Ini Kata Pemimpin Houthi Soal Terpilihnya Trump Sebagai Presiden AS

Al-Houthi menyoroti keberpihakan Trump kepada Israel.

AP Photo/Alex Brandon
Donald Trump melambaikan tangan saat ia menaiki pesawat di Bandara Internasional Harry Reid setelah perjalanan kampanye, Sabtu, 14 September 2024, di Las Vegas.
Rep: Kamran Dikarma Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Pemimpin kelompok Houthi Yaman, Abdul Malik al-Houthi, mengatakan, terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) tidak akan membantu mengakhiri konflik di Timur Tengah (Timteng). Dia berpendapat, Trump bakal gagal berkontribusi menyudahi konflik di Timteng, khususnya antara Israel dan Palestina.

Baca Juga


Al-Houthi mengatakan, ketika menjabat presiden AS pada 2017-2021, Trump memang berhasil memediasi kesepakatan normalisasi diplomatik Israel dengan empat negara Arab, yakni Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko. Kesepakatan yang dikenal sebagai "Deal of the Century" itu digadang-gadang akan membawa perdamaian ke Timteng.

Kendati demikian, al-Houthi menilai, kesepakatan normalisasi tersebut tak membantu penyelesaian konflik di kawasan. "Trump gagal dalam proyek the Deal of the Century terlepas dari semua kesombongan, keangkuhan, kecerobohan, serta tiraninya, dan dia akan gagal kali ini juga," ujarnya, Kamis (7/11/2024), dikutip laman Al Arabiya.

Al-Houthi pun menyoroti keberpihakan Trump kepada Israel. Menurutnya, lawan Trump dalam Pilpres AS 2024, yakni Kamala Harris, turut menunjukkan dukungan terhadap Tel Aviv. "(Mereka) bersaing untuk menentukan siapa yang akan memberikan lebih banyak layanan kepada musuh Israel," kata al-Houthi.

"Trump sendiri pernah menjabat sebagai presiden sebelumnya, dan sangat ingin memberikan pencapaian bagi Israel," tambah al-Houthi.

Ketika menjabat sebagai presiden AS periode 2017-2021, Trump membawa "petaka" bagi Palestina. Pada Desember 2017, AS, di bawah kepemimpinan Trump, mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. AS menjadi negara pertama yang memberi pengakuan tersebut.

Kala itu, keputusan AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel menuai cukup banyak kecaman dan protes, terutama dari negara-negara Arab. AS dinilai telah melanggar berbagai resolusi internasional terkait Yerusalem. Palestina diketahui menghendaki Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depannya.

Setelah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Palestina menarik diri dari perundingan damai dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator netral karena terbukti membela kepentingan Israel.

Pada Mei 2018, AS akhirnya memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Kala itu Palestina turut mengkritik keras keputusan AS tersebut.

Donald John Trump dipastikan kembali melenggang ke Gedung Putih setelah memenangi Pemilu Presiden Amerika Serikat yang digelar pada 5 November lalu. Presiden terpilih yang berasal dari Partai Republik itu unggul setelah meraih 295 suara elektoral.

Menurut Associated Press (AP), pesaingnya dari Partai Demokrat yang sekaligus Wakil Presiden AS Kamala Harris mengumpulkan 224 suara. Trump akan dilantik sebagai presiden ke-47 AS pada 20 Januari 2025.

Ini menandai periode kedua pemerintahannya setelah sebelumnya ia mengisi posisi utama di Gedung Putih itu pada 2017-2021. Lalu siapakah Trump, yang juga dikenal sebagai sosok sensasional itu?

Deretan Kontroversi Donald Trump

1. Berangkat dari bisnis

Trump memulai karier sebagai pengembang real estat dan pengusaha berbagai bisnis seperti hotel dan kasino, lapangan golf, kontes kecantikan, serta produk bermerek di seluruh dunia. Pria yang lahir pada 14 Juni 1946 di Queens, New York, itu juga menulis belasan buku termasuk The Art of Deal yang diterbitkan pada 1987.

Dari 2004 hingga 2015, Trump menjadi pembawa acara dan produser acara televisi populer, The Apprentice. Trump menerima pencalonannya sebagai presiden AS dari Partai Republik pada 2016. Setelah memenangi pemilu pada tahun yang sama, ia dilantik sebagai Presiden ke-45 AS pada Januari 2017.

2. Kebijakan kontroversial

Periode pertama pemerintahan Trump ditandai oleh serangkaian kebijakan kontroversial dan langkah kebijakan luar negeri. Ia memiliki perselisihan panjang dengan lembaga hukum seperti FBI dan CIA, serta beberapa jenderal Pentagon.

Trump juga disebut pernah menolak beberapa saran dari Dinas Rahasia dan mengumumkan keputusan melalui media sosial tanpa berkonsultasi dengan para penasihatnya. Di panggung internasional, kebijakan Trump juga memecah belah, termasuk perang dagang AS-China, dukungannya terhadap Israel, dan seruan untuk kontrol imigrasi yang lebih ketat.

Keputusan untuk menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran dan Perjanjian Iklim Paris merupakan beberapa langkah paling kontroversial selama AS dipimpin oleh Trump.

Saat mencoba mengekang dominasi pasar China melalui pajak impor yang tinggi, Trump menimbulkan kontroversi dengan pertemuan persahabatannya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan upayanya membentengi perbatasan AS-Meksiko dengan penghalang logam.

3. Dua kali dimakzulkan

 

Trump merupakan presiden pertama AS yang dimakzulkan dua kali. Pada Desember 2019, DPR AS yang dikendalikan oleh Partai Demokrat memakzulkan Trump. Trump dituduh atas penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi Kongres atas upayanya membujuk seorang pemimpin asing, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, untuk mencampuri Pemilu Presiden AS.

Selanjutnya Trump diadili di Senat dan dibebaskan pada Februari 2020. Namun, hanya berselang setahun, DPR AS kembali memakzulkan Presiden Trump.

Berbeda dengan preseden sebelumnya, Trump menolak mengakui kekalahan dalam Pilpres 2020 atau mengakui keabsahan kemenangan Joe Biden, yang jauh lebih unggul dengan 306 suara elektoral. Trump memimpin upaya yang berlarut-larut untuk merusak sertifikasi suara.

Hal ini menyebabkan para pendukung Trump melakukan penyerangan brutal di Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021. Peristiwa itu menyebabkan pemakzulan kedua. Ia diadili di Senat dan dibebaskan lagi beberapa minggu setelah masa jabatannya berakhir.

4. Kasus hukum

Trump juga merupakan presiden pertama AS yang dihukum karena kejahatan berat. Pada Mei 2024, juri di New York City memutuskan Trump bersalah atas 34 tuduhan kejahatan berat berupa pemalsuan catatan bisnis.

Kasus tersebut dikenal sebagai kasus uang tutup mulut. Dalam dakwaan pada Oktober 2016, Trump meminta salah satu pengacaranya, Michael Cohen, membayar seorang bintang film dewasa, Stormy Daniels untuk merahasiakan hubungan seksual yang diklaimnya dengan Trump pada 2006.

Jaksa penuntut berpendapat Trump menggunakan praktik bisnis yang curang untuk tujuan mengganggu hasil Pilpres 2016 dengan menyesatkan pemilih. Juri setuju dengan jaksa penuntut, menyatakannya bersalah atas semua 34 dakwaan, tetapi Trump berjanji mengajukan banding atas putusan tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler