BRI Sebut Penurunan Suku Bunga Beri Dampak Positif
Kebijakan ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat perekonomian.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Langkah ini diproyeksikan akan memberikan dampak positif pada stabilitas ekonomi nasional, mendukung pertumbuhan berkelanjutan, dan pengendalian inflasi.
Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, menyebut kebijakan ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat perekonomian. “Kebijakan ini kami pandang sebagai langkah strategis untuk mendukung stabilitas ekonomi nasional serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pengendalian inflasi sesuai sasaran,” ungkapnya kepada Republika dikutip Ahad (19/1/2025).
Penurunan BI Rate tersebut dinilai akan menciptakan peluang untuk reprofiling alternatif funding dengan biaya yang lebih kompetitif. Meski demikian, BRI tetap berkomitmen menjalankan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan risiko guna memastikan stabilitas tetap terjaga.
Langkah BI ini diharapkan dapat memberikan ruang yang lebih luas bagi sektor perbankan untuk mendukung pengembangan usaha di berbagai sektor, sekaligus meningkatkan daya saing dengan biaya dana yang lebih rendah. Kebijakan ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dan perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan kebijakan yang berpihak pada stabilitas dan pertumbuhan ini, BRI optimis bahwa sektor perbankan mampu berkontribusi lebih besar dalam menopang perekonomian, terutama dalam memberikan akses pendanaan yang kompetitif bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Penurunan suku bunga acuan ini diumumkan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2025. Perry menjelaskan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan keseimbangan antara stabilitas ekonomi dan pertumbuhan.
"Dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar yang relatif stabil, terbuka ruang untuk menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.
Selain itu, Perry juga menyebut bahwa kondisi ekonomi global, termasuk ekspektasi kebijakan Federal Reserve, memberikan ruang bagi BI untuk melakukan pelonggaran moneter. Perry juga menekankan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terbilang relatif stabil. Menurut catatan BI, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga 14 Januari 2025 hanya melemah sebesar 1 persen (ptp) dari level nilai tukar akhir 2024.
Perry mengatakan, perkembangan nilai tukar tersebut juga relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya. Seperti terhadap rupee India, peso Filipina, dan baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 1,20 persen, 1,33 persen, dan 1,92 persen. Sebaliknya, nilai tukar rupiah tercatat menguat terhadap mata uang kelompok negara maju di luar dolar AS, dan stabil terhadap mata uang kelompok negara berkembang.
“Kami dalam dua hari ini (RDG 14—15 Januari 2025) melakukan exercise, skenario-skenario nilai tukar, kesimpulannya nilai tukar sekarang dan ke depan itu masih konsisten dengan nilai fundamental yaitu pencapaian inflasi dan perkembangannya,” jelas Perry.
Faktor domestik lainnya yang menjadi sentimen penurunan suku bunga pada RDG Januari 2025, -dan terbilang baru-, adalah angka pertumbuhan ekonomi. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
BI sebelumnya memperkirakan ekonomi tumbuh di kisaran 4,8—5,6 persen dengan titik tengah 5,2 persen. Kini diperkirakan angkanya diturunkan 0,1 persen. Hal itu berkaca dari data-data ekonomi pada kuartal IV/2024 serta berbagai hasil survei BI.
“Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 mencapai kisaran 4,7–5,5 persen, sedikit lebih rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,8–5,6 persen,” ungkap Perry.
“Oleh karena itu, this is the timing untuk menurunkan suku bunga, supaya bisa menciptakan growth story yang lebih baik,” tegasnya.