Penetapan Tarif PPN Sempat Ada Tarik Ulur, Ini Dampaknya ke Penerimaan

Kontribusinya terhadap PDB masih stagnan di angka sekitar 3,5 persen.

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Presiden Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) usai menyampaikan keterangan pers terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Rep: Dian Fath Risalah Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen hanya berlaku pada barang tertentu. Keputusan ini diambil setelah melalui perdebatan panjang, dengan mempertimbangkan upaya meningkatkan penerimaan negara tanpa mengganggu stabilitas ekonomi.

Baca Juga


“Pembatalan penerapan PPN 12 persen secara umum patut diapresiasi di tengah rendahnya daya beli masyarakat, PHK besar-besaran di industri padat karya, dan kondisi deflasi,” ujar Senior Fellow CIPS, Krisna Gupta dalam keterangan, Ahad (5/1/2025).

Ia menekankan, negara dengan target pertumbuhan ekonomi tinggi biasanya lebih memilih ekspansi fiskal dengan memotong pajak daripada meningkatkannya. Meskipun kenaikan tarif PPN menjadi salah satu strategi pemerintah sejak 2019, dampaknya terhadap penerimaan negara belum signifikan. Krisna menjelaskan, meskipun tarif PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022, kontribusinya terhadap PDB masih stagnan di angka sekitar 3,5 persen.

“Peningkatan tarif pajak memang secara teori dapat menekan aktivitas ekonomi, sehingga meskipun tarif naik, penerimaan belum tentu ikut meningkat,” jelasnya.

Krisna juga menyoroti pentingnya mendorong lebih banyak pengusaha untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), dibandingkan hanya fokus meningkatkan tarif. PKP adalah pengusaha yang wajib melaporkan usahanya untuk dikenakan pajak sesuai undang-undang. Namun, banyak UMKM yang enggan meningkatkan skala usaha mereka untuk mencapai status PKP karena insentif yang dianggap tidak menarik.

“Ekstensifikasi untuk menambah jumlah PKP harus menjadi prioritas dibandingkan intensifikasi melalui kenaikan tarif. Jika tarif pajak meningkat, semakin sedikit alasan bagi pengusaha untuk tetap menjadi PKP,” tambahnya.

Selain itu, Krisna menyarankan pemerintah untuk memperkuat ekosistem kewirausahaan, meningkatkan kemudahan berusaha, dan mengurangi restriksi pasar sebagai cara mendorong penerimaan negara secara berkelanjutan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler