Muslim Dearborn Michigan Sudah Beri Peringatan ke Kamala Harris, Hingga Akhirnya Dia Kalah
Harris dinilai telah mengabaikan desakan Arab-Muslim AS agar menyetop perang di Gaza.
REPUBLIKA.CO.ID, Saat layar televisi menayangkan program berita Fox News yang mengumumkan bahwa capres Donald Trump menang di Negara Bagian Pennsylvania pada Rabu (6/11/2024) pagi, sekelompok aktivis Arab-Muslim berkumpul di sebuah rumah di Dearborn, Michigan untuk nonton bareng hasil penghitungan Pilpres AS 2024. Seperti Michigan, Pennsylvania adalah di antara negara bagian di AS yang menjadi penentu kemenangan Trump.
"Genosida adalah politik yang buruk," ujar salah satu aktivis dikutip Al Jazeera, Rabu (6/11/2024).
Saat kemenangan Trump memicu amarah dan kesedihan para pendukung Partai Demokrat, situasi di Dearborn, Michigan berbeda pada pilpres kali ini. Dearborn, kota di AS yang dikenal sebagai salah satu wilayah tempat bermukimnya komunitas Arab-Muslim yang selama ini dikenal sebagai pendukung Demokrat justru bisa menerima kekalahan Harris.
Bagi komunitas Muslim AS, Kamala Harris dinilai telah mengabaikan desakan mereka agar pemerintahannya mengkaji ulang kebijakan dukungan tanpa syarat AS kepada Israel. Harris bahkan beberapa kali menyatakan, "Israel berhak untuk membela diri", meski melakukan aksi kekerasan brutal di Gaza dan Lebanon.
Aktivis Adam Abusalah mengatakan, salah satu alasan Harris kalah adalah keputusannya untuk berpihak kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meski harga yang harus dibayar adalah teralienasinya basis dukungan Demokrat dari kalangan Muslim-Arab AS, termasuk dari kalangan anak muda dan kelompok progresif.
"Kami sudah mengingatkan Demokrat lebih dari setahun sekarang, dan Demokrat terus menganggap enteng apa yang terjadi (di Gaza)," kata Abusalah.
Abusalah menambahkan, pesan utama Harris kepada komunitas Arab selama kampanye adalah peringatan atas bahaya kepemimpinan Trump. Taktik kampanye itu, menurut Abusalah, gagal sebagaimana para pemilih di Dearborn sangat fokus terhadap terus berlanjutnya perang di Timur Tengah yang berpengaruh langsung terhadap banyak di antara mereka.
Di kota Dearborn, amarah terhadap genosida Israel di Gaza tercermin di kotak suara Pilpres AS 2024. Harris kalah lebih dari 2.600 suara dari Trump. Padahal pada 2020, Joe Biden mengalahkan Trump dengan selisih keunggulan hingga 17.400 suara.
Capres dari Partai Hijau, Jill Stein, sebagai satu-satunya kandidat yang lantang menentang agresi Israel di Gaza, juga mencatatkan kenaikan suara signifikan. Dari yang cuma 270 suara pada 2020, menjadi lebih dari 7.600 suara pada tahun ini.
Hussein Dabajeh, seorang konsultan politik keturunan Lebanon yang tinggal di Detroit, juga mencatat bahwa anggota kongres dari Partai Demokrat, Rashida Tlaib secara signifikan mengalahkan Harris di Dearborn. Tlaib meraih 9.600 suara lebih banyak daripada sang wakil presiden.
"Komunitas Arab itu anti-genosida. Kami mendukung kandidat yang juga mendukung komunitas, dan kami berdiri melawan para kandidat yang juga bertentangan dengan komunitas," kata Dabajeh kepada Al Jazeera.
Meski menang, masih tidak jelas, kepemimpinan Trump akan berarti apa terhadap kalangan Arab dan Muslim di AS. Karena diketahui, Trump memiliki sejarah panjang sebagai pendukung pandangan anti-Muslim dan anti-Imigran yang juga diimplementasikannya saat ia menjadi Presiden AS pada 2016-2020.
"Saya berharap sesuatu yang baik. Saya berharap negara ini akan bersatu. Saya berharap Demokrat dirangkul oleh mereka," kata Dabejeh.
Belakangan lewat kampanyenya, Trump berjanji akan menghadirkan 'kedaiamaian' di kalangan komunitas Arab dan Muslim. Trump juga telah menurunkan nada antagonistiknya terhadap warga Arab dan Muslim saat kampanyenya di Michigan.
Trump pun mengajakan pejabat Arab dan Muslim ke panggung kampanyenya di Michigan dan menyebut mereka sebagai "orang-orang hebat". Trump juga pernah mengunjungi Dearborn dan mendengar langsung tuntutan komunitas Muslim agar ia menghentikan perang di Gaza, di mana Harris gagal menunaikan tuntutan itu.
Seorang agen real estate di Dearborn, keturunan Irak, Ali Alfarjalla, mengatakan, terlepas dari segara kekurangannya, Trump merepresentasikan perubahan dari apa yang telah dijalani oleh pemerintahan Biden-Harris yang tak hentinya mendukung serangan Israel ke Gaza dan Lebanon. Dia menekankan, bahwa Pilpres 2024 bukanlah akhir dari keterikatan politik warga, namun komunitas Muslim akan terus menekan Trump untuk menepati janjinya menghadirkan kedamaian di Timur Tengah.
"Kami harus bekerja lebih untuk memastikan bahwa kepentingan-kepentingan kami didengar, untuk menghentikan genosida di Gaza, hentikan invasi di selatan Lebanon, dan bebaskan rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri. Kami memiliki harapan soal itu. Itu adalah prirotas nomor satu dari komunitas," kata Alfarjalla.
Dia juga menilai bahwa, narasi pendukung Harris soal "yang lebih baik dari dua orang jahat" malah menjadi bumerang, karena banyak pemilih tidak bisa melihat sesuatu yang lebih jahat daripada pemerintahan yang menyediakan bom-bom untuk membunuh keluarga dan menghancurkan kota (Gaza). Saat baik Trump atau Harris mendukung Israel, kampanye Harris melakukan blunder yang berakibat pada teralianesinya komunitas Muslim di Michigan.
Saat berkampanye di Konvensi Nasional Demokrat di Chicago pada Agustus lalu, Harris menolak permintaan pidato dari seorang juru bicara warga Palestina. Harris juga menolak permintaan pertemuan dari Pergerakan Tak Berkomitmen, kelompok yang didirikan untuk menekan Biden atas dukungan tanpa syaratnya terhadap Israel.
Tak seperti Trump, Harris tidak mengunjungi Dearborn, yang padahal secara de-facto adalah pendukung baik secara politik dan keuangan dari kalangan Arab-Amerika selama masa kampanyenya. Harris malahan bertemu dengan 'pejabat' pilihan dari kalangan Arab dan Muslim di Flint, satu jam jaraknya ke arah utara Detroit, bulan lalu.
Di Michigan, Harris berkampanye bersama Liz Cheney sambil menerima dukungan formal dari ayah Liz, Dick Cheney, yang dalam sejarah dikenal sebagai arsitek dari 'Perang atas Teror' yang kemudian berujung pada kehancuran Timur Tengah. Sejumlah aktivis Arab-Amerika mengecam keputusan Harris berkampanye bersama keluarga Cheney.
"Kami melihat sendiri Harris didukung oleh neo-konservatif seperti Liz Cheney dan Dick Cheney, dan dia berkampanye bersama mereka dan berbicara betapa hebatnya mereka," kata anggota dewan Derborn, Mustapha Hammoud kepada Al Jazeera.
"Anda tahu nggak? Saya pikir orang-orang tidak akan memilih George W Bush, sehingga anda juga tidak akan melihat orang-orang memilih Harris," kata Hammoud, menganalogikan.
Berbicara dalam rangka kampanye Harris pekan lalu, mantan presiden AS, Bill Clinton mengklaim, bahwa Hamas 'memaksa' Israel membunuh warga sipil Palestina dan menyebut sejarah Zionisme lebih dulu ada daripada Islam. Kampanye Clinton yang kemudian viral di media sosial itu, dinilai oleh sebagian pengamat menjadi 'gong penanda' bahwa Demokrat memang telah mengabaikan dukungan dari kalangan komunitas Arab dan Muslim.
"Wakil Presiden Harris telah menunjukkan kepada kami berulang-ulang bahwa dia tidak benar-benar menginginkan suara kami," kata pemimpin Pergerakan Tanpa Komitmen, Layla Elabed kepada Al Jazeera pekan lalu.
Wali Kota Dearborn Abdullah Hammoud pun menilai bahwa kampanye Kamala Harris enggan untuk berinteraksi langsung dengan komunitas Arab-Amerika. "Mereka tidak mau interaksi terjadi. Mereka tidak mau mengetuk pintu-pintu di mana mereka pikir kamu konservatif akan terseret, dan pemilih mungkin tidak berada di sana," kata Hammoud.
Dalam hal kebijakan, Harris tidak pernah menyajikan janji kongkret kepada komunitas, seperti misalnya membuka kembali misi diplomatik Palestina di Washington DC, atau melanjutkan pendanaan kepada Badan untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA). Janji-janji kampanye Biden pada 2020 kepada kalangan Arab dan Muslim AS pun banyak yang tidak terpenuhi.
Kesimpulannya, banyak warga Arab-Amerika mengatakan bahwa mereka telah selamat selama empat tahun kepemimpinan Trump, tapi keluarga mereka di Palestina dan Lebanon banyak yang tewas saat kepemimpinan Biden-Haris.