Bisa Tembus Gaza, Perawat Indonesia Saksikan Keajaiban Saat Menolong Persalinan

Bayi-bayi di rumah sakit bisa bertahan dengan suplai oksigen yang terbatas.

Dok Sri Baiti Janati
Sri Baiti Janati (Kedua dari kanan)
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sri Baiti Janati merupakan seorang perawat Indonesia yang berhasil menembus jalur Gaza pada pemberangkatan gelombang pertama tim medis Medical Rescue (MER-C) pada Maret 2024 lalu. Sri bertugas di sebuah rumah sakit bernama Al-Helal Al-Emirati Hospital yang berada di selatan Gaza, tepatnya di wilayah Tal El Sultan yang berbatasan dengan Rafah.

Baca Juga


Laporan United Nations Population Fund (UNPF) menyatakan, hanya ada lima kamar bersalin di rumah sakit tersebut. Padahal, setidaknya ada lebih dari 70 kasus persalinan yang harus ditangani dalam satu hari sejak serangan Israel berlangsung.

Masih menurut laporan yang sama, sekitar 5.500 wanita akan melahirkan pada sekitar akhir Maret tanpa akses ke bantuan medis. Sebagian besar diantaranya berada di Rafah. Sementara itu, lebih dari 155.000 wanita hamil dan menyusui berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi. Menurut UNPF, hanya RS Al-Helal Emirati yang masih bisa memberi layanan kesehatan di daerah tersebut mengingat sebagian besar rumah sakit di Gaza sudah lumpuh.

Di tengah berbagai keterbatasan, Sri menyaksikan berbagai keajaiban di ruang persalinan. Pada satu hari, dia menolong seorang ibu hamil yang kehamilannya berusia 36 pekan. Ibu tersebut terkena serangan bom Israel dan meninggal dunia. Sri membantu dokter untuk melakukan pembedahan saat itu juga. Di luar nalar, detak jantung janin di rahim ibu tersebut ternyata masih ada.  “Bayinya hidup dan bisa diselamatkan,”kata dia saat berbincang dengan Republika di Bekasi belum lama ini. 

Sri juga menyaksikan, tidak sedikit bayi yang dilahirkan dalam kondisi prematur sehingga harus dirawat di inkubator.  Terbatasnya suplai oksigen membuat bayi-bayi tersebut harus berbagi. Satu tabung oksigen harus dihirup oleh empat hingga lima bayi. Dengan kondisi tersebut, Sri mengungkapkan, bayi-bayi itu masih bisa bertahan hidup.

Tidak hanya itu, Sri menjelaskan,  banyak ibu hamil yang bersalin di RS Emirati melahirkan bayi kembar. Tak hanya kembar dua, tetapi mereka bisa kembar dari dua hingga lima orang. Dalam peralatan seadanya, Sri mengungkapkan, semua proses persalinan bayi kembar yang dibantunya berjalan lancar.  Untuk persalinan kembar dua dilakukan secara normal. Operasi sesar baru dilakukan untuk mereka yang melahirkan kembar tiga ke atas. “Tidak ada drama,”kata dia. Baca juga: Perawat Indonesia Menembus Gaza

Di rumah sakit tersebut, Sri harus bekerja keras. Rumah sakit tersebut menjadi satu-satunya rujukan untuk ibu melahirkan di Rafah. Setelah agresi, kasus persalinan naik hingga 700 persen menjadi 7000 kasus per bulan.

Dalam sehari, dia bisa membantu 20 kasus persalinan. Sri yang bekerja penuh selama tujuh jam menguatkan diri. Dia terlalu malu untuk mengeluh saat menyaksikan tenaga medis lokal yang sudah bekerja 1x24 jam.

Sri mengatakan, tidak mudah untuk menangani kasus persalinan di tengah terbatasnya kamar, tenaga medis dan obat-obatan.  Pihak rumah sakit menyiasati dengan memperpendek Length of Stay (LOS).

Artinya, ujar Sri, pasien dengan persalinan normal yang seharusnya minimal satu hari masa pemulihan harus meninggalkan perawatan hanya dalam waktu tiga jam untuk kemudian kembali ke tenda-tenda pengungsian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler