LSI Denny JA: Isu Agama tak Bisa Hentikan Laju Dedi Mulyadi

Ada empat faktor Dedi–Erwan unggul telak di Pilkada Jawa Barat

Dok Republika
Calon Gubernur Jawa Barat nomor urut 4 Dedi Mulyadi usai mencoblos di dekat kediamannya Pasawahan, Purwakarta, Rabu (27/11/2024).
Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam hitung cepat (quick count) Pilkada Gubernur Jawa Barat yang dilakukan  Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, pasangan Dedi Mulyadi–Erwan Setiawan unggul telak (61,85%).  Hal ini menunjukkan isu agama tidak mampu menghambat laju Dedi Mulyadi.


Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, mengatakan, dalam Pilkada Provinsi Jawa Barat,  salah satu isu masif yang berkembang adalah persoalan agama Dedi Mulyadi.  Mulai dari agama Dedi Mulyadi yang tidak jelas, pelaku musyrik, mistik dan dukun.

Tapi pada akhirnya, lanjut Toto, isu-isu tersebut tidak bisa menghentikan laju kemenangan Dedi Mulyadi. “Yang menarik dari kasus Pilgub Jabar adalah praktik politik agama tidak ampuh menghentikan laju elektabilitas Dedi Mulyadi,” ungkap Toto, dalam siaran pers, Senin (2/12/2024). 

Hasil hitung cepat LSI Denny JA menunjukkan Dedi Mulyadi – Erwan Setiawan memperoleh 61,85%. Sementara Ahmad Syaikhu – Ilham Habibie yang diusung PKS dan Nasdem (18,78%), Acep Adang Ruhiat-Gitalis Dwinatarina  yang diusung PKB (10,40%) dan Jeje Wiradinata–Ronal Surapradja yang diusung PDIP (8,98%).

Dengan pengalaman selama ini, menurut Toto, dengan margin of error plus minus 1%,  hasil quick count tersebut kemungkinan tak akan jauh berbeda dengan hasil real count KPUD. 

Dikatakannya, ada empat faktor yang membuat Dedi Mulyadi–Erwan unggul telak. Pertama,  secara personal, sosok Dedi Mulyadi memiliki tingkat pengenalan dan kesukaan yang cukup tinggi.  Tingkat pengenalan Dedi Mulyadi sekitar 92,1% dan tingkat kesukaan mencapai 88,6%. “Ini angka ideal seorang kandidat yang punya potensi kuat untuk menang,” kata Toto.

Toto membandingkan dengan tiga paslon lainnya, yang  rata-rata masih terkendala problem pengenalan. Bahkan ketiga paslon tersebut belum memenuhi standar pengenalan minimal 70%. Ini termasuk Ahmad Syaikhu. Sementara, dua paslon lainnya, rata-rata baru dikenal oleh sekitar 50%.

Tingginya kesukaan terhadap Dedi Mulyadi, kata Toto, karena dianggap sebagai figur yang mampu, peduli dan merakyat. Persepsi positif tersebut muncul karena Dedi punya kemampuan mengemas seluruh rangkaian kegiatannya dengan efek emosional publik. 

“Termasuk, melalui kemasan seni dan budaya sunda yang hadir dan tampil di hampir seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat. Ini yang makin mendekatkan dirinya dengan pemilih. Di situ ada dialog, ada humor, ada pesan kemanusiaan dan bahkan ada tangis saat Kang Dedi menyentuh bagian emosi rakyat yang hadir,” kata Toto. 

Kemasan seperti itulah, menurut Toto,  yang  membuat Dedi Mulyadi punya brand personal yang khas dan kuat. Ia dijadikan sebagai tokoh sunda Jawa Barat yang cinta dan peduli terhadap seni, tradisi dan budaya sunda. Sehingga Dedi pun populer dipanggil Bapak Aing.  

Faktor kedua, menurut Toto, adanya ekspresi kesukaan mayoritas publik kepada Dedi Mulyadi. Ini  tergambar dari pemilih militan (strong supporter) yang cukup tinggi, yaitu 55,4%. Ini angka strong supporter yang jarang terjadi. Bandingkan dengan tiga  paslon lain yang pemilih militannya di bawah 10%.

 

Faktor ketiga, jelas Toto, karena dukungan kuat  mayoritas publik  kepada paslon yang diusung Gerindra, Golkar, Demokrat dan PAN itu cukup merata di aneka segmen demografis, mulai dari suku, agama, gender, tingkat penghasilan, pendidikan, profesi, pilihan Ormas dan Parpol. Termasuk, unggul juga di seluruh Dapil dan Kabupaten.

Faktor keempat, Toto menambahan, karena Dedi Mulyadi punya kemampuan melakukan kapitalisasi seluruh kegiatan dan pesan kampanyenya dengan masif.  Tentunya, lewat aneka platform sosial media, berita online, dan TV dengan newsvalue yang kuat. Dan ini dilakukannya dari jauh hari sebelum masuk  masa kampanye.

“Dari rangkaian kegiatan dengan  kemasan yang newsvalue dan berefek emosional publik itu, sangat  wajar jika Kang Dedi sudah punya modal pengenalan dan kesukaan yang paling tinggi sebagai salah satu hukum besi untuk menang,” ungkapnya.

Ditanya peran sejumlah parpol yang tergabung dalam KIM Plus dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitas Dedi Mulyadi, Toto mengatakan diplomatis, tak pernah berbanding lurus antara kemenangan dan dukungan banyak partai politik.

“Dalam kontek Pilgub Jawa Barat, kemenangan Dedi Mulyadi  lebih karena faktor personal figur yang memang sudah kokoh, sejak bupati Purwakarta dua periode dan caleg DPR RI dengan perolehan suara terbanyak di Jabar. Bukan karena dukungan banyak parpol,” tegasnya.

Toto mencontohkan kasus di sejumlah daerah, banyak kandidat yang kalah di pilkada meskipun didukung banyak partai. Sebaliknya, calon yang didukung hanya satu dan dua partai saja bisa menang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler