Allah SWT Menyentuh dengan Kedua Tangan-Nya Saat Menciptakan Nabi Adam AS?

Ulama berbeda pendapat tentang sentuhan tangan Allah SWT

Jejak ini diklaim bekas telapak kaki Nabi Adam AS di Srilanka. Ulama berbeda pendapat tentang sentuhan tangan Allah SWT
Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam surat Shad Allah SWT bertanya kepada Iblis tentang yang menghalanginya untuk bersujud kepada Nabi Adam yang telah diciptakan dengan "kedua tangan-Nya".

Dalam ayat ini, seakan-akan Allah menyentuh Nabi Nabi Adam dengan kedua tangan-Nya, namun benarkah demikian? Dalam surat Shad ayat 75, Allah SWT berfirman:

قَالَ يٰٓاِبْلِيْسُ مَا مَنَعَكَ اَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۗ اَسْتَكْبَرْتَ اَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِيْنَ

Artinya: "(Allah) berfirman, “Wahai Iblis, apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah (memang) termasuk golongan yang (lebih) tinggi?”

Ayat di atas mengandung frasa "kedua tangan-Ku," yang merupakan bentuk tasybih (perumpamaan) dalam bahasa Arab untuk menunjukkan tindakan langsung dari Allah SWT. Namun, tafsir ulama mengenai ayat ini berbeda-beda.

Beberapa ulama memahami "dengan kedua tangan-Ku" secara literal sebagai ungkapan penghormatan dan keagungan terhadap penciptaan Nabi Adam.

Namun, mereka menegaskan bahwa makna "tangan" di sini bukan berarti tangan dalam arti jasmani, karena Allah SWT tidak serupa dengan makhluk-Nya. Pendapat ini bertujuan untuk menekankan kedekatan dan perhatian khusus Allah SWT dalam penciptaan manusia pertama.

Misalnya, dalam tafsir yang mendekati pandangan ini, Ibn Katsir menyebutkan bahwa penggunaan kata "tangan" adalah untuk menunjukkan keistimewaan penciptaan Adam dibanding makhluk lain. Namun, maknanya tetap dipegang sebagai bagian dari sifat-sifat Allah yang sesuai dengan kemuliaan-Nya, tanpa menyerupai sifat makhluk.

BACA JUGA: Keajaiban Tulang Ekor Manusia yang Disebutkan Rasulullah SAW dalam Haditsnya

 

Ulama lain, seperti sebagian mufasir dari kalangan Asy'ariyah, menganggap bahwa "kedua tangan" merupakan majaz (metafora) yang melambangkan kekuasaan atau kehendak Allah SWT.

Mereka berpendapat bahwa penggunaan kata "tangan" dalam bahasa Arab juga dapat diartikan sebagai simbol dari "kemampuan" atau "kekuasaan," bukan tangan secara fisik. Dengan kata lain, "dengan kedua tangan-Ku" bermakna bahwa Allah menciptakan Nabi Adam secara langsung dan dengan perhatian khusus, berbeda dengan makhluk lainnya.

INFO GRAFIS Fakta Unik tentang Alquran - (Republika )

 

Dalam Tafsir An-Nafahat Al-Makkiyah, Syekh Muhammad bin Shalih asy-Syawi menjelaskan, maksud dari ayat di atas adalah Allah menciptakan dengan kedua tangan kekuasaan-Nya. Maksudnya, yang telah Allah atur penciptaannya secara langsung.

"Ungkapan ini dimaksud memuliakan kedudukan Nabi Adam, karena sesungguhnya setiap makhluk diciptakan oleh Allah secara langsung," jelas Syekh Muhammad bin Shalih asy-Syawi.

Al-Razi dalam tafsirnya mengutip bahwa penafsiran ini lebih mendekati prinsip Tauhid, yaitu untuk menghindari penggambaran fisik bagi Allah SWT. Dalam Islam, Allah tidak memiliki jasad, sehingga penafsiran metaforis dianggap lebih aman secara akidah.

Sebagian mufasir seperti Al-Qurthubi menekankan bahwa frasa ini menunjukkan kemuliaan Nabi Adam, sebagai makhluk pertama yang diciptakan dengan perhatian khusus dan langsung oleh Allah SWT.

Hal ini juga menjadi dasar mengapa Allah memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepada Adam. Tafsir ini menggabungkan antara pemahaman literal dan majazi, dengan titik fokus pada kehormatan penciptaan Adam sebagai manusia pertama.

Sementara itu, ulama Salaf seperti Imam Malik dan Imam Ahmad cenderung menafsirkan ayat ini dengan prinsip tafwidh (menyerahkan makna hakikinya kepada Allah), yaitu tidak mencoba menerjemahkan "kedua tangan" secara fisik maupun metaforis.

Mereka meyakini bahwa sifat-sifat Allah SWT tidak boleh dibandingkan dengan makhluk-Nya, dan kita harus mengimani ayat ini sebagaimana adanya tanpa menafsirkan lebih lanjut.

Pendekatan ini bertujuan agar umat Islam tidak terjebak dalam penafsiran yang bisa mengarah pada tasybih atau menyerupakan Allah dengan makhluk.

Sedangkan dalam Tafsir Tahlili Kemenag dijelaskan bahwa pada ayat tersebut Allah berkata kepada Iblis, “Hai Iblis, apa yang menyebabkanmu enggan sujud menghormati Adam, makhluk yang telah Aku ciptakan sendiri dengan kekuasaan-Ku?

Aku sendirilah yang menciptakan Adam itu, bukan makhluk-Ku yang menciptakannya. Mengapa kamu berlaku angkuh dan sombong. Apakah kamu telah merasa dirimu lebih tinggi dan lebih terhormat di antara makhluk-makhluk yang telah Aku ciptakan, sehingga kamu berpendapat bahwa kamu berhak dan berwenang berbuat apa yang kamu inginkan?”

Lalu, Iblis menjawab dan memberikan alasan pembangkangannya. Ia mengatakan bahwa ia lebih baik daripada Adam karena Allah SWT menjadikannya dari api, sedang Adam dari tanah.

Menurut Iblis, api lebih baik daripada tanah karena sifat api selalu meninggi dan tanah selalu di bawah. Padahal, materi asal itu tidak bisa dijadikan indikator kemuliaan makhluk. Kemuliaan itu tergantung pada ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT.

Percakapan di atas disebutkan dalam firman Allah:

قَالَ مَا مَنَعَكَ اَلَّا تَسْجُدَ اِذْ اَمَرْتُكَ ۗقَالَ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُۚ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ

Artinya: (Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”(QS al-A‘raf [7]: 12).

BACA JUGA: Israel, Negara Yahudi Terakhir dan 7 Indikator Kehancurannya di Depan Mata

Baca Juga


 

Jadi, mayoritas ulama sepakat bahwa frasa "kedua tangan-Ku" dalam ayat ini bukan berarti menyentuh dalam arti fisik. Melainkan, itu adalah ungkapan untuk menunjukkan perhatian khusus Allah SWT dalam penciptaan Nabi Adam.

Ada juga yang memahaminya secara simbolik sebagai kekuasaan dan kehendak Allah SWT, dan ada pula yang mengambil sikap tafwidh, menyerahkan makna pastinya kepada Allah SWT.

Penafsiran ini menggarisbawahi konsep utama dalam Islam bahwa Allah SWT Mahatinggi dan tidak menyerupai makhluk-Nya. Oleh karena itu, frasa ini menunjukkan keistimewaan Nabi Adam dalam penciptaan, tetapi tidak dalam arti fisik atau jasad yang menyerupai manusia.

INFO GRAFIS Fakta-Fakta Unik tentang Alquran - (Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler