Politisi Korea Selatan Serukan Moratorium Impor Pelet Kayu dari Indonesia

Ekspor pelet kayu dari Indonesia ke Korsel melonjak.

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.
Pekerja menunjukkan pelet kayu di Tempat Pengolahan Sampah Setempat (TPSS) Merdeka 3, Depok, Jawa Barat, Kamis (30/12/2021).
Rep: Lintar Satria Red: Satria K Yudha

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Seorang anggota Majelis Nasional Korea Selatan (Korsel) menyerukan moratorium impor pelet kayu dari Indonesia dan investigasi terhadap dampak lingkungannya. Seruan ini disampaikan setelah data pemerintah dan analisa satelit mengaitkan impor biomassa Indonesia dengan deforestasi.


Moon Dae-Lim, anggota partai oposisi liberal utama Korea Selatan, Partai Demokrat, menegaskan pentingnya menghentikan impor pelet kayu dari Indonesia dan melakukan penyelidikan mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi.

“Identifikasi dan perbaikan potensi risiko dalam rantai pasokan dan nilai adalah kunci proyek berkelanjutan,” kata Moon dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (30/11/2024).

Biomassa, yang berasal dari bahan organik seperti tanaman, kayu, dan limbah, semakin diminati seiring dengan transisi energi yang dipercepat di berbagai negara. Menurut Badan Energi Internasional, penggunaan bioenergi antara 2010 dan 2022 meningkat rata-rata sekitar 3 persen per tahun.

Para ahli menekankan pentingnya meningkatnya permintaan ini dilakukan secara berkelanjutan, seperti menggunakan limbah dan sisa tanaman, alih-alih mengubah lahan hutan untuk menanam tanaman bioenergi.

Saat ini bioenergi merupakan sumber energi terbarukan terbesar kedua Korsel. Tapi lebih dari 80 persen bahan baku utamanya yakni pelet kayu yang padat energi bergantung pada impor.

Data menunjukkan semakin banyak pelet kayu yang berasal dari Indonesia, yang pada tahun 2023 menjadi sumber ketiga terbesar setelah Vietnam dan Rusia.

Sejak tahun 2021, lebih dari 60 persen biomassa dari hutan alami yang dihancurkan untuk produksi palet kayu dikirimkan ke Korsel. Ekspor pelet kayu Indonesia ke Korsel melonjak dari 50 ton menjadi lebih dari 68.000 ton dalam periode yang sama.

Biomasa Jaya Abadi, perusahaan pengolahan pelet kayu terbesar dari Indonesia, beroperasi di Gorontalo, dekat konsesi yang dimiliki Banyan Tumbuh Lestari.

Analisis satelit menunjukkan antara 2021 dan 2024 lebih dari 3.000 hektare hutan dibabat di konsesi Banyan Tumbuh Lestari, dengan tambahan 2.850 hektare dibersihkan untuk jalan penebangan. Moon menekankan menghentikan impor pelet kayu dari Biomasa Jaya Abadi dapat mencegah kerusakan hutan di Indonesia.

Perwakilan dari Biomasa Jaya Abadi mengatakan mereka hanya memanen produk hutan dari area yang ditentukan pemerintah dan melakukan penanaman kembali. Namun, kelompok aktivis lingkungan menyambut baik laporan Moon sebagai langkah positif untuk meminta akuntabilitas atas penggunaan biomassa Korea Selatan.

Korea Forest Service mengonfirmasi pelet kayu Indonesia diproduksi melalui prosedur penebangan pohon yang legal, tetapi belum menerima tanggapan resmi dari pemerintah Indonesia mengenai data terkait biomassa.

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia belum menanggapi komentar. Dengan meningkatnya permintaan internasional dan lemahnya regulasi domestik, para ahli khawatir deforestasi di Indonesia akan terus meningkat.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler