KSAL: Kesepakatan Prabowo dan Xi Jinping Soal Laut China Selatan untuk Cegah Ketegangan
"Kita tetap berpegang teguh pada UNCLOS 1982," kata Laksamana Ali.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil pertemuan Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping di Beijing pada Sabtu (9/11/2024) lalu sepakat untuk bekerja sama mengelola perairan yang diklaim secara tumpang tindih (overlapping claim). Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali menilai kesepakatan antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping soal tumpang tindih klaim perairan di Laut China Selatan itu bertujuan untuk mencegah ketegangan di kawasan.
“Kita tetap berpegang teguh pada UNCLOS 82, tetapi kita membuka pola kerja sama. Jadi, biar tidak ada pertikaian. Kita menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan,” kata Laksamana Ali.
Ali menilai, Presiden Prabowo berupaya mencegah segala bentuk pertikaian di kawasan, tetapi itu pun dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1982. “Kalau itu bisa menguntungkan semua pihak, itu lebih baik, dan itu saya rasa menjadi jalan keluar dari pertikaian selama ini. Kita akan menurunkan tensi, ketegangan di Laut China Selatan,” kata Laksamana Ali.
Ali pun mengingatkan Indonesia bukan negara yang bersengketa (non-claimant state) untuk klaim wilayah di Laut China Selatan. “Jadi, kita tidak beririsan (jika dilihat dari) teritorial. Perairan teritorial tidak ada yang beririsan dengan nine-dash-line atau ten-dash-line,” kata KSAL.
Nine-dash-line dan ten-dash-line merujuk pada klaim sepihak China terhadap Laut China Selatan yang tidak mengacu kepada UNCLOS, tetapi kepada klaim tradisional-historis China. Klaim sepihak China itu memang tidak mencakup perairan teritorial Indonesia, tetapi klaim tersebut tumpang tindih dengan Laut Natuna Utara, yang merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Laut Natuna Utara berada di sisi selatan Laut China Selatan.
“Yang sebenarnya menghangat memang ada di Laut China Selatan sebelah utara, kalau di sebelah selatan tidak terlalu,” kata KSAL.
Oleh karena itu, dia yakin seluruh persoalan dapat diselesaikan melalui jalur hukum dan diplomasi. “Kita selama ini tetap dipercaya oleh semua pihak bisa menurunkan tensi, ketegangan di kawasan, karena dari pihak China juga meminta tolong kepada kita untuk menjaga stabilitas keamanan dan stabilitas perdamaian di kawasan,” kata Laksamana Ali.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa Pernyataan Bersama Indonesia-China yang disepakati dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Beijing bukan pengakuan atas klaim sepihak China di Laut China Selatan (LCS). Dalam pernyataan tertulis Kemlu RI yang diterima di Jakarta, Senin (11/11/2024), pernyataan bersama tersebut akan dilaksanakan berdasarkan koridor konvensi internasional di bidang maritim, perjanjian bilateral, dan ketentuan undang-undang dan peraturan nasional.
“Kerja sama ini tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim ‘sembilan garis putus-putus’ (nine-dash line), dan Indonesia menegaskan kembali posisinya bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982,” menurut Kemlu RI.
Kemlu menyatakan, kerja sama tersebut bertujuan memajukan berbagai aspek kerja sama ekonomi, khususnya di bidang perikanan dan konservasi perikanan di kawasan, dengan tetap menghargai prinsip-prinsip saling menghormati dan kesetaraan. Kerja sama tersebut, menurut Kemlu, justru diharapkan menciptakan perdamaian di Laut China Selatan dan dapat menjadi “suatu model upaya memelihara perdamaian dan persahabatan di kawasan.“
Oleh karena itu, Pernyataan Bersama tersebut tidak akan mempengaruhi dan menggugurkan semua kewajiban internasional dan kontrak-kontrak lainnya yang dibuat Indonesia terkait kawasan tersebut. Indonesia juga menyakini bahwa kerja sama dalam bidang maritim tersebut akan memajukan upaya penyelesaian Kode Etik Laut China Selatan demi menciptakan stabilitas di kawasan.
Presiden RI Prabowo Subianto, dalam kunjungannya ke China akhir pekan lalu, menyepakati pernyataan bersama dengan Presiden China Xi Jinping terkait penguatan kerja sama strategis dan komprehensif di sejumlah bidang pada 9 November.
Dalam pernyataan yang memuat 14 poin tersebut, Indonesia dan China sepakat membangun pola baru kerja sama dan pembangunan di semua lini, di antaranya interaksi antar-masyarakat, kerja sama pembangunan maritim, serta kerja sama pertahanan dan keamanan.