Saat Perang dan Migrasi Massal, Eks Perdana Menteri Justru Minta Yahudi Dunia ke Israel

Terjadi eksodus besar-besaran warga Israel

Ariel Schalit/AP Photo
Warga Israel di Bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv, Israel. Seperempat Yahudi Israel dilaporkan melakukan eksodus.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM-Channel 7 Israel mengutip mantan Perdana Menteri Naftali Bennett yang mengatakan bahwa ada kesempatan emas untuk migrasi massal orang Yahudi dari seluruh dunia ke Israel.

Dikutip dari Aljazeera, Senin (11/11/2024), dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh saluran tersebut di situs webnya, Bennett mengatakan bahwa orang-orang Yahudi di Diaspora merasakan goncangan besar pada 7 Oktober (banjir Al-Aqsa), dan segera bergerak untuk membantu Israel dengan cara apa pun yang mereka bisa.

"Ini adalah perkembangan yang baik pada tingkat historis dan menciptakan peluang yang luar biasa untuk sebuah era baru," katanya.

BACA JUGA: Israel, Negara Yahudi Terakhir dan 7 Indikator Kehancurannya di Depan Mata

Bennett, yang telah melakukan perjalanan ke universitas-universitas dan komunitas-komunitas Yahudi di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, menekankan bahwa ada peluang untuk imigrasi besar-besaran ke Israel, dan meminta orang-orang Yahudi yang ditemuinya untuk mengunjungi Israel dan tidak berdiam diri ketika Israel diserang.

Dia juga meminta “para dermawan Yahudi” untuk memfokuskan donasi mereka di tahun-tahun mendatang secara khusus pada komunitas Yahudi dan Israel.

Bennett menyatakan bahwa Yahudi dunia ingin lebih dekat dengan Israel, membantunya, dan menjalin kemitraan baru dengannya, dan ini adalah kesempatan bersejarah yang luar biasa yang tidak boleh dilewatkan, katanya.

Jerusalem Post, sebuah surat kabar berbahasa Inggris yang diterbitkan dari Yerusalem yang diduduki, mengungkapkan bahwa Israel sedang menyaksikan emigrasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam tujuh bulan pertama tahun ini, 40.600 orang meninggalkan negara itu, rata-rata 2.200 orang per bulan lebih banyak daripada 2023, dengan membawa serta uang, gelar akademis, dan keterampilan profesional mereka.

Angka-angka ini menunjukkan betapa migrasi ini merugikan Israel dalam jangka panjang, bahkan di daerah-daerah yang jauh dari pusat konflik di utara dan selatan.

CSO telah memodernisasi cara menghitung jumlah warga Israel yang pergi dan kembali dalam jangka panjang, dengan mengadopsi standar internasional untuk mengukur emigrasi dan mengembangkan metode statistik baru di dalam Divisi Kependudukan dan Sensus.

Kenyataan pahit

Menurut laporan surat kabar Israel, data yang dirilis menunjukkan kenyataan yang “pahit.” Pada 2023, 55.400 orang beremigrasi, sebuah rekor tertinggi dibandingkan dengan rata-rata tahunan 37.100 orang selama dekade sebelumnya.

Pada tahun yang sama, 27.800 orang Israel kembali setelah lama tinggal di luar negeri, naik dari rata-rata tahunan 23.800 orang selama dekade sebelumnya.

BACA JUGA: Keajaiban Tulang Ekor Manusia yang Disebutkan Rasulullah SAW dalam Haditsnya

Data tersebut juga menunjukkan bahwa 39 persen imigran pada tahun 2023 berasal dari daerah-daerah yang lebih makmur di negara tersebut, termasuk Tel Aviv dan wilayah tengah, sementara 28 persen lainnya berasal dari Haifa dan utara, dan 15 persen dari selatan.

Bahkan Yerusalem menyumbang 13 persen dari total imigran, dan bagian dari “Yudea dan Samaria” (Tepi Barat tidak termasuk Yerusalem Timur) adalah 5 persen.

Surat kabar tersebut mencatat bahwa tingkat emigrasi dari Israel meningkat selama musim panas. Sementara rata-rata 5.200 orang pergi dalam lima bulan pertama tahun ini, jumlah tersebut meningkat menjadi 7.300 orang pada Juni dan Juli.

Pada Agustus, 20.500 warga Israel yang biasanya tinggal di luar negeri kembali untuk berkunjung. Jumlah “imigran jangka panjang” meningkat -sebagaimana didefinisikan oleh Biro Pusat Statistik, meningkat 59 persen dalam tujuh bulan pertama 2023.

Proporsi kaum muda yang tinggi

Usia rata-rata migran pada 2023 adalah 31,6 tahun untuk pria dan 32,5 tahun untuk wanita. Mereka yang berusia dua puluhan dan tiga puluhan menyumbang 40 persen dari para imigran, meskipun mereka hanya mewakili sekitar 27 persen dari populasi.

Ini berarti bahwa Israel kehilangan angkatan kerja yang besar pada usia ketika banyak orang memasuki pasar tenaga kerja, belajar atau berlatih di luar negeri.

Di antara para imigran, 48 persen pria dan 45 persen wanita masih lajang. Sekitar 41 persen bermigrasi dengan pasangan, memperkuat kesan bahwa banyak dari mereka yang bermigrasi secara permanen.

BACA JUGA:  Kehancuran Proyek Zionisme Israel Mulai Terlihat Jelas?

Jerusalem Post melanjutkan analisisnya terhadap data Biro Sensus, dengan mencatat bahwa orang Kristen non-Arab - sebagian besar imigran yang datang ke Israel dari bekas Uni Soviet - menyumbang 32,4 persen imigran pada 2023, meskipun mereka hanya mewakili 4,9 persen dari populasi umum.

Muslim dan Kristen Arab berkontribusi lebih sedikit pada gelombang imigrasi, hanya 6,2 persen dari total imigran, meskipun mereka merupakan 21,3 persen dari populasi Israel.

Baca Juga


Sumber: aljazeera, aljazeera

Daftar Kejahatan Tentara Israel - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler