Hikmah Dibalik Mukjizat Nabi Ibrahim tak Mempan Dibakar Api
Nabi Ibrahim dikenal sebagai kekasih Allah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kisah mukjizat Nabi Ibrahim yang hidup sekitar 2000-an tahun sebelum masehi terus terdengar hingga detik ini. Di berbagai majelis ilmu, banyak orang mendengarkan bagaimana Nabi Ibrahim yang memiliki keteguhan pendirian mendakwahkan tauhidullah harus berhadap dengan raja super sombong Namrud si penguasa Babilonia.
Ibrahim berani mendebat Namrud, sebagaimana Allah ceritakan dalam al-Baqarah 258:
أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبْرَٰهِۦمَ فِى رَبِّهِۦٓ أَنْ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحْىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحْىِۦ وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأْتِى بِٱلشَّمْسِ مِنَ ٱلْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ ٱلْمَغْرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ
a lam tara ilallażī ḥājja ibrāhīma fī rabbihī an ātāhullāhul-mulk, iż qāla ibrāhīmu rabbiyallażī yuḥyī wa yumītu qāla ana uḥyī wa umīt, qāla ibrāhīmu fa innallāha ya`tī bisy-syamsi minal-masyriqi fa`ti bihā minal-magribi fa buhitallażī kafar, wallāhu lā yahdil-qaumaẓ-ẓālimīn
258. Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Tak hanya mendebat, Ibrahim adalah sosok yang paling berani menghancurkan patung berhala yang disembah orang-orang Babilonia kala itu. Orang-orang mengetahui kehancuran patung-patung disebabkan ulah Ibrahim, sehingga pasukan kerajaan menangkapnya, dan membakarnya. Namun berkat kuasa Allah, api yang biasanya panas, berubah menjadi dingin.
قُلْنَا يَٰنَارُ كُونِى بَرْدًا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ
qulnā yā nāru kụnī bardaw wa salāman ‘alā ibrāhīm
69. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”,
Para ahli tafsir Alquran menjelaskan, setelah nyala api membakar Ibrahim, putra Azar justru keluar dari kobaran api yang menyala dengan tenang dan selamat.
Sejak peristiwa itu, semakin banyak orang-orang mengimani ajaran Ibrahim. Mereka meninggalkan kebiasaan menyembah berhala dan Namrud, kemudian beralih menyembah Allah, satu-satunya Tuhan di alam ini.
Apa hikmah dibalik kuasa Allah mendinginkan api yang biasanya panas khusus untuk Ibrahim? Setidaknya ada beberapa poin penjelasan terkait hal tersebut.
Pertama bahwa itu adalah takdir Allah. Yang Mahakuasa berbuat sesukanya untuk menjaga sunnatullah di alam semesta ini.
Kedua, Allah melindungi kekasihnya, mengasuhnya, dan menghidupinya. Sebab Allah menyayangi kekasih-nya seperti Allah menyayangi orang-orang shaleh sebelum Ibrahim.
Ketiga, arti api yang biasanya panas menjadi dingin di sini mematahkan berbagai argumen kausalitas. Bahwa tak selamanya sebab-akibat terjadi. Dalam beberapa hal, seperti kasus api pembakar Nabi Ibrahim menjadi dingin, kausalitas menjadi batal. Mengapa demikian? Karena di situ ada intervensi Tuhan. Di sinilah firman Allah dengan frasa yaf’alu ma yasya (al-Hajj ayat 18) memang benar adanya.
Dalam kehidupan sehari-hari, begitu banyak kausalitas tidak terjadi. Saat tsunami menggerus daratan Aceh dua dekade lalu, seharusnya segala bangunan yang ada di atasnya hancur. Namun kenyataannya, ada saja bangunan yang tetap bertahan karena kuasa Allah yang termanifestasi melalui penjelasan yang ilmiah.
Saat Indonesia diserang bangsa asing bersenjata canggih sebelum dan baru merdeka, seharusnya warga Indonesia kalah. Namun sekali lagi, berkat kuasa Allah, justru mereka para penjajah yang dikalahkan.
Israel yang didukung super power Amerika beserta sekutunya negara-negara dengan kekuatan militer hebat, seharusnya dengan mudah menghancurkan perlawanan Palestina (Hamas). Namun kenyataannya saat ini, Hamas justru semakin memegang kendali kawasan Gaza. Media zionis Yedioth Ahronoth mengabarkan Hamas bangkit dan mengendalikan Gaza. Sedangkan Israel yang sudah lebih dari setahun menginvasi Gaza, gagal menguasai sepenuhnya kawasan tersebut.
Hikmah di balik kegagalan kausalitas ini adalah keagungan dan kebesaran Allah sebagai satu-satunya Tuhan sangat dirasakan.
Dibesarkan oleh Allah
Nabi Ibrahim merupakan wujud nyata cinta sepasang kekasih Azar dan Mathlaah. Suami dan istri ini begitu menyayangi si bayi, buah cinta yang dinantikan, yang kelak akan mewarisi segala kebaikan. Namun karena suasana kengerian menyebar di mana-mana. Jeritan tangis wanita yang baru saja melahirkan bayi memekak telinga. Mereka didatangi pasukan Namrud. Lalu pasukan itu membunuh bayi lelaki mereka.
Azar dan Mathlaah terpaksa membawa kabur Ibrahim ke dalam hutan. Mereka membiarkan bayi itu berada di 'jantung' hutan. Terserah bagaimana nasib bayi itu, biarlah nanti Allah yang mengurusnya. Begitu kira-kira keyakinan Azar dan mathlaah.
Benar saja. Allahlah yang mengurus dan membesarkan Ibrahim. Bocah itu kemudian tumbuh menjadi pemuda yang tangguh dan hebat. Berbagai lembaran sejarah dan omongan dari mulut ke mulut lintas peradaban menyebut ibrahim sebagai khalilullah. Budayawan Mesir Abbas Mahmud Aqqad kerap menyebutnya sebagai el-khalil atau al-khalil. Artinya yang mencintai dan dicintai Allah.
Kepasrahan dan ketaatan Nabi Ibrahim sungguh luar biasa. Allah memerintahkan Ibrahim menyembelih anak kesayangannya, Nabi Ismail. Tak memprotes perintah itu sedikitpun. Kemudian Ismail juga pasrah. Ibrahim yang sudah menikah lama dan baru dikaruniai kebahagiaan memiliki keturunan, melakukan perintah itu.
Allah sungguh menghormati Nabi Ibrahim karena kepasrahan dan loyalitasnya. Dengan begitu, Allah mengganti Ismail dengan domba. Selamatlah Ismail. Kemudian keduanya hidup dalam bahagia dan penuh istikamah dalam tauhidullah.
Segala kisah tentang Ibrahim dan keturunannya menginspirasi banyak orang untuk selalu berada di jalan Allah, bersujud di hadapan-Nya, dan tenggelam dalam munajat dan kekhusyuan.