Kecerdikan Al Qassam: Modifikasi Persenjataan Israel Hingga Rekrut Pejuang Baru

Tiga bulan terakhir, pasukan Israel menghadapi kerugian signifikan di Gaza utara.

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Pejuang Brigade Al Qassam
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA — Meski Israel telah menghabisi para pimpinan kelompok perlawanan seperti Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar hingga Saleh Al Arouri, para pejuang Gaza di medan tempur tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Sebaliknya, mereka mampu menggunakan pesenjataan musuh untuk melakukan serangan dadakan. 

Baca Juga


Palestine Chronicle melaporkan,  Brigade Al-Qassam mampu beradaptasi dan melawan tentara Israel. Para pejuang bahkan mampu mengubah persenjataan berupa peluru dan roket Israel yang tidak meledak menjadi senjata untuk melawan kampanye genosida tanpa henti yang dilakukan tentara penjajah (IDF). 

Selain memodifikasi persenjataan musuh, sayap militer gerakan Hamas tersebut dilaporkan telah memasukkan pejuang baru ke dalam barisan mereka di Gaza utara untuk melawan invasi militer, menurut laporan media Israel.

Radio Angkatan Darat Israel merinci perkembangan tersebut sambil mengutip sumber militer, selama pengarahan tentang operasi tentara di Gaza utara. Laporan tersebut mencatat bahwa beberapa pejuang Qassam telah menjadi veteran Brigade sejak sebelum 7 Oktober 2023, sementara yang lain baru direkrut di tengah konflik.

Tentara Israel selanjutnya mengungkapkan bahwa bahan peledak yang digunakan oleh Brigade Qassam sebagian dibuat dari amunisi Israel yang tidak meledak. Hal ini dicontohkan oleh penyergapan baru-baru ini di mana para pejuang Qassam memasang bom di sebuah rumah dengan rudal GBU yang telah digunakan kembali, yang awalnya ditembakkan oleh pasukan Israel.

 

 


Rekaman video yang dirilis Al Qassam mendokumentasikan tentara Israel memasuki gedung yang dipasangi bom beberapa saat sebelum diledakkan, disertai dengan pesan: "Barang-barang Anda telah dikembalikan kepada Anda."

Operasi militer Al Qassam lainnya telah menggunakan peluru artileri Israel yang dipasang pada roket buatan sendiri. Teknik tersebut memperlihatkan kecerdikan para pejuang Gaza dalam menggunakan kembali senjata musuh.

Tindakan-tindakan ini telah meningkat karena pasukan Israel melanjutkan serangan mereka di Gaza utara, khususnya di daerah-daerah seperti Beit Hanoun, Jabalia, dan Beit Lahia. Selama tiga bulan terakhir, pasukan Israel telah menghadapi kerugian yang signifikan di Gaza utara, dengan 43 tentara dilaporkan tewas, termasuk tiga orang dalam 24 jam terakhir, menurut Radio Angkatan Darat Israel. Namun, menurut Perlawanan Palestina, angka-angka ini jauh lebih tinggi.

Tujuan yang dinyatakan oleh tentara adalah untuk menciptakan zona keamanan bagi para pemukim Israel di dekat perbatasan Gaza.

Serangan Israel yang sedang berlangsung di Gaza utara, yang dimulai pada 6 Oktober 2024, telah meninggalkan jejak kehancuran. Lebih dari 4.000 warga Palestina telah terbunuh atau hilang, dan lebih dari 12.000 orang terluka di Gaza utara saja.

Di tengah pemboman yang tiada henti, sistem kesehatan Gaza telah runtuh, persediaan makanan sangat rendah, dan kelaparan yang meluas mengancam.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi kemanusiaan terus memperingatkan tentang konsekuensi bencana bagi dua juta warga Palestina yang terjebak di daerah kantong itu.

 

 

Genosida berkelanjutan

Serangan Israel yang sedang berlangsung di jalur Gaza sejak  7 Oktober 2023, telah menyebabkan krisis kemanusiaan dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jumlah korban tewas di antara warga sipil Palestina yang terkepung dan kelaparan terus meningkat setiap hari. Israel saat ini menghadapi tuduhan genosida terhadap warga Palestina di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ).

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 45.936 warga Palestina tewas, dan 109.274 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza yang dimulai pada 7 Oktober 2023.

Jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah, dengan sedikitnya 11.000 orang masih belum diketahui keberadaannya, diduga tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Gaza.

Perang yang disebut sebagai Operasi Badai Al-Aqsa, dimulai setelah operasi militer yang dilakukan oleh Hamas di wilayah Israel. Israel melaporkan bahwa 1.139 tentara dan warga sipilnya tewas selama serangan awal pada 7 Oktober. Namun, media Israel telah menyuarakan kekhawatiran bahwa sejumlah besar korban Israel disebabkan oleh 'tembakan kawan' selama serangan itu.

Organisasi hak asasi manusia, baik Palestina maupun internasional, telah melaporkan bahwa sebagian besar korban di Gaza adalah perempuan dan anak-anak. Kekerasan yang sedang berlangsung juga telah memperburuk kelaparan akut, dengan ribuan anak-anak di antara yang tewas, menyoroti parahnya bencana kemanusiaan.

Perang telah menyebabkan hampir dua juta orang mengungsi dari rumah mereka di Gaza, dengan mayoritas pengungsi terpaksa pindah ke wilayah selatan Jalur Gaza yang sudah padat penduduk. Penduduk di Gaza masih terjebak dalam konflik yang sedang berlangsung, dengan sedikit akses ke kebutuhan dasar seperti makanan, air, dan perawatan medis.

Israel melawan PBB - (Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler