permintaan global untuk produk halal, Indonesia berpeluang untuk memimpin pasar ini dengan terus berinovasi dan menerapkan praktik terbaik dalam sertifikasi halal. Haikal berharap kolaborasi antara berbagai pihak akan memperkuat posisi Indonesia di pasar halal dunia.
Gaya hidup makin relevan
Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) Sapta Nirwandar juga menyoroti gaya hidup halal kini semakin relevan bagi semua kalangan, termasuk konsumen non-Muslim. "Hal ini membuat banyak konsumen non-Muslim yang akhirnya memilih mempraktikkan gaya hidup halal dan menggunakan produk dari industri halal yang terjamin aman, bersih, dan baik," ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa sektor industri halal menjadi tumpuan banyak negara, baik Muslim maupun non-Muslim, untuk memperkuat perekonomian mereka pasca pandemi global. Sapta pun mengajak semua pihak untuk bersinergi dalam memajukan industri halal Indonesia, sehingga dapat berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.