Misteri Bisikan di Kasus Anak Bunuh Ayah dan Nenek dan Saran Psikolog untuk Polisi

MAS mengaku tidak bisa tidur dan mendengar bisikan sebelum melakukan pembunuhan.

Republika/Rizky Suryarandika
Situasi TKP pembunuhan oleh remaja berinisial MAS di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada Ahad (1/12/2024).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, MAS (14), remaja pelaku penusukan terhadap ayah (APW) dan nenek (RM) hingga tewas di Perumahan Bona Indah, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan mengakui mendapatkan bisikan-bisikan yang meresahkan. MAS hingga Senin (2/12/2024) masih dalam proses pemeriksaan dan dititipkan di rumah aman Balai Pemasyarakatan.

Baca Juga


"Ya, interogasi awalnya dia merasa dia tidak bisa tidur, terus ada hal-hal yang membisiki dia, meresahkan dia, seperti itu," kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung kepada wartawan di Jakarta, Sabtu akhir pekan lalu.

Gogo menyebut, pihaknya masih belum bisa memastikan apa motif remaja MAS (14) ini bisa melakukan perbuatan tersebut karena proses penggalian keterangan dari yang bersangkutan masih berlangsung. Selain itu, Gogo juga belum bisa memastikan apakah ada dendam dibalik motif pembunuhan tersebut. Menurut Gogo, hal ini masih terlalu awal untuk menyimpulkan terkait motif.

Oleh karena itu, katanya, pihaknya akan menggandeng Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) untuk mengetes kondisi kejiwaan anak tersebut. Selain itu, Gogo mengungkap berdasarkan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi, polisi menemukan ceceran darah di sejumlah sudut ruangan.

"Jadi, untuk darah yang kita temukan adalah di tempat tidur si ayah dan ibu, setelah itu di lantai, tangga, sampai dengan lantai satu di bawah, di depan kamar nenek dan ruang tamu," ungkap Gogo.

Lalu, polisi juga menemukan bercak darah di tembok garasi, dekat pagar, hingga sekitar jalan depan rumah. Hal itu diketahui karena MAS sempat mengejar ibunya yang menyelamatkan diri dengan memanjat pagar hingga berlari ke depan rumah tetangganya.

"Karena ibunya ini juga minta tolong sama tetangga. Jadi, darahnya juga ada di dekat rumah tetangga," ucap Gogo.

Gogo menjelaskan, kronologi pembunuhan yang dilakukan oleh MAS pada dugaan awal yakni ayahnya terlebih dahulu, lalu menusuk ibu dan neneknya. Keterangan itu didapat dari olah TKP dan keterangan awal pelaku. MAS menusuk para korban dengan sebuah pisau yang diambilnya dari lantai satu.

"Jadi, ini masih kita dalami tapi informasi awal kami dapatkan keterangan dari pelaku, ayahnya sedang tidur bersama ibunya. Dia turun mengambil pisau. Dari dapur, dia naik lagi ke atas dan melakukan penusukan itu," ucap Gogo.

Setelah mengambil pisau dari dapur, MAS lalu naik ke lantai dua dan menusuk ayah dan ibunya yang sedang tidur. Sang ibu kemudian berteriak dan berlari sehingga neneknya keluar dari kamar dan juga ditusuk oleh pelaku.

"Korban perempuan inisial RM (69) dan laki-laki inisial APW (40) meninggal dunia, sementara korban inisial AP (40) mengalami luka berat," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi.

Pakar kriminologi dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menganalisis kasus anak berusia 14 tahun yang membunuh ayah kandung dan nenek di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan pada akhir pekan lalu. Adrianus menduga pelaku berinisial MAS itu mengalami gangguan psikotik.

Adrianus memantau adanya informasi bahwa MAS melakukan aksi kejinya karena adanya 'bisikan'. Adrianus menyebut ada tiga faktor yang menyebabkan munculnya bisikan semacam itu pada diri manusia.

Pertama, Adrianus menyebut ketika seseorang mengonsumsi narkotika maka bisa berpengaruh ke kepribadian yang agresif. Tapi kemudjan MAS dinyatakan bebas dari narkoba.

Kedua, MAS bisa saja masuk kategori psikopatik. Orang semacam ini dalam kepribadiaannya cenderung tanpa nilai, egosentrik, maunya sendiri, tidak peduli orang lain, pemarah, manipulatif.

"Karena anak ini masih 14 tahun jadi belum keliatan, belum keluar karena biasanya keliatan betul pada usia 25 tahun saat sudah miliki kompleksitas peran sebagai anak, suami, pekerja (peran ganda)," kata Adrianus dalam keterangannya pada Senin (2/12/2024).

Oleh karena itu, Adrianus menyebut kemungkinan besar MAS masuk kategori yang ketiga yaitu mengalami psikotik. Sebab penderitanya umumnya mengalami suara gangguan.

"Psikotik ini dapat dibagi paranoid dan skizofrenia. Sama sama jiwa sakit, skizofrenia tandanya adanya halusinasi yang bisa buat kepribadian ganda. Kalau paranoid jadi curiga, orang-orang yang nyuruh-nyuruh bantai, maka ada kemungkinan pelaku nggak tahan dengan ajakan itu (menuruti ajakan)," ujar Adrianus.

Adrianus lantas mempertanyakan mengapa MAS tak ditangani secara medis sejak dini. Adrianus menduga orang tua MAS tak menyadari gangguan itu.

"Nah yang menarik kenapa kok nggak ditangani? Karena masih kecil orang tua belum aware anaknya alami situasi itu. Ternyata cukup berbahaya. Kalau dia sudah dewasa alami gangguan tentu lebih mudah bawa ke rumah sakit jiwa," ujar Adrianus.

Komik Si Calus : Dilema Gen Z - (Daan Yahya/Republika)

 

Sementara, psikolog klinis dari Universitas Indonesia A. Kasandra Putranto mengatakan pihak kepolisian yang menangani kasus penusukan keluarga oleh remaja berusia 14 tahun di Cilandak, Jakarta, memeriksa kebenaran atas pernyataan pelaku yang mengaku mendengar bisikan yang mengganggu.

“Mencermati kasus anak 14 tahun sebagai tersangka pelaku pembunuhan ayah dan nenek serta melukai ibunya, beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan, antara lain pengakuan bahwa tersangka mendengar bisikan-bisikan yang mengganggu saat sulit tidur, perlu didalami lebih lanjut,” kata Kasandra saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Kasandra menyatakan penyelidikan tersebut perlu melibatkan psikolog forensik untuk mengetahui apakah keterangannya layak dipercaya dan diterima, sebagai kemungkinan adanya gangguan mental atau psikosis.

Termasuk serangkaian pelaku yang mengawali kejadian dan setelah kejadian, seperti tidak bisa tidur, mengambil senjata tajam yang digunakan untuk melukai dan menghilangkan nyawa korban, berapa tusukan yang dilakukan, kapan dan dimana tepatnya perbuatan dilakukan, sampai tindakan membuang pisau, meninggalkan tempat kejadian perkara yang akan menjelaskan perbuatan pidananya.

Hal selanjutnya yang perlu diperiksa secara lebih mendalam adalah pengaruh lingkungan. Psikolog Forensik akan mempertimbangkan berbagai faktor, baik genetik, pola asuh, situasional maupun lingkungan, termasuk hubungan keluarga dan potensi tekanan yang mungkin dialami pelaku.

“Dalam beberapa kasus, lingkungan yang tidak stabil dapat berkontribusi pada perilaku agresif,” ucapnya.

Terkait dengan proses hukum, kepolisian dan psikolog forensik akan bekerja sama memberikan analisis yang mendalam mengenai kondisi pelaku. Hasil evaluasi ini dapat mempengaruhi proses hukum, mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan peradilan.

Melalui kasus tersebut, Kasandra menilai amat penting untuk memberikan penanganan psikologis yang tepat bagi tersangka pelaku, terutama jika terbukti ada indikasi gangguan mental, terutama untuk memastikan agar tersangka pelaku yang masih di bawah umur mendapatkan penanganan yang sesuai aturan yang berlaku.

“Kasus ini juga menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan mental, terutama di kalangan remaja. Edukasi dan dukungan bagi keluarga dapat mencegah kejadian serupa di masa depan,” ucap dia.

Kasandra turut mengatakan belajar dari kasus tersebut, ada beberapa perubahan sikap yang perlu diwaspadai oleh orang tua atau wali yang bisa menjadi tanda bahwa anak mungkin mengalami gangguan mental.

Misalnya seperti adanya perubahan emosional yang drastis, perubahan pola tidur atau makan, penurunan prestasi akademik, perubahan sosial yang memungkinkan anak mengisolasi diri atau mengalami perubahan lingkaran sosial dan adanya perubahan perilaku dan tindakan yang merusak diri sendiri. Termasuk adanya perubahan fisik yang mencolok, adanya pikiran atau percakapan tentang bunuh diri hingga tanda-tanda gangguan psikotik.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler