Nafkah Istri atau Orang Tua, Mana yang Harus Diutamakan?
Menafkahi keluarga adalah tugas suami.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada dasarnya menafkahi istri dan orang tua yang sudah tidak mampu harus berjalan beriringan, tidak memilih satu dan yang lain ditinggalkan sehingga harus diusahakan dengan sekuat mungkin, seperti itulah agama Islam menginginkan. Tentunya semua bercita-cita bahwa istri dan kedua orang tua dirumah hidup bahagia.
Dijelaskan KH Saiyid Mahadhir Lc pada laman Rumah Fiqih, jika memiliki pemasukan cukup pas-pasan atau kurang, maka para ulama berpendapat bahwa nafkah untuk istri dan anak harus lebih diutamakan sebelum nafkah yang lainnya.
Hal itu disandarkan ke beberapa teks agama utamanya dari hadits Nabi Muhammad SAW seperti dalam riwayat Imam Muslim.
عَنْ جَابِرٍ أن رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا ، بَيْنَ يَدَيْكَ ، وَعَنْ يَمِينِكَ ، وَعَنْ شِمَالِكَ
Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Mulailah (nafkah) dari dirimu, jika berlebih maka nafkah itu untuk ahlimu, jika berlebih maka nafkah berikutnya untuk kerabatmu, jika masih berlebih maka untuk orang-orang diantaramu, sebelah kananmu dan sebelah kirimu." (HR Imam Muslim)
Lebih lanjut, Rasulullah SAW dalam sabda yang lainnya menjelaskan seperti ini.
وعن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَصَدَّقُوا. ففَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ عِنْدِي دِينَارٌ .فَقَالَ : تتَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ : عِنْدِي آخَرُ قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجَتِكَ .قَالَ : عِنْدِي آخَرُ .قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ . قَالَ : ععِنْدِي آخَرُ .قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى خَادِمِكَ. قَالَ : عِنْدِي آخَرُ . قَالَ: أَنْتَ أَبْصَرُ
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bersedekahlah kalian.” Lalu seseorang berkata, “Ya, Rasulullah saya mempunyai dinar." Rasulullah menjawab, "Sedekahlah dengan dinar itu untuk dirimu sendiri."
Dia berkata lagi, “Saya mempunyai (Dinar) yang lainnya." Rasulullah menjawab, "Sedekahlah dengan itu untuk istrimu."
Dia berkata lagi, “Saya mempunyai dinar yang lainnya." Rasulullah menjawab, "Sedekahlah dengan itu untuk anakmu."
Dia berkata lagi, "Saya mempunyai dinar yang lainnya." Rasulullah menjawab, "Sedekahlah untuk pembantumu."
Dia berkata lagi, "Saya mempunyai dinar yang lainnya." Rasulullah menjawab, "Kamu lebih tahu (untuk siapa lagi setelah itu)." (HR Imam Abu Daud dan Imam An-Nasa'i).
Dari sini para ulama melihat bahwa Rasulullah SAW dalam hadits di atas mengurutkan mulai dari yang paling utama yakni istri, anak, pembantu. Nafkah pembantu idealnya juga bagian dari nafkah istri, seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf di atas.
Lebih jelas berikut ini komentar sebagian ulama dalam perkara siapakah yang harus didahulukan jika memang nafkah istri dan orang tua tidak bisa berjalan keduanya.
وقال النووي : " إذا اجتمع على الشخص الواحد محتاجون ممن تلزمه نفقتهم ، نظرَ: إن وفَّى ماله أو كسبه بنفقتهم فعليه نفقة الجميع قريبهم وبعيدهم .وإن لم يفضل عن كفاية نفسه إلا نفقة واحد ، قدَّم نفقة الزوجة على نفقة الأقارب.
Imam An-Nawawi dalam kitab Raudhatu At-Thalibin (jilid 9, halaman 93) menuliskan bahwa jika seseorang dibebani nafkah untuk orang-orang yang membutuhkan lebih dari satu orang, maka jika hartanya cukup untuk keduanya dia wajib menafkahi semuanya.
Namun jika hartanya tidak mencukupi kecuali untuk satu orang maka nafkah untuk istri lebih diutamakan dibanding nafkah keluarga lainnya.
قال المرداوي : " الصَّحِيحُ مِنْ الْمَذْهَبِ : وُجُوبُ نَفَقَةِ أَبَوَيْهِ وَإِنْ عَلَوَا ، وَأَوْلَادِهِ وَإِنْ سَفَلُوا بِالْمَعْرُوفِ ...إذَا فَضَلَ عَنْ نَفْسِهِ وَامْرَأَتتِهِ
Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Inshaf (jilid 9, halaman 392) menjelaskan bahwa pendapat yang shahih dalam madzhab Hanbali bahwa wajib hukumnya menafkahi ayah (terus ke atas) dan anak (terus ke bawah) dengan cara yang ma’ruf. Itu semua jika memang masih ada harta lebih setelah menafkahi diri sendiri dan istrinya.
قال الشوكاني: " وقد انعقد الإجماع على وجوب نفقة الزوجة ، ثم إذا فضل عن ذلك شيء فعلى ذوي قرابته "
Imam As-Syaukani dalam kitabnya Nail Al-Authar (jilid 6, halaman 381) menegaskan bahwa kewajiban memberi nafkah istri itu sudah sampai pada tahap ijma’, kemudian jika masih ada kelebihan harta barulah ada kewajiban nafkah untuk keluarga lainnya.
Sekali lagi bahwa sebisa mungkin masalah nafkah istri dan orang tua harusnya berjalan beriringan, tidak memilih satu dan yang lain ditinggalkan.
Ini harus diusahakan dengan sekuat mungkin, seperti itulah agama menginginkan, dan tentunya kita semua bercita-cita bahwa istri dan kedua orang tua kita di rumah hidup bahagia.
BACA JUGA: Sektor Penerbangan Israel Terpukul Hebat Akibat Ulah Sendiri Genosida Gaza
"Terlalu memihak kepada istri dalam urusan nafkah terkadang bisa membuat hati kedua orang tua tidak enak, penulis hanya khawatir kalau-kalau yang demikian bisa menjadi dosa durhaka kepada orang tua, lebih khawatir lagi jika kisah Al-Qamah yang durhaka itu terulang kembali, yang pada akhirnya sangat susah sakaratul mautnya," tulis KH Saiyid Mahadhir Lc pada laman Rumah Fiqih.
Sebaliknya, terlalu memihak kepada orang tua sehingga abai terhadap nafkah istri juga bukan hal yang baik, karena sebaik-baik kalian adalah yang paling baik degan keluarganya (baca: istri). Rasulullah SAW adalah yang paling baik dengan keluarga (baca: istri). Demikian dijelaskan KH Saiyid Mahadhir Lc, Wallahu A’lam Bisshawab.