Dengar Kisah Ini, Imam Hambali Cabut Fatwa Wajib Taat ke Pemimpin Zalim

Imam Hambali sebelumnya berfatwa wajib taat kepada pemimpin meski keji dan zalim.

republika
Pemimpin yang dzalim. (ilustrasi)
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada awalnya, Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, taat kepada khalifah (penguasa) wajib hukumnya meski keji dan zalim. Hanya saja, Imam Ahmad mencabut pendapatnya ini seiring pengalaman yang kian mematangkan pandangannya dan setelah mendengar kisah dari gurunya, Abdullah bin Al Mubarrak,

Kisah yang terus meresahkan tidur Imam Ahmad bin Hanbal hingga akhir usia. Air matanya terus berderaian karena menyesal, bertaubat, dan iba tiap kali teringat kisah yang disampaikan oleh gurunya, Abdullah bin Al Mubarrak.

Suatu ketika, Abdullah bin Al Mubarrak bersama pelayan dan murid-muridnya pergi haji, lalu mereka melintasi sebuah negeri. Seekor burunhg yang dibawa oleh salah satu anggota rombongan mati, kemudian Ibnu Mubarak memerintahkan burung tersebut dibuang ke tempat sampah setempat.

Murid-murid Ibnu Mubarrak berjalan duluan, sementara ia bersama pelayannya teritnggal di belakang. Saat keduanya melewati tempat sampah tersebut, di sana ada seorang anak perempuan keluar dari ruma hdi dekat tempat sampah itu, kemudian mengambil bangkai burung tersebut, bangkai burung kemudian ia gulung di bajunya, lalu ia segera pulang ke rumah.

Abdullah bin Al Mubarrak heran melihat apa yang terjadi. Ia kemudian mendekati rumah itu dan bertanya kepada si anak perempuan tersebut, kenapa memungut bangkai burung itu. Anak itu berkata, "Aku tinggal bersama saudaraku di tempat itu, kami tidak memiliki apapun selain kain ini. Kami tidak memiliki makanan apapun selain sisa-sisa yang dibuang di tempat sampah ini.

Sejak beberapa hari lamanya, bangkai halal bagi kami (Maksudnya, rasa lapar memaksa mereka memakan bangkai). Sebelumnya, ayah kami punya harta, namun ia diperlakukan secara dzalim, seluruh harta bendanya dirampas dan akhirnya dibunuh.

Ibnu Mubarrak kemudian bertanya kepada pelayannya, "Berapa banyak uang yang kau bawa?"

"Seribu dinar!" jawab pelayan.

Ibnu Mubarrak berkata, "Ambil dua puluh dinar ini untuk mencukupi kita pulang ke Marwa . Sisanya, berikan kepada anak itu, dan ini lebih baik dari haji kita tahun ini." Abdullah bin Mubarrak pun kembali pulang.

Setiap kali teringat kisah itu, Ahmad bin Hanbal selalu menangis. Lantas apa gunanya fatwa wajib menaati khalifah zalim yang ia sampaikan? Patutkah khalifah yang mendzalimi seseorang, membunuh, dan merampas harta bendanya, meninggalkan anak-anak dalam kondisi kelaparan, mengais-ngais sampah demi mencari makanan dan hanya mendapatkan bangkai untuk ditaati?

Baca Juga


Infografis Ajaran Islam Menyikapi Pemimpin Dzalim - (Dok Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler