Assad Tumbang, Jerman Setop Permohonan Suaka bagi Warga Suriah
Assad tumbang dan pemerintahan Suriah berganti menuju pembaruan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Suriah Bashar Al-Assad akhirnya tumbang setelah berkuasa selama 24 tahun usai Damaskus direbut oposisi pada Ahad (8/12/2024) kemarin. Tumbangnya Assad ini pun berdampak pada kebijakan di negara-negara Eropa, termasuk di Jerman.
- Prakiraan Cuaca Hari Ini di Kota Jakarta dan Sekitarnya: Hujan Ringan di Jakarta Barat, 10 Desember 2024
- Prakiraan Cuaca Hari Ini 10 Desember 2024 di Bandung dan Sekitarnya: Hujan Ringan pada Siang Hari
- Jadwal Sholat Hari Ini 10 Desember 2024 untuk Yogyakarta: Jangan Lewatkan Kesempatan Berharga Ini
Seperti dilaporkan Aljazeera pada Seninb(9/12/2024, kurang dari 48 jam setelah tergulingnya Assad, Jerman, yang merupakan rumah bagi populasi Suriah terbesar di luar Timur Tengah, mengatakan akan membekukan pemrosesan suaka bagi warga negara Suriah.
Seorang pejabat dari Kantor Federal untuk Migrasi dan Pengungsi mengatakan kepada majalah berita Der Spiegel bahwa langkah tersebut diambil mengingat situasi politik di Suriah yang tidak jelas dan tidak dapat diprediksi, yang akan membuat keputusan suaka menjadi “tidak stabil”.
Tidak akan ada keputusan lebih lanjut yang dibuat mengenai kasus suaka yang belum diputuskan hingga pemberitahuan lebih lanjut, yang memengaruhi 47.770 aplikasi oleh warga negara Suriah.
Sekitar 1,3 juta orang asal Suriah tinggal di Jerman, sebagian besar tiba pada 2015 dan 2016 ketika Kanselir Angela Merkel menyambut para pengungsi yang melarikan diri dari perang saudara di Suriah.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, iklim politik Jerman telah berubah tajam terhadap imigrasi.
Setelah serangan mematikan di Solingen pada Agustus lalu, yang dilakukan oleh seorang warga negara Suriah yang kasus suakanya ditolak, tokoh-tokoh tinggi pemerintah, termasuk Kanselir Olaf Scholz, telah menyerukan agar larangan deportasi ke Suriah dicabut dalam kasus penjahat.
Pada Senin (9/12/2024), anggota senior oposisi Persatuan Demokratik Kristen (CDU), mengusulkan agar Jerman mulai memulangkan warga Suriah ke tanah air mereka secara massal.
Partai ini unggul dalam jajak pendapat sebelum pemilihan federal pada Februari lalu dengan janji kampanye yang mencakup menindak tegas migrasi ilegal dan meningkatkan deportasi.
"Saya yakin akan ada penilaian ulang terhadap situasi di Suriah dan, oleh karena itu, juga penilaian ulang terhadap pertanyaan tentang siapa yang diizinkan mencari perlindungan di negara kita dan siapa yang tidak," kata anggota parlemen CDU, Jurgen Hardt.
Sementara itu, rekan satu partainya, Jens Spahn, menyarankan Jerman menyewa pesawat dan menawarkan 1.000 euro kepada setiap warga Suriah yang pulang.
Pemerintah sementara Austria pada Senin (9/12/2024) juga mengumumkan proses suaka bagi warga Suriah akan dihentikan.
Kementerian luar negeri Yunani, yang juga merupakan rumah bagi beberapa warga Suriah yang melarikan diri dari perang, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
“Kembalinya ke keadaan normal yang demokratis harus memberikan dampak positif terhadap arus migran dari negara yang telah lama menderita ini dan membuka jalan bagi kembalinya para pengungsi Suriah dengan aman ke rumah mereka."
Tareq Alaows, juru bicara kelompok advokasi pengungsi Pro Asyl, mengatakan kepada Aljazeera bahwa keputusan untuk menghentikan pemrosesan permohonan suaka akan membuat orang berada dalam ketidakpastian selama berbulan-bulan, membahayakan integrasi mereka ke dalam masyarakat Jerman, dan memicu rasa takut dan ketidakpastian.
Dia menekankan bahwa situasi politik di Suriah tidak aman maupun stabil, dan bahwa tindakan dari masyarakat internasional akan diperlukan untuk menciptakan jalan menuju demokrasi.