Profil Taufik Eko Nugroho, Kaprodi PPDS Anestesi Undip Tersangka Kasus Kematian Dokter ARL
Polda Jateng telah menetapkan tiga tersangka di kasus kematian dokter ARL.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Polda Jawa Tengah (Jateng) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap Aulia Risma Lestari (ARL), mahasiswi PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) yang ditemukan meninggal di kamar kosnya pada Agustus lalu. Salah satu tersangka berinisial TEN, yang merupakan kepala Prodi PPDS Anestesiologi Undip.
Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, membenarkan, satu dari tiga tersangka yang sudah ditetapkan Polda Jateng adalah kepala Program Studi PPDS Anestesiologi Undip berinisial TEN. "Kaprodi-nya yang selama ini saya harap untuk ditersangkakan, Alhmadulillah ditersangkakan. Karena kaprodi yang paling harus bertanggung jawab," ujar Misyal ketika dihubungi, Selasa (24/12/2024).
Dikutip dari laman pddikti.kemdiktisaintek.go.id, Taufik merupakan alumnus Undip. Dia meraih gelar Sarjana Kedokteran di universitas tersebut pada 2005. Taufik resmi menjadi dokter setelah menyelesaikan program koasisten pada tahun 2007.
Taufik kemudian menempuh pendidikan Magister Sains serta Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di Undip. Kedua program pendidikan tersebut rampung pada 2012. Selanjutnya Taufik berkarier sebagai akademisi di Undip dan telah menyandang status dosen tetap. Dia ditunjuk sebagai kepala Prodi PPDS Anestesiologi Undip pada 2024.
Menurut informasi yang dihimpun Republika, Taufik sempat berpraktik di Rumah Sakit Nasional Diponegoro dan Rumah Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro, Semarang. Dikutip dari situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Taufik Eko Nugroho telah melaporkan total harta kekayaannya terakhir pada 2022, yakni mencapai Rp 9.723.900.000. Detailnya yakni berupa:
1. Tanah dan Bangunan (Rp 5.325.000.000)
2. Alat Transportasi dan Mesin (Rp 100.000.000)
3. Harta Bergerak Lainnya (Rp 433.700.000)
4. Surat Berharga (Rp 1.350.000.000)
5. Kas dan Setara Kas (Rp 1.995.200.000)
6. Harta Lainnya (Rp 520.000.000)
Penetapan tersangka
Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto saat memberikan keterangan kepada awak media di Mapolda Jateng, Selasa (24/12/2024) mengatakan, pihaknya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap Aulia Risma Lestari (ARL). Tiga tersangka itu adalah TEN; SM; dan ZYA.
Menurut Artanto, para tersangka dijerat Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan dan atau Pasal 378 KUHP tentang Tindak Pidana Penipuan serta Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Tindak Pidana Pengancaman. "Untuk ancamannya maksimal sembilan tahun (penjara)," ujar Artanto.
Namun, Artanto belum mengungkap latar belakang para tersangka. Dia hanya menyampaikan bahwa para tersangka belum ditahan. "Pertimbangan penyidik. Nanti penyidiknya akan memberikan informasi," kata Artanto ketika ditanya alasan mengapa Polda Jateng belum menahan para tersangka.
Artanto mengungkapkan bahwa dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap ARL, Polda Jateng mengamankan barang bukti uang senilai Rp97.007.500. "(Ini uang) dari semua rangkaian peristiwa tersebut," ucapnya.
ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.
Merespons dugaan bunuh diri dan perundungan yang dialami ARL, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya memutuskan membekukan pelaksanaan PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Keluarga ARL melaporkan kasus dugaan perundungan ke Polda Jateng pada 4 September 2024. Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengungkapkan, selain menghadapi perundungan, ARL juga mengalami pemerasan yang dibungkus sebagai iuran angkatan. Iuran tersebut sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa senior. Menurut Misyal, sejak ARL menjadi mahasiswa PPDS Anestesia Undip pada 2022, pihak keluarga telah mengeluarkan Rp225 juta untuk membayar iuran angkatan.
Undip dan RSUP Dr.Kariadi awalnya menyangkal adanya praktik perundungan dalam pelaksanaan PPDS. Namun sebulan pasca kematian ARL, tepatnya pada 13 September 2024, Undip dan RSUP Dr.Kariadi akhirnya mengakui bahwa praktik serta budaya perundungan memang terjadi di PPDS. Kedua lembaga tersebut pun menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan pemerintah.