Trump Menang, Kebijakan Iklim Terancam
Undang-undang bentukan pemerintahan Joe Biden ini bertolak belakang dengan Trump.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sejumlah pakar perubahan iklim mengatakan terpilihnya Donald Trump untuk kedua kali sebagai presiden AS dan berkuasanya Partai Republik di Senat dapat memundurkan sejumlah kebijakan iklim Washington. Amerika Serikat (AS) merupakan negara penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia.
Kemunduran ini akan terjadi di saat semakin banyak nyawa yang hilang akibat gelombang panas dan semakin tingginya polusi yang terakumulasi di atmosfer. AS juga baru saja dilanda dua badai besar yang menimbulkan kerugian besar. Trump juga terpilih ketika hampir 200 negara berkumpul di Baku, Azerbaijan untuk menegosiasikan dana iklim pekan depan.
Salah satu perubahan yang mungkin terjadi di pemerintahan Trump adalah Undang-Undang Pengurangan Inflasi yang diperkirakan dapat mengurangi emisi AS hingga 40 persen pada 2030, jika UU tersebut dilaksanakan.
AS di bawah kepemimpinan Joe Biden sebelumnya juga mendorong transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Salah satu kebijakan yang dijalankan adalah dengan memberikan kredit kepada pengusaha yang membangun pembangkit listrik tenaga surya dan angin.
Namun tidak terbatas pada itu. Program ini mendorong pengembangan geothermal dan bisnis yang menerapkan teknologi penyerapan dan penyimpanan karbon dioksida (CSS), serta memberikan insentif pada pembangkit listrik tenaga nuklir.
Undang-undang ini juga memberikan keringanan pajak 7.500 dolar AS untuk membeli mobil listrik. Orang-orang yang membeli mobil bekas juga mendapat keringanan, asalkan penghasilan mereka tidak terlalu besar untuk memenuhi syarat.
Undang-undang bentukan pemerintahan Joe Biden ini sangat bertolak belakang dengan Trump yang menyimpulkan kebijakan energinya, yaitu “bor, ayo, bor" dan berjanji membongkar apa yang ia sebut "tipuan hijau baru" Partai Demokrat. Trump mendukung peningkatan produksi bahan bakar fosil seperti minyak, gas alam dan batu bara yang merupakan penyebab perubahan iklim.
Ia berjanji mengakhiri subsidi pembangkit listrik tenaga angin termasuk UU Iklim tahun 2022.
Kepala komunikasi di firma hukum Bracewell LLP Scott Segal yang mewakili industri energi, mengatakan undang-undang iklim tidak mungkin dicabut. Penasihat kebijakan senior di Project Drawdown Dan Jasper mengatakan pencabutan bagian dari undang-undang iklim dapat menjadi bumerang bagi Trump. Sebab, sebagian besar investasi dan pekerjaan berada di daerah yang dikuasai Partai Republik.