PLN Kembangkan Skenario Transisi Energi yang Agresif
PLN mengembangkan infrastruktur untuk mendukung integrasi energi terbarukan.
REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya untuk mempercepat transisi energi demi mencapai target pengurangan emisi karbon yang ambisius. Executive Vice President Transisi Energi dan Berkelanjutan PLN, Kamia Handayani, mengungkapkan berbagai inisiatif agresif yang sedang dan akan dilakukan PLN dalam pengembangan energi terbarukan.
Kamia mengatakan PLN tidak hanya berfokus untuk menjadi salah satu dari 500 perusahaan global, tetapi juga berambisi untuk mewujudkan perusahaan yang berkelanjutan dan bersih.
“Jadi PLN memiliki tujuan untuk menjadi 500 perusahaan global, namun untuk menjadi 500 perusahaan global, kami juga ingin menjadi perusahaan yang berkelanjutan dan bersih,” kata Kamia di panel diskusi di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29), di Baku, Azerbaijan, Rabu (13/11/2024).
PLN merancang sejumlah skenario transisi energi yang dikembangkan bersama tim sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP). Menurut Kamia, PLN menghasilkan enam skenario transisi, namun setelah analisis mendalam terhadap aspek keuangan, skenario pengembangan energi terbarukan yang dipercepat dipilih sebagai yang paling optimal.
“Kami juga bekerja sama dengan tim sekretariat JETP untuk mengembangkan skenario transisi energi yang lebih agresif atau lebih cepat,” katanya.
Dalam skenario percepatan ini, PLN berencana menambah kapasitas energi terbarukan menjadi sebesar 75 persen hingga tahun 2040. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan target awal dalam RUPTL 2021-2030 yang mencatatkan target penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 52 persen.
“Dalam skenario percepatan pengembangan energi terbarukan, hingga tahun 2040, akan ada lebih banyak lagi persentase penambahan kapasitas energi terbarukan, yaitu sebesar 75 persen, dan kita bisa melihat dampaknya terhadap penurunan emisi, karena pada akhirnya yang kita bicarakan di COP29 ini adalah bagaimana kita bisa memerangi perubahan iklim, mengurangi emisi,” jelas Kamia.
Kamia juga menggarisbawahi emisi Indonesia di sektor kelistrikan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2030, sementara puncak emisi nasional secara keseluruhan diproyeksikan terjadi pada 2040.
“Setelah mencapai puncak, kami akan secara bertahap menurunkan emisi hingga mencapai nol pada 2060,” tambahnya.
Dalam mencapai target ambisius ini, PLN mengembangkan infrastruktur untuk mendukung integrasi energi terbarukan. Salah satu proyek unggulan adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung yang menggabungkan hidro dan solar PV. “Ini adalah PLTS terapung pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara. Setidaknya ada tujuh PLTS terapung yang sudah direncanakan dalam RUPTL,” ungkap Kamia.
Selain itu, Kamia menjelaskan PLN berupaya mengatasi tantangan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan membangun Green Enabling Super Grid. Super grid ini akan memungkinkan evakuasi energi hijau dari pusat-pusat pembangkit ke pusat permintaan. “Dengan super grid, kami bisa menghubungkan sumber energi terbarukan ke berbagai pulau di Indonesia dan memenuhi kebutuhan energi secara merata,” jelas Kamia.
PLN juga mengembangkan sistem smart grid dari hulu ke hilir yang memungkinkan penetrasi energi terbarukan variabel (VRE) secara besar-besaran. “Kami menargetkan peningkatan kapasitas VRE dari 5 gigawatt menjadi 42 gigawatt hingga tahun 2040 dengan sistem grid yang cerdas,” tambahnya.
PLN menerapkan sejumlah inisiatif untuk mengurangi emisi dari pembangkit listrik yang masih menggunakan bahan bakar fosil. Salah satunya adalah co-firing biomassa yang telah diimplementasikan di 46 pembangkit listrik tenaga batu bara. Kamia menegaskan PLN akan terus melanjutkan upaya ini untuk mengurangi emisi secara signifikan.
Sebagai bagian dari transisi energi, PLN juga melakukan upaya efisiensi di pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan mengganti penggunaan diesel dengan energi terbarukan. Menurut Kamia, upaya ini merupakan langkah penting untuk mendekarbonisasi portofolio pembangkit listrik PLN yang masih didominasi oleh bahan bakar fosil.
“Portofolio batu bara masih mencakup lebih dari 60 persen dari total produksi listrik kami. Jadi kami harus melakukan sesuatu untuk mendekarbonisasi pembangkit listrik ini," kata Kamia.
Selain mengembangkan kapasitas energi terbarukan, PLN aktif berpartisipasi dalam pasar karbon domestik dan internasional. PLN berharap bisa menerbitkan lebih banyak kredit karbon dari lima proyek baru pada tahun ini dan menargetkan untuk menerbitkan sekitar 7 juta kredit karbon hingga 2028.
Di samping itu, PLN menerbitkan sertifikat energi terbarukan yang bertujuan untuk memanfaatkan atribut energi terbarukan di luar perdagangan karbon. Sertifikat ini diharapkan dapat mendorong minat pasar terhadap energi bersih dan meningkatkan pendapatan perusahaan dari sisi non-operasional.
Di tengah semangat mempercepat transisi energi, Kamia juga mengakui bahwa tantangan teknis, finansial, serta regulasi perlu mendapat perhatian. “Dukungan regulasi sangat penting untuk mencapai transisi yang adil, seperti yang disoroti oleh para pemangku kepentingan,” jelasnya.
Menurutnya, transisi energi yang adil harus mempertimbangkan kesiapan teknis serta keuangan dalam mengadopsi energi bersih. Di sisi lain, PLN berharap pemerintah terus memberikan dukungan kebijakan yang bisa memudahkan implementasi transisi energi di berbagai wilayah, terutama untuk proyek-proyek yang membutuhkan investasi besar seperti super grid dan smart grid.
Kehadiran Kamia di COP29 menegaskan peran aktif PLN dalam mendukung upaya global memerangi perubahan iklim. Dalam konferensi ini, PLN ingin menunjukkan bahwa transisi energi yang ambisius bukan hanya wacana, tetapi sudah direncanakan dan diimplementasikan dengan serius di berbagai proyek.
Melalui pengembangan skenario yang agresif dan inovasi dalam sistem kelistrikan, PLN bertekad untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan energi nasional, tetapi juga berkontribusi dalam mencapai target pengurangan emisi karbon di tingkat global.