Pendapat Sejumlah Ulama Al Azhar tentang Jenggot
Ulama Al Azhar memberikan pendapatnya tentang jenggot.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah Ulama asal Universitas Al Azhar Mesir memberikan pendapatnya tentang jenggot. Mereka menentang sikap yang enggan memelihara jenggot.
Dikutip dari Syekh Abdul Aziz an Numani dalam Fadhilah dan Hukum Janggut Menurut Empat Mazhab, berikut ulama Al Azhar yang mewajibkan jenggot:
Syekh Ali Mahfuzh yang merupakan anggota besar di Universitas Al Azhar terdahulu mengatakan, "Kebiasaan yang paling buruk yang sering dilakukan oleh manusia pada hari ini adalah mencukur jenggot dan melebatkan kumis. Ini adalah bid'ah yang dijadikan alasan untuk membedakan diri mereka dengan orang asing. Menurut mereka itu adalah kebiasaan yang baik sehingga mereka menganggap buruk hal yang baik dalm agama mereka serta meninggalkan sunnah Nabi mereka."
Ulama Al Azhar lainnya, Syekh Doktor Abdul Halim Mahmud, seorang Syekh Al Azhar terdahulu berkata dalam fatwanya, "Sangat dibenci mencukur atau memotong habis jenggot. Adapun mengambil bagian janggut, baik yang memanjang atau yang melebar apabila terlalu lebat merupakan hal baik, bahkan makruh hukumnya terlalu menebalkan jenggot yang mengakibatkan sifat ingin masyhur sebagaimana makruh juga hukumnya dalam memotong jenggot. Memelihara dan menjaga jenggot adalah membiarkannya tanpa dipotong, namun tidak dilarang memotong jenggot yang melebih genggaman tangan seperti yang dilakukan oleh Ibnu Umar ketika haji dan umroh."
Syekh Doktor Abdul Halim Mahmud, yang dimaksud makruh di sini adalah makruh tahrim (makruh yang bersifat haam), sebagaimana disebutkan dalam hadits yang memerintahkan kita untuk memeliharanya. Asal dari perintah tersebut adalah menunjukkan sesuatu yang wajib dan tidak akan berubah hukum wajib tersebut sampai ada tanda-tanda (qarinah) yang mengalihkannya dari wajib kepada sunnah dan hukum yang lain.
Tidak ada satupun hadits yang mengalihkan hukum wajib tersebut kepada hukum yang lain. Kemudian yang biasa dikerjakan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah memelihara jenggot dan tidak ada satu riwayatpunu yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW dan para sahabat mencukur jengot. Perbuatan Rasulullah SAW dan para sahabat menjadi penguat atas kewajiban memelihara jenggot.
Ulama Al Azhar terdahulu lainnya, Allamah Mujahid al-Faqihi berkata dalam risalahnya yang berisi penolakan beliau atas seorang penulis Quwait. Beliau berkata, "Ada seorang yang memahami dalam kata-kata yang diterbitkan oleh majalah Arab Quwait, bahwa perintah Rasul untuk memelihara jenggot bukan perintah wajib, tapi sekadar imbauan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih afdhal.
Pernyataan penulis Quwait ini dijawab oleh beliau bahwa pendapat tersebut sangat tidak beralasan sama sekali. Karena, asas dari perintah itu adalah wajib atau fardhu sedangkan qarinah (tanda-tanda) yang mengalihkan dari hukum wajib kepada mandub (dianjurkan) dan mustahab (disukai) tidak didapati dalam perintah memelihara jenggot.
Jadi sekarang sudah jelas bahwa wajib hukumnya memelihara jenggot tanda adanya suatu alasan untuk menolaknya. Bahkan lafazh-lafazh yang ada di dalam hadits mengandung kepastian hukum tentang wajibnya memanjangkan jenggot.
Hadits Nabi
Memelihara jenggot merupakan salah satu amal ibadah dalam Islam. Bagi yang memeliharanya karena Allah, berarti telah melaksanakan sunnah Rasulullah SAW.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah mencantumkan memelihara jenggot termasuk di antara fitrah yang hendaknya diperhatikan. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عَشْرٌ من الفِطْرَةِ : قَصُّ الشارِبِ ، و إعْفاءُ اللِحيَةِ ، و السِّواكُ ، و اسْتِنْشاقُ الماءِ ، وقَصُّ الأظْفارِ ، و غَسْلُ البَراجِمِ ، و نَتْفُ الإبِطِ ، و حَلْقُ العانَةِ ، و انْتِقاصُ الماءِ
“Sepuluh perkara termasuk fithrah, yaitu menggunting kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air denganhidung), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan istinja’.” (HR. Muslim)
Di samping itu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dengan redaksi yang berbeda-beda:
أحْفُوا الشَّوَارِبَ وأَعْفُوا اللِّحَى
“Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot.” (HR. Bukhari no: 1893 dan Muslim no: 159)
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وفِّرُوا اللِّحى وأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisihilah orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (HR. Bukhari no: 2892)
جُزُّوا الشَّواربَ ، و أَرْخوا الِّلحى ، خالفوا المجوسَ
“Cukurlah kumis, biarkanlah jenggot, selisihilah orang-orang Majusi.” (HR. Muslim no: 260).
Memelihara jenggot termasuk sunnah. Namun, Imam Al Ghazali menerangkan hal-hal yang makruh dalam memelihara jenggot, di antaranya:
Menyemirnya dengan warna hitam.
Memutihkannya dengan pemutih.
Mencabut jenggot dan mencabut ubannya.
Menguranginya atau memperbanyaknya.
Menyisir dengan membuat-buatnya supaya indah dilihat orang.
Membiarkannya acak-acakan untuk memperlihatkan kezuhudan.
Memandang kepada warna hitamnya karena bangga dengan kemudaannya dan memandang warna putihnya karena sombong dengan ketua-annya.
Menyemirnya dengan warna merah dan kuning tanpa ada niat meniru orang-orang shaleh.