Bakhil Jangan Dipelihara

Orang bakhil takut bila harta kekayaannya berkurang.

ILUSTRASI Sifat bakhil dan kikir.
pxhere
ILUSTRASI Sifat bakhil dan kikir.
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Imam al-Ghazali, ada dua hal penyebab penyakit bakhil. Pertama, cinta harta dan takut miskin. Kedua, anak yang mengakibatkan panjangnya angan-angan.

Baca Juga


Untuk mengobatinya, menurut Imam Ghazali, harus mencari lawan dari penyebabnya itu. Cinta dunia itu menurut Hasan Bashri adalah dosa yang paling besar.

Dosa besar tidaklah bercabang-cabang kecuali karena dunia. Berhala disembah dan Allah SWT didurhakai karena cinta dan mementingkan dunia.

Ingatlah bahwa dunia bukanlah segala-galanya. Hanya sarana menuju hidup sesungguhnya di alam akhirat kelak.

Di alam inilah kita akan menikmati kehidupan sejati, sebuah kehidupan yang sesungguhnya dan kekal. Godaan setan dan gemerlapnya dunia membuat seseorang terperosok.

Karena pesonanya terkadang membuat mata hati kita buta, terlelap dininabobokan nafsu duniawi. Mudah terpedaya dan menjadi penghamba harta, pemburu takhta.

Kemegahan dunia bisa dengan mudah menyihir manusia seolah hidup akan abadi selamanya di alam fana ini. Itulah manusia yang terkecoh dan sia-sia hidupnya.

Ustaz Arifin Jayadiningrat dalam materi mabit di kampung Maghfira pada 24-25 Agustus 2024 mengatakan, "Dunia itu lebih murah dari sayap nyamuk."

Hal ini disampaikan sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi. Rasulullah SAW bersabda, "Seandainya dunia ini senilai sayap nyamuk di mata Allah, maka Allah tidak akan memberikan air minum kepada orang kafir meskipun seteguk air."

Meskipun sudah jelas bahwa dunia bernilai rendah, tapi harta dan takhta terus diburu. Terkadang dilakukan dengan cara batil, cara yang tidak halal. Anehnya, kerap merasa tak berdosa dan tidak merasa harus bertobat.

Inilah tragedi terbesar umat Islam pada masa kini. Mereka para pemburu dunia ini menggunakan strategi yang sangat jitu --anggapan mereka-- agar pesaingnya tergeletak tidak mampu memberikan perlawanan. Di sini mereka sombong dan lalai akan kekuasaan-Nya.

Hal ini sebagaimana isi surah Ali Imran ayat 26, "Hanya Allah SWT yang menjadikan seseorang mulia maupun hina."

Dikisahkan, seorang ustaz diundang untuk memberikan materi pengajian di suatu rumah. Tatkala sang ustaz berjalan menuju tempat pengajian, ia melewati beberapa mobil super car.

Singkat cerita, selesai pengajian, ustaz pamitan dan berpesan, "Bapak dan ibu, jika ada rezeki lebih, bisa membantu pembangunan masjid di suatu daerah terpencil."

Maka jawabnya, "Iya Pak Ustaz mohon maaf belum ada kelebihan rezeki."

Kelimpahan karunia dari-Nya yang berupa rumah besar, beberapa mobil dan lainnya masih enggan untuk melepaskan hartanya yang tentunya akan menjadi sumber pahala yang terus menerus selama masjid itu berfungsi.

Inilah kebakhilan yang tetap dipelihara, sehingga ada rasa takut nilai harta kekayaannya berkurang.

Ustaz Arifin berpendapat bahwa "Titik nol, melalui kematian, karena setiap hamba akan merasakan semuanya."

Inilah kondisi seseorang yang berserah diri secara paripurna kepada Allah SWT.

Tatkala pada titik ini, ia yang kaya raya hanya tersenyum saat kehilangan banyak harta (bukan bersedih) dan saat memperoleh limpahan anugerah juga tersenyum (bukan bersenang-senang dengan berpesta pora).

Ia pasti tidak akan memelihara kebakhilan, justru menjadi seseorang dermawan layaknya sahabat Rasulullah SAW, Abdurahman bin Auf.

Ingatlah bahwa hati yang selamat adalah hati yang bersih dan tidak punya keterikatan dengan selain Allah SWT.

Hal ini sesuai dengan firman-Nya surah asy-Syu’ara ayat 88-89, “(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."

Surah al-An’am ayat 94, "Dan kamu benar-benar datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mulanya."

Hatimu harus tertuju hanya kepada Allah SWT dan berserah diri pada-Nya serta memohon perlindungan-Nya. Hamba-hamba yang sudah pada tingkatan ini dan membiarkan Sang Pencipta melakukan apa pun pada mereka.

Nafsu telah ditinggalkan dan tidak membuat pengaturan untuk diri mereka sendiri. Mereka inilah orang-orang yang dekat dengan-Nya, terbuka mata batinnya.

Keindahan atau kemewahan dunia tidak menyibukkan mereka dari-Nya. Inilah orang-orang yang telah mencapai titik nol (Ustaz Arifin Jayadiningrat) dan mereka telah mempunyai kekuatan yang besar untuk ikhlas.

Syekh Abu Hasan asy-Syadzili berkata, “Bila seseorang telah mencapai tingkatan seperti ini, lantas untuk apa lagi ia menyimpan harta? Dan bagaimana mungkin ia bergantung pada selain-Nya? Cukuplah insan beriman menyimpan keimanan, kepercayaan, dan kepasrahan kepada Allah SWT."

sumber : Hikmah Republika oleh Aunur Rofiq
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler