Pelaku Pemukulan Dokter Koas Unsri yang Videonya Viral Resmi Tersangka, Motif Terungkap
Menurut polisi, pelaku melakukan pemukulan tanpa diperintah Lina Dedy.
REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Pelaku pemukulan terhadap dokter koas Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang yang videonya viral di media sosial telah ditetapkan menjadi tersangka. Aparat Kepolisian Daerah Sumatera Selatan mengungkap motif kasus penganiayaan yang dialami seorang dokter koas di sebuah kafe di Palembang pada tanggal 10 Desember 2024 karena pelaku kesal atas perilaku korban yang dianggap tidak sopan.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto di Palembang, Jumat (13/12/2024), mengatakan bahwa pihaknya menerima laporan kepolisian tersebut pada Kamis 12 Desember 2024 malam. "Kemudian hari ini, terlapor sudah berada di Subdit 3 unit 5 Jatanras Polda Sumsel," kata Sunarto.
Sunarto membenarkan bahwa penganiayaan tersebut dialami oleh seorang korban yang masih koas yang saat ini kondisinya sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Sementara itu, terlapor didampingi kuasa hukumnya Titis Rachmawati mendatangi Subdit 3 unit 5 Polda Sumsel. Titis menyebutkan bahwa dirinya mewakili klien akan meluruskan berita yang simpang siur tanpa arah yang beredar di media sosial.
"Kami kuasa hukum dari ibu Lina selaku orang tua dari anaknya yang berinisial Ly, serta kuasa hukum dari saudara berinisial D selaku sopir dari klien kami yang telah melakukan dugaan tindak pidana sebagaimana video yang saat ini beredar kepada korban," kata Titis.
Sekjen Himpunan Fasyankes Dokter Indonesia (HIFDI) dr Putro Muhammad menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus kekerasan yang dialami Muhammad Luthfi, kepala koas di Universitas Sriwijaya. Penganiayaan yang dilatarbelakangi persoalan jadwal piket akhir tahun ini dilakukan oleh ajudan orang tua dari salah satu peserta koas berinisial LA.
Dokter Putro menyoroti pentingnya penguatan perlindungan hukum dari institusi kampus dan pemerintah terhadap para dokter muda atau koas. Pasalnya, dokter koas juga sudah terlibat dalam pelayanan di rumah sakit.
“Jadi saya kira perlindungan hukum harus betul-betul dijalankan terutama untuk yang tenaga medis, walaupun ini koas, namun mereka juga terlibat dalam pelayanan,” kata dokter Putro saat dihubungi Republika.co.id.
Berkaca dari kasus ini, dokter Putro juga mendorong pihak kampus untuk membuat skema penyelesaian konflik di antara dokter koas. Selain itu, pihak kampus juga dinilai perlu membekali ilmu manajemen konflik terhadap para dokter koas.
“Kemahiran dalam manajemen konflik itu yang tidak pernah ada. Selama ini pendekatannya hanya akademik. Koas itu kan jembatan untuk masuk ke dunia kerja. Makanya harus dibekali manajemen konflik. Ini penting untuk digarisbawahi, karena bagaimanapun institusi pendidikan harus berperan,” tegas dokter Putro.
Dokter Putro menegaskan bahwa seharusnya orang tua tidak perlu ikut campur atau melakukan intervensi terhadap internal profesi, dalam hal ini pendidikan dokter. Menurut dokter Putro, masalah jadwal piket seharusnya bisa diselesaikan di tingkat professional.
“Kami tentu sangat prihatin dengan masalah ini. Selanjutnya, terkait dengan intervensi pihak keluarga ini, ini menjadi perhatian. Harusnya ini menjadi urusan internal profesi, dalam konteks pendidikan dokter, sehingga masalah semacam ini ya harusnya diselesaikan di tingkat professional. Karena jika orang tua mengintervensi akan makin memperburuk situasi,” kata dokter Putro