Apa Arti Hidup Hiduplah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah
Jika di Muhammadiyah mencari penghidupan berarti salah alamat.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Muhammadiyah hari ini, 18 November 2024 berulang tahun ke 112. Sebagai salah satu ormas Islam besar di Indonesia, Muhammadiyah dikenal dengan semboyan Hidup Hiduplah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah yang diucapkan pendirinya, KH Ahmad Dahlan itu ternyata bukan sekadar ucapan belaka, tetapi ada makna mendalam di dalamnya.
KH Dahlan adalah sosok ulama yang menghidupkan dakwah Muhammadiyah. Kiai Dahlan juga dikenal sebagai seorang pedagang batik, sehingga aktivitas dakwahnya tidak terganggu karena faktor ekonomi.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, kisah Kiai Dahlan adalah contoh militansi dalam ber-Muhammadiyah. Militansi itu kemudian diwarisi setiap muridnya, termasuk Kiai Fachrodin yang sempat dilema untuk memilih antara Muhammadiyah atau berdagang. Pada akhirnya, Kiai Fachrodin memutuskan untuk berdagang sekaligus membesarkan Muhammadiyah.
“Nah dalam konteks ini Kiai Ahmad Dahlan mengeluarkan adagium hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah,” tutur Haedar Nashir bercerita dalam forum Upgrading PWM Bangka Belitung, seperti dinukil dari laman resmi Muhammadiyah, beberapa waktu lalu.
Artinya, kata Prof Haedar, orang harus punya etos kehidupan di Muhammadiyah itu sehingga dia tidak menjadi tangan di bawah, tapi harus tangan di atas. "Kalau toh di antara kita ini (bekerja) di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) tidak apa-apa, itu tidak mencari penghidupan. Tapi ingat di AUM itu tidak hanya mencari nafkah. Kalau hanya mencari nafkah, Anda salah alamat,” pesan Haedar.
Haedar Nashir berharap sifat dari Kiai Ahmad Dahlan teraktualisasi dalam pikiran dan tindakan setiap warga, kader dan aktivis Muhammadiyah. “Ketika beliau (Kiai Dahlan) sakit, bahkan beliau masih terus bekerja untuk Muhammadiyah," kata Haedar.
Ketika Kiai Dahlan sakit, beliau sempat dikirim ke Malang untuk tetirah (terapi menyembuhkan diri), tapi sampai di Malang beliau berdakwah, mengisi pengajian dan lain-lain sampai kesehatannya makin buruk. Kiai Dahlan lalu dibawa kembali ke Yogya dan masih terus bekerja. "Hingga diingatkan oleh dokternya. Lalu dia menjawab kalau saya hentikan apa yang sudah saya lakukan ini, nanti akan berat di kemudian hari bagi para pelanjut saya," kata Haedar.
Tapi Haedar mengingatkan, di AUM itu kita bisa memperoleh apa yang menjadi profesinya. "Tentu dengan kadar kemampuan AUM itu, yang kedua dia sendiri harus membesarkan AUM itu sehingga kalau AUM itu besar, dirinya juga ikut maju. Dan lebih dari itu baik dari dirinya dan AUM itu bukan hanya untuk AUM, tapi untuk dakwah dan tajdid Muhammadiyah. Nah di situ militansinya,” imbuh Haedar.
Ia berkata, yang dilarang Kiai Dahlan itu adalah orang memanfaatkan Muhammadiyah untuk kepentingan dirinya, kemudian Muhammadiyah bahkan juga hanya menjadi kuda tunggang. "Bahkan ketika memanfaatkannya salah sehingga kemudian Muhammadiyah ikut kena masalah,” terangnya.
Meski Haedar mendorong penguatan militansi, tetapi Haedar optimistis dengan kemurnian hati para pegiat dakwah Muhammadiyah yang telah menunjukkan sikap militan dan teguh di berbagai daerah. “Ini soal militansi. Di manakah letak militansi itu. Adanya di jiwa, di hati. Yang mempengaruhi pikiran kita,” ucap Haedar.