Skandal Kebohongan Netanyahu, Pemecatan Gallant, dan Rencana Zionis Kuasai Gaza

Dokumen Hamas telah dimanipulasi diduga untuk memuaskan hasrat perang Netanyahu.

AP Photo/Pamela Smith
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemecatan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant ditengarai terkait dengan hasrat besar Perdana Menteri Netanyahu untuk terus mengobarkan perang dan menduduki seluruh wilayah di Gaza.

Baca Juga


Hal itu juga terkait dengan skandal kebohongan di lingkaran PM Netanyahu menyusulnya kebocoran data intelijen yang telah dimanipulasi.

Dalam laporan media Israel, dokumen intelijen telah dibocorkan dan dimanipulasi. Dokumen itu merupakan salinan strategi militer Hamas yang ditemukan oleh intelijen militer Israel di Gaza. Namun ironinya, salinan tersebut kemudian 'dipalsukan' oleh tersangka orang dalam, atau dekat dari kantor perdana menteri Netanyahu dan lembaga pertahanan.

Dokumen-dokumen itu lantas dibocorkan ke surat kabar Jerman, Bild, dan Jewish Chronicle Inggris, tepat saat kesepakatan gencatan senjata potensial untuk Gaza pada September tahun ini. Gencatan senjata itu pada akhirnya gagal.

Tidak jelas bagaimana perubahan atau manipulasi pada dokumen-dokumen ini mungkin telah dilakukan. Namun dokumen-dokumen tersebut diyakini telah membuatnya tampak bahwa Hamas bermaksud menyelundupkan tawanan Israel yang ditahan di Gaza ke Mesir dan kemudian ke Iran atau Yaman. Tuduhan yang akhirnya membuat Hamas hengkang dari gencatan senjata. 

Menteri Pertahanan Israel yang digulingkan, Yoav Gallant, dilaporkan mengatakan tentara Israel sejatinya telah mencapai semua tujuan di Gaza. Namun Benjamin Netanyahu menolak kesepakatan sandera untuk perdamaian yang bertentangan dengan saran dari lembaga keamanannya sendiri.

Gallant berbicara kepada keluarga sandera pada Kamis, dua hari setelah dipecat oleh Netanyahu, dan laporan tentang pernyataannya dengan cepat muncul di media Israel. "Tidak ada lagi yang bisa dilakukan di Gaza. Prestasi besar telah dicapai," kata berita Channel 12 mengutipnya.

"Saya khawatir kita tinggal di sana hanya karena ada keinginan untuk berada di sana."

 

Dia dilaporkan memberi tahu keluarga bahwa gagasan bahwa Israel harus tetap berada di Gaza untuk menciptakan stabilitas adalah ide yang tidak pantas untuk mempertaruhkan nyawa tentara.

Mengutip sumber yang mengetahui percakapan tersebut, Haaretz juga melaporkan bahwa Gallant mengatakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah mencapai semua tujuan mereka di Gaza.

Gallant disebut telah memberi tahu keluarga sandera bahwa Netanyahu adalah satu-satunya orang yang dapat memutuskan apakah akan membuat kesepakatan yang melibatkan pembebasan sandera Israel oleh Hamas. Sebagai imbalan, Hamas meminta pembebasan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel dan gencatan senjata sementara.

Pemerintahan AS di bawah Joe Biden telah mencoba menjadi perantara kesepakatan gencatan senjata sejak Mei. Tetapi perdana menteri Israel itu membuat serangkaian komentar yang menjauhkan diri dari kesepakatan tersebut.

Dia kemudian membuat kesepakatan dengan syarat mempertahankan kehadiran IDF di koridor Philadelphia di perbatasan Gaza-Mesir, yang tidak dapat diterima oleh Hamas. Para pejabat AS mulai melihat Netanyahu sebagai hambatan yang setidaknya sama besarnya bagi perdamaian seperti Hamas.

Penangkapan orang Netanyahu

Di antara lima orang yang ditangkap karena dicurigai membocorkan dan memanipulasi intelijen adalah juru bicara perdana menteri, Eli Feldstein.

Otoritas tersebut telah melakukan penangkapan tersebut pada Jumat pekan lalu. Pengadilan Israel di Rishon LeTsiyon mengatakan penyelidikan bersama oleh tentara, polisi, dan dinas keamanan internal Israel, Shin Bet, telah membuat mereka mencurigai adanya pelanggaran keamanan nasional yang disebabkan oleh penyediaan informasi rahasia yang melanggar hukum. Pembocoran dokumen itu juga telah merugikan pencapaian tujuan perang Israel.

Kebocoran tersebut, kata hakim Menachem Mizrahi menimbulkan risiko terhadap informasi sensitif dan sumber intelijen”, dan merugikan upaya untuk mencapai “tujuan perang di Jalur Gaza” yakni pembebasan sandera.

Netanyahu telah membantah adanya kesalahan yang dilakukan oleh anggota kantornya dan, menurut pernyataan yang dikeluarkan pada hari Sabtu, mengklaim bahwa ia baru mengetahui dokumen yang bocor tersebut melalui media.

Seberapa besar masalah kebocoran dokumen tersebut?

"Ini masalah besar," kata Mitchell Barak, seorang juru survei Israel dan mantan asisten politik beberapa tokoh politik senior Israel, termasuk Netanyahu, kepada Aljazirah.

"Ini berpotensi lebih buruk daripada Watergate, yang ironisnya adalah hotel tempat Netanyahu menginap pada kunjungan terakhirnya ke Washington," katanya menambahkan, merujuk pada kediaman asal skandal awal tahun 1970-an yang menjatuhkan Presiden AS Richard Nixon.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler