Isa Zega Umroh Berhijab, Polisi Ternyata Sudah Terima Laporan Dugaan Penistaan Agama
Selebgram Isa Zega menuai polemik setelah ia umroh berpakaian muslimah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Polres Metro Jakarta Selatan menerima laporan penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Isa Zega. Selebgram tersebut diketahui menuai polemik setelah ia umroh berpakaian muslimah.
"Laporan diterima Rabu kemarin tanggal 20 November," kata Kepala Seksi (Kasi) Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Nurma mengatakan, laporan itu dilayangkan oleh pria berinisial HK yang didampingi pengacara ke kantor Polres Metro Jakarta Selatan. Laporan tersebut teregistrasi bernomor LP/B/3624/XI/SPKT/POLRES METRO JAYA JAKSEL/POLDA METRO JAYA.
Adapun bukti yang dibawa merupakan konten media sosial yang nantinya polisi akan meminta keterangan dan mengundang terlapor untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut. Terkait jadwal pemanggilan akan dijadwalkan oleh penyidik dalam waktu dekat.
"Pasal yang disangkakan Pasal 156 tentang penistaan agama, dengan ancaman 5 tahun paling lama. Kemudian juga pasal UU ITE Pasal 45 dengan ancaman 6 tahun," ujarnya.
Isa Zega diketahui merupakan seorang transgender. Dia diduga melakukan penistaan agama karena mengenakan busana muslimah saat pergi umroh.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengomentari viralnya aksi seorang transgender, Isa Zega, yang melaksanakan ibadah umroh dengan mengenakan hijab.
Anwar menegaskan bahwa dalam pandangan Islam, status kelamin seseorang adalah sesuai dengan pemberian dan takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Maka perubahan kelamin melalui operasi tidak mengubah status gender yang sebenarnya.
"Jika ada seseorang yang mengubah kelaminnya lewat operasi, maka hal tersebut tidak akan mengubah statusnya sebagai seorang laki-laki atau perempuan," ujar Anwar Abbas saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Anwar menjelaskan pengecualian hanya berlaku bagi mereka yang dilahirkan dengan kelamin ganda atau tidak sempurna, di mana tindakan operasi untuk memperjelas alat kelamin diperbolehkan.
Namun, jika seseorang dengan kelamin sempurna melakukan operasi untuk mengubah kelamin, maka hal itu dianggap sebagai perbuatan yang haram menurut ajaran Islam. Lebih lanjut, Anwar menegaskan meskipun seseorang telah mengganti alat kelaminnya, hukum yang berlaku untuk mereka tetap berdasarkan jenis kelamin asalnya.
"Jika seseorang yang dilahirkan laki-laki kemudian melakukan operasi kelamin, maka ia tetap akan dikenakan ketentuan hukum sebagai laki-laki. Misalnya, dalam pembagian warisan, anak laki-laki akan mendapatkan dua kali bagian dibandingkan anak perempuan," kata dia.
Anwar juga menekankan bahwa dalam ibadah, termasuk shalat berjamaah, seseorang yang telah mengganti kelamin tetap harus berada di barisan sesuai dengan jenis kelamin asalnya.
"Begitu juga dalam shalat berjamaah, orang tersebut harus berada di barisan laki-laki atau perempuan sesuai dengan kelamin asalnya," kata Anwar.