Imam Hanafi Berguru kepada Imam Malik? Cek Faktanya
Ada yang menyebut Imam Hanafi berguru kepada Imam Malik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukan sesuatu yang aneh juka seorang guru ada yang mengambill riwayat dari muridnya. Jika yang demikian itu sebuah fakta, maka tidak salah untuk menerimanya.
Namun, jika hanya untuk berlebih-lebihan dalam memberikan penghormatan dan legalitas, maka hal tersebut tidak bisa diterima bahkan harus ditolak.
Salah satu informasi yang beredar di kalangan umat adalah bahwasanya Imam Hanafi berguru kepada Imam Malik. Sampai-sampai di dalam buku "Thabaqatul Huffazh", karya Adz Dzahahabi, bahwa Said bin ABi Maryam meriwayatkan dari Asyhab bahwa ia berkata, "Aku melihat Abu Hanifah berada di hadapan Imam Malik layaknya seorang anak kecil di hadapan ayahnya.""
Diriwayatkan pula dalam mukadimah Al Jarhu Wat Taadil, karya Ibnu Abi Hatim bahwa Imam Hanafi menelaah buku-buku Imam Malik.
Menurut Syekh Abdul Aziz Asy Syinawi dalam Biografi Imam Empat Mazhab mengatakan, kedua riwayat ini tidak dapat diterima karena kontradiksi dengan fakta nyata. Sebab, Imam Hanafi lebih tua dari Imam Malik.
Maka, tidak masuk akal jika Imam Hanafi duduk di hadapan Imam Malik layaknya seorang anak kecil di hadapan ayahnya. Juga dikarenakan pada saat wafatnya Imam Hanafi, Asyhab belum mencapai usia orang yang bisa menghadiri majelis-majelis ilmu.
Sebab, ia hanya sedikit lebih tua dari Imam Syafii dan semasa dengannya dalam menuntut ilmu. Padahal, Imam Syafii lahir pada tahun 150 Hijriyah, yakni pada tahun wafatnya Imam Hanafi.
Di samping itu, Imam Hanafi dan Imam Malik sama-sama mengetahui kedudukan orang yang berilmu. Sehingga, Imam Malik tidak akan pernah merasa ridha untuk duduk semacam itu di hadapannya (duduk sebagai guru di hadapan muridnya), dan tidak pula sesuai dengan kedudukan fikih. Imam Hanafi memlikik kelebihan dalam hal usia, dan usia memiliki kemuliaan di sisi para ahli agama.
Inilah penjelasan-penjelasan yang menegaskan tentang tidak benarnya riwayat pertama dari dua riwayat di atas. Adapaun riwayat keua yaitu mengenai Imam Hanafi yang membaca buku-buku Imam Malik, maka sesungguhnya Imam Malik tidak diketahui memiliki buku-buku di masa hidupnya Imam Hanafi, karena kitab Al Muwattha yang ditulis Imam Malik tidak dikethaui memiliki buku-buku di masa hidupnya Imam Hanafi. Karena Al Muwattha tidak muncul melainkan sesudah wafatnya Imam Hanafi pada yaitu sesudah tahun 158 H. Sedangkan, Imam Hanafi wafat pada 150 H. Maka, tidak masuk akal jika Imam Hanafi menelaah buku-buku Imam Malik.
Syekh Abdul Aziz As Syinawi membantah jika Imam Hanafi merupakan murid Imam Malik. Akan tetapi, apakah ia meriwayatkan darinya? Sesungguhnya para ulama sebagain dari mereka biasa meriwayatkan dari sebagian yang lain tanpa mengabaikan kedudukan seorang perawi, meski hal itu menunjukkan keutamaan orang yang diambil periwayatannya, apalagi jika yang meriwayatkan adalah dari kalangan ahlul ilmi dan tahqiq (peneliti).
Sebagian ulama Sunni menyebutkan bahwa Imam Hanafi meriwayatkan dari Imam Malik. Mereka juga menyebutkan beberapa hadits, di antaranya adalah hadits:
عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «الثَّيِّب أحقُّ بنفسها مِن وَلِيِّها، والبِكر تُسْتَأمَر، وإذْنُها سُكُوتها
Dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wanita janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya. Sementara wanita perawan harus dimintai persetujuan dan persetujuannya adalah diamnya." (HR Ahmad dan Muslim)
Mereka mengatakan bahwa urusan sanadnya adalah dari Hammad bin Abu Hanifah dari Abi Hanifah dari Malik. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa yang meriwayatkan dari Malik adalah Ibnu Abi Hanifah dari Abu Hanifah dari Malik. Dan sebagian ulama lain mengatakan bahwa yang meriwayatkan dari Malik adalah Ibnu Abi Hanifah tanpa perantaraan ayahnya.
Dalam konteks ini, Imam Suyuthi berkata, "Penganut mazhab Hanafi mengatakan bahwa orang yang paling mulia yang meriwayatkan dari Malik adalah Abu Hanifah."
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Abu Hanifah meriwayatkan sejumlah hadits dari Imam Malik. Namun, yang diketahui Imam Suyuthi hanya dua hadits. Satu hadits di dalam musnad Abi Hanifah, karya Ibnu Khasru, dan hadits kedua di dalam Ar Riwayah an Malik karya Khatib Al Baghdadi.
Beberapa bukti ini menunjukkan dua hal:
Pertama: Abu Hanifah meriwayatkan dari Malik dan ini pendapat orang yang terpercaya.
Kedua: Bahwa yang diriwayatkan oleh Abu Hanifah sangatlah sedikit, sampai-sampai membutuhkan usaha dan waktu yang cukup lama untuk menemukannya.