Kasus Gus Miftah, Pendakwah Diminta Harus Disertifikasi

Dia meminta agar masyarakat tidak lagi menghukum Gus Miftah.

Dok Istimewa
Gus Miftah saat menyampaikan ceramah di Magelang.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Penceramah kondang Miftah Maulana Habiburokhman alias Gus Miftah yang 'terpeleset' akibat pernyataan kasar dalam sebuah pengajian akbar di Magelang, Jawa Tengah, belum lama ini, dinilai harus menjadi pelajaran bagi para dai. 

Baca Juga


Ketua Umum Masyarakat Pesantren KH Hafidz Taftazani mengungkapkan, para pendakwah, dai, penceramah ataupun mubaligh atau kiai memang suka berseloroh dalam berdakwah. Namun, jangan sampai selorohnya itu seperti apa yang dilakukan Gus Miftah. 

Dia pun menyoroti pentingnya menjaga adab dan etika dalam menyampaikan dakwah. Menurut Kiai Hafidz, pendidikan budi pekerti yang dulu diajarkan di sekolah-sekolah kini semakin berkurang. Hal ini menyebabkan banyak orang, termasuk para pendakwah, penceramah, kurang memperhatikan sopan santun dalam berkomunikasi.

"Maka di sini diperlukan sertifikasi bagi para pendakwah, dai, penceramah atau mubaligh, sehingga dalam menyampaikan dakwah diisi dengan seloroh yang santun dan tidak menyinggung orang lain," ujar Kiai Hafidz dalam keterangannya di Jakarta, Senin (9/12/2024). 

Kontroversi yang menimpa Gus Miftah tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada dunia dakwah secara keseluruhan. Peristiwa ini dapat membuat masyarakat menjadi lebih skeptis terhadap para pendakwah dan mengurangi minat mereka terhadap agama.

Untuk mengatasi masalah ini, Kiai Hafidz juga menyarankan beberapa hal, yaitu peningkatan kualitas pendidikan agama. "Pendidikan agama harus lebih menekankan pada nilai-nilai akhlak dan etika. Misal pendidikan di pesantren, para Santri mempunyai adab dan etika tinggi kepada para Kiyai. Para Santri yang melihat sandal di masjid akan membalikan sandal (menghadapkan) ke arah yang mudah dipakai bagi pemiliknya," kata dia. 

Beberapa waktu lalu, Kiai Hafidz juga pernah mengusulkan tentang sertifikasi bagi para imam, penceramah, dai, maupun mubaligh. Menurut dia, hal ini sangat mendukung Kementerian Agama (Kemenag) maupun negara dalam rangka mencegah tindakan radikalisme di Indonesia.

Alasan dirinya memberikan usulan soal sertifikasi bagi para imam, penceramah, dai maupun mubaligh adalah bahwa, sertifikasi merupakan hal yang lazim bagi dunia keilmuan dimana saja di seluruh dunia.

"Sertifikat di dunia keilmuan, intelektual, pendidikan, itu adalah hal-hal yang biasa, tapi setelah berbunyi sertifikasi bagi para penceramah seperti ada satu pengertian yang ekstrem sehingga belum sampai kepada pelaksanaanya sudah banyak yang menolak,” jelas Kiai Hafidz.

Padahal, lanjut dia, selama ini Robitoh Alam Al Islami, di Arab Saudi, setiap tahun mengundang mubaligh-mubaligh dari beberapa negara untuk disertifikasi. Mereka selama enam bulan berada di Arab untuk disertifikasi.

“Universitas Al Azhar dan lainnya juga mengundang mubaligh-mubaligh dari Indonesia. Selama 6 bulan maupun 3 bulan disana , diadakan sertifikasi. Artinya latihan dakwah disana selama tiga bulan langsung diberikan sertifikat,” ucap Kiai Hafidz.

Selain itu, kata dia, seorang penceramah atau mubaligh juga harus menguasai ayat-ayat dakwah dan ayat-ayat akidah. “Jangan yang dihafalkan ayat-ayat jihad saja. Ayat-ayat jihad itu kan hanya dikeluarkan memang disuruh pada saat kita berjihad,”tegasnya.

 

Seorang mubaligh dalam berdakwah jangan hanya menyampaikan terjemahnya saja tapi juga menyebutkan Alquran ataupun Hadits secara orisinil karena berceramah berbeda dengan berdakwah.

“Kemudian materi-materi lain adalah materi-materi yang disesuaikan dengan tingkat kenegaraan. Hal-hal yang sudah disepakati dalam bernegara jangan sampai dimentahkan atau pertentangkan dalam sebuah ceramah sehingga menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat,” kata dia.

Sertifikasi bagi para imam, penceramah, dai dan mubaligh juga mengandung materi-materi yang dingin, materi-materi yang tidak provokasi yang dialamatkan kepada negara maupun pribadi, yang tentunya akan bertentangan dengan kaidah dakwah itu sendiri.

Terkait kasus Gus Miftah, dia pun meminta kepada masyarakat agar tidak lagi menghukum Gus Miftah karena sudah mengundurkan diri dan meminta maaf atas kesalahannya. Bahkan, Gus Miftah juga memberikan hadiah umrah bagi keluarga penjual es teh Sunhaji. 

"Berhentilah menyudutkan Gus Miftah, itu merupakan gaya dakwahnya yang telah membesarkannya. Dia sedang tersandung omongannya saja, tapi itu tidak menghilangkan nilai-nilai dakwahnya yang selama ini dilakukan," ucap Kiai Hafidz.

"Gus Miftah tetap harus menjalankan dakwahnya, meneruskan jadwal-jadwal dakwahnya tanpa harus dikurangi," jelas dia.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler